Dimyati: Nostalgia Jejak Sang Jurnalis di Arena Mancing Wapres!

Tiba-tiba  tangan saya gatel mau mengekspresikan rasa senang yang membuncah setelah bertemu lagi dengan sahabat dan kawan lama, kawan seperjuangan, ketika sama-sama ikut gerbong pertama membidani lahirnya Harian Umum NTB POST pada awal milenium 2000. Siapa lagi kalau bukan Dimyati alias Dimas Koran yang akrab kami panggil Aadim.

Saya ketemu dia lagi, saat menghadiri acara Jurnalis Mancing yang digelar Wapres alias Warung Presto Dasker Gerung Lombok Barat, nikmatnya sampai ke tulang pada Rabu (21/4).

Dua hari sebelum acara Jurnalis Mancing digelar, saya kerapkali ngompori dia untuk hadir dalam acara itu melalui jejaring WA Grup jurnalis. Dia bukan sosok yang terlalu menyukai popularitas, dan tak banyak komentar. Dia lebih suka aksi daripada narasi. Tak satupun cuitan dan komentar saya ditanggapi. Termasuk ketika saya mengusulkan kepada panitia, tuan rumah Hafiz Axugo untuk mendaulat dia memberikan tausiah Ramadhan jelang berbuka puasa di acara itu pastinya.

Saat membaca status Dimyati dan rombongannya, kawan-kawan jurnalis Lombok Timur sudah tiba di  arena Jurnalis Mancing. Saya salut, karena lagi-lagi saya harus angkat topi atas kedisiplinannya menghargai waktu. Dimyati dan rombongannya datang lebih awal dan tepat waktu, bahkan bisa jadi lebih awal dari waktu yang dijadwalkan panitia, Pkl. 15.00 Wita.

Dimyati alias Dimas Koran alias Aadim bersama tim rombongan wartawan Lombok Timur saat tiba di arena Mancing Jurnalis bersama Wapres Dasker, Rabu (21/4) / foto: istmewa

Selain Dimyati, ada juga Widiyanto (Mantan Direktur SelaparangTV), juga ada Rizal. Mereka sesungguhnya jurnalis yang tidak asing dan kami akrab sejak dulu, karena lagi-lagi pernah satu gerbong dalam barisan jurnalis NTB POST yang saat itu dikomandani Abah Parthu Rendra (almarhum).

Namun cerita saya kali ini fokus untuk mengulik sosok Aadim yang lagi-lagi selalu tampil beda bahkan jauh dari kesan seorang jurnalis.”Anda memang selalu tampil beda ya Aadim,”kata saya menyapanya saat tiba di lokasi.”Lha ya dong, dari dulu kan ente tahu ana begini,”jawabnya sambil melirik, main mata. Ketawa pun pecah di arena mancing. Saya yang kebetulan datang ke lokasi bersama sohib karib Arwan Syahroni lagi-lagi tak kuasa menahan tawa dengan ulah Aadim yang selalu rame. Kali ini dia tampak seperti pria model, memakai rompi, celana jeans pendek dan topi khas menutup kepalanya yang pelontos dengan rambut kuncir di belakang, mirip seperti tokoh serial film kartun Asal Negeri Serumpun Malaysia yang terkenal  Ipin Upin.”Asli saya nggak tanda dia, saya kira bukan wartawan. Padahal dia kan Dimyati, teman kita di NTB POST,”kata Bang Hafiz Axugo kepada saya.”Betul Pak Wapres, itu Dimyati, saya lebih senang manggil dia Ustadz Aadim,”kata saya menimpali.

BACA JUGA:  Pemkot Mataram Gempur Rokok Ilegal (Jilid 2)

Aadim, Memulai Karir Jurnalistik Sebagai Wartawan Hukum dan Kriminal

Pertemuan saya dengan Dimyati alias Dimas Koran alias Aadim, bermula ketika dia ditarik ke Mataram oleh Pimpinan Redaksi NTB POST pertama, Heri Suparman pada awal tahun 2000. Dia diminta untuk memperkuat desk berita hukum dan kriminal. Dia ditugaskan khusus untuk mengikuti perkembangan kasus hukum dan kriminal di wilayah hukum Polda NTB dan Polres Mataram.

