Pemkot Mataram Gempur Rokok Ilegal (Jilid 2)

Merajalelanya Kemasan tak Berpita Cukai. Membuat saya penasaran. Saya belum rampung meretas sumber peredaran rokok tak berpita cukai ini.

Sederet tanya menggumpal di kepala: apa itu rokok ilegal? Siapa saja pemainnya, cara peracikan dan pengemasan, trik pemasaran, hingga ditail harga beli bahan baku tembakau dan cengkehnya di tingkat petani?

Dan puncaknya adalah tingkat resiko akibat kadar nikotin yang tak terukur sesuai standar kesehatan konsumennya serta multiplier effect-nya melalui cukai. Pasalnya, cukai merupakan salah satu potensi devisa negara dari sektor fiskal.

Setelah menimbang-nimbang, saya pikir mengupas cukai sebagai topik pendahulu merupakan ide menarik.

Sebelum mendalami bentuk dan menemukenali produknya di pasaran. Keyakinan mengantar saya bahwa tak semua orang paham, mana rokok legal dan ilegal. Sederhana saja. Kabar elektronik yang terhimpun mendedahnya secara perinci.

Bea Cukai dalam laman resminya beacukai.go.id, menyebut bahwa cukai memegang peranan penting dalam APBN. Salah satunya adalah Cukai Hasil Tembakau atau rokok.

Tingginya tingkat konsumsi rokok di masyarakat memang berbanding lurus dengan tingginya jumlah produksi rokok. Namun sayangnya, kenaikan tersebut tidak signifikan dengan kenaikan jumlah pedapatan cukai. Trend faktualnya memang sedemikian.

Lumrah saja, jika upaya menggempur peredaran rokok ilegal terus dilakukan demi menyelamatkan hak penerimaan negara, serta untuk menciptakan iklim usaha yang sehat bagi pengusaha dan produsen rokok yang menaati peraturan yang berlaku. Makanya tak heran, dimana-mana, kampanye pemerintah lantang memerangi peredaran pengumbar zat adektif ini.

Kasus di Purwokerto, Jawa Tengah, misalnya, kerugian negara akibat peredaran rokok mencapai Rp 13 triliun lebih. Demikian, papar Erwan Saipun Kholik, Kasi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan pada Kantor Bea Cukai Purwokerto ketika menghelat sosialisasi Gempur Rokok Ilegal di Gedung Andrawina kompleks Hotel Owabong, Purbalingga.

Dikutip dari situs Gatra.com, Erwan menjelaskan, pemasukan negara berada di angka Rp 173,4 triliun, baik cukai rokok yang beredar secara resmi atau legal. Menurutnya, penerimaan tersebut akan dikembalikan kepada daerah sebesar 2 persen untuk berbagai hal maslahat. Sehingga wajar saja, ketika ada peredaran rokok ilegal yang tidak membayar pajak, otomatis penerimaan pun berkurang.

“Jika merokok secara ilegal, maka tidak akan berdampak pada penerimaan negara yang akan dikembalikan kepada masyarakat,” kata Erwan.

BACA JUGA:  6 TPS di Mataram Lakukan PSU

Tingkat permintaan akan produk rokok yang terus meningkat sangat relevan sebagai faktor pemicu kenaikan harga rokok. Sasarannya tak lain untuk mengendalikan tingkat konsumsi atau ketergantungan masyarakat akan rokok.

Cukai rokok yang diberikan kepada para perokok bervariatif untuk tiap batangnya. Biasanya berkisar antara Rp 800 untuk rokok kategori biasa dan Rp 900 untuk kategori rokok putih.

“Saat ini, perokok di Indonesia mencapai 33,8 persen dari jumlah penduduk. Naiknya kebiasaan yang diikuti dengan harga rokok adalah ikhtiar untuk mengendalikan konsumsi dan kami targetkan menjadi 33,2 persen,” tandas Erwan, lagi.

Akan halnya dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) tak lain merupakan instrumen fiskal negara yang berdampak positif bagi semua pihak karena dapat dialokasi ke berbagai macam sektor seperti kesejahteraan masyarakat, penegakan hukum, dan kesehatan. Demi menekan jaringan peredaran rokok ilegal ini, pemerintah menempuh langkah strategis melalui optimalisasi razia agar mengurangi beban kerugian negara akibat akumulasi kebocoran dari barang hasil sitaan atau penindakan. Itu lah, mengapa razia rokok ilegal harus tetap digalakan.

Data per September 2021 lalu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan kerugian akibat peredaran rokok secara ilegal mencapai Rp 13,48 triliun. Besarnya kerugian negara tersebut dihitung berdasarkan kebocoran dalam bentuk barang hasil penindakan.

NTB Merajalela

Di Nusa Tenggara Barat (NTB), kasus peredaran rokok ilegal juga merajalela. Dari