Dia dianggap cocok untuk meliput kasus kriminal. Bisa jadi karena penampilannya yang rada nyentrik, seperti kisah dalam sinetron preman pensiun. Aadim saya pikir, punya kemampuan lebih berkomunikasi dengan aparat karena pertama kali bertemu dia, orang akan kecele melihat penampilannya yang mirip sosok intel polisi ketimbang seorang jurnalis.

Nah, saya yang kala itu bertugas sebagai bagian dari redaktur, diimintai  khusus Pimpinan Redaksi untuk menangani semua hasil liputan Dimyati untuk diolah kembali sebelum diserahkan hasilnya kepada Dewan Redaksi. Dewan Redaksi NTB POST saat itu ada empat, selain Heri Suparman, ada juga Edy Karna Sinoel (konsultan media dari ANTARA), alm Algas AR (Jurnalis TPI), Alm Parthu Rendra (Wartawan FAKTA dan RRI Mataram), dan tentu Alm H Mursidin (Pemimpin Umum sekaligus Pemilik Harian Umum NTB POST).

Sebagai redaktur, tentu saya harus memberikan evaluasi dan catatan kritis untuk semua hasil liputan dan berita kriminal yang dibuat Dimyati. Saya sebenarnya kurang minat untuk urusan mengolah berita kriminal. Kerap kali tugas ini saya alihkan dan mintai tolong kawan jurnalis yang sekarang aktif jadi Komisioner KPID NTB Arwan Syahroni. Dia juga dulu redaktur NTB POST.

Kali ini saya harus sabar dan setia mengkawal Aadim sebagaimana mandat yang diberikan Pimpinan Redaksi.

Aadim dengan rambut kuncir kesayangannya, lebih mirip sama Ipin Upin / foto: istimewa
Aadim alias Dimas Koran tetap setia dengan profesinya sebagai jurnalis bukan musisi apalagi penyanyi seperti Tompi atau Ahmad Dani./foto:istimewa

Suatu kali di akhir pekan, saya pernah jengkel dibuatnya. Bukan apa-apa, semata-mata karena dia tidak membuat catatan dan berita mentah sekalipun atas hasil liputannya. Dia rupanya menyerahkan salinan  Berita Acara Pemeriksaan (BAP) hasil gelar perkara polisi pada kegiatan jumpa pers dan diserahkan kepada sekretaris redaksi untuk diketik ulang. Waktu itu, proses komunikasi dengan wartawan tidak semudah sekarang, yang pilihannya beragam. Dulu, kami nyaris hanya bisa berkomunikasi dengan telepon biasa, telepon kantor yang dihubungkan dengan mesin faksimili untuk menerima kiriman berita wartawan di luar kota Mataram. Aadim saat itu tidak berada di kantor redaksi, rupanya dia pulang kampung di akhir pekan. Dia pulang ke Selong Lombok Timur walaupun setahu saya, keluarga besarnya tinggal di Puyung Lombok Tengah.

BACA JUGA:  Menjajal Figur 'Nomor Wahid' 2024 (Bagian 2)

Akhirnya, berita terpaksa saya olah sendiri dari hasil BAP polisi. Pada senin awal pekan, saya panggil dan ajak dia, Aadim duduk bareng untuk mendiskusikan hasil liputannya yang hanya menyerahkan BAP polisi. Dia orang yang memang selalu santai dan tak banyak neko-neko.  Bawaannya saja yang kelihatan sangar, tapi kalau disapa, dia akan selalu cekikikan lebih dulu, seperti ada yang lucu.”Kenapa anda tidak bikin berita, itu datanya bagus lho, kasus besar narkoba,”tanya saya. Dia pun menjawab enteng.”Saya males bikin berita, soalnya berita yang saya tulis tidak pernah bener kalau sudah saya serahkan ke bapak ya,”timpalnya mulai bertingkah.”Lho, tugas redaktur kan mengolah kembali berita wartawan, mengecek dimana kurang lebih,plus minusnya,”kata saya lagi.”Ya betul, makanya, saya pikir saya kasih saja bahan mentahnya biar bapak olah sendiri, saya terima hasil. Selesai kan. Hargailah saya Pak berpanas-panas di lapangan, carikan bapak bahan berita,”jawabnya sambil terkekeh-kekeh.”Ya nggak begitu dong, redaktur nggak cuma ngolah satu dua berita. Lagi pula, kalau berita bagus kan wartawan yang punya nama, bukan redaktur. Kan nama dan kode bapak yang muncul di Koran, bukan kode redaktur,”lagi-lagi saya memberi alasan.”Kalau begitu maeh tukeran, side jadi wartawan, saya jadi redaktur,”jawabnya enteng sambil ngakak.”Slow bro, jangan terlalu tegang, ente nanti cepat tua,”kilahnya lagi sambil tersenyum menawarkan secangkir kopi panas. Kamipun hanyut dalam suasana ketawa ngakak sambil minum kopi di ruang redaksi.

Dalam kesempatan berbeda, saya pun harus berurusan dengan Dimyati. Kali ini urusan mengurus sepeda motor kantor yang kena razia polisi saat saya pakai tugas dinas. Rupanya, motor yang saya pakai harus ditahan polisi karena tidak dilengkapi STNK. Saya bukan tipikal orang yang terlalu bisa bernegosiasi dengan polisi. Ya udah, motor pun diangkut petugas dan digelandang ke Polda NTB.

BACA JUGA:  BSM dan Maestro Dalang Sasak Haji Lalu Nasib (Aruman)

Ya kali ini saya harus beritahu Dimyati sebelum saya laporkan ke kantor. Dia saya beritahu soal motor yang ditahan polisi itu dan minta tolong diuruskan.”Itu kecil bro, besok ana uruskan, yang penting, saya bawa lagi BAP untuk bapak olah jadi berita, impas kan,”katanya sambil menyodorkan beberapa lembar BAP polisi hasil liputannya.

Ya begitulah kami. Sebagai sesama jurnalis selalu berusaha saling melengkapi. Sayangnya, Aadim mengundurkan diri dari NTB POST, ikut gerbong beberap senior yang merasa tidak sejalan dengan manajemen yang kala itu, sempat kisruh karena  NTB POST pada satu edisi terbit kembar. NTB POST versi H Mursidin selaku Pemimpin Umum dan NTB POST edisi perjuangan yang dipimpin Heri Suparman.

Dimyati memilih ikut gerbong Heri Suparman dan belakangan dia berkelana, bergabung di sejumlah media cetak lokal seperti GAUNG SUMBAWA yang kala itu lagi moncer sebagai media cetak baru di Sumbawa Besar.

Suasana lomba jurnalis mancing yang diikuti puluhan jurnalis se-Pulau Lombok, juga humas Polda dan Diskominfotik NTB

Dalam perjalanan karirnya sebagai jurnalis, Dimyati juga tercatat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Perwakilan Lombok Timur. Dia orang yang suka olahraga dan aktif di SIWO PWI NTB mewakili organisasi pers itu dalam sejumlah kegiatan Porwanas.

Dalam pertemuan di ajang Jurnalis Mancing. Saya kembali iseng untuk ingin selalu tahu kabar barunya.”Udah berapa bini dan cucu,”tanya saya iseng.”Ente tanya itu lagi, ana jadikan ente umpan pancing ana, mau,”jawabnya serius.

Hafiz Axugo, jurnalis senior, teman karib Aadim ketika dulu sama-sama di Harian Umum NTB POST. Hafiz Axugo kini alih profesi sebagai Pengusaha dan sukses dengan usaha sabun cuci tangan Mones dan Kuliner khas bandeng Presto Wapres, Nikmatnya sampai ke Tulang.

Begitulah, pastinya saya merasa pertemuan di arena Jurnalis Mancing kali ini memang sangat menyenangkan dan memberi kesan beda. Bukan saja karena lokasinya di sebuah tempat kuliner di tengah  hamparan sawah dekat Perbukitan Ketejer, Lombok Barat yang anginnya sejuk sepoi-sepoi sore itu. Tetapi, dari lebih 50 peserta yang hadir, dua pertiganya adalah jurnalis alumni Harian Umum NTB POST yang sekarang bertebaran di berbagai media dengan jabatan penting dan strategis. “Saya nggak nyangka jumlah yang hadir di acara Jurnalis Mancing lebih dari 50 orang Bang Ray,” kata Yenni Irmaya, tuan rumah Wapres Dasker.”Ya bener Mbak, dan seneng saja, karena yang  hadir nggak asing lagi, kawan lama semua,”kata saya. Pastinya, sukses selalu Jurnalis Mancing dan sukses buat Pak Wapres yang bisa mengumpulkan para pegiat media dari berbagai penjuru Pulau Lombok. Mantap! (***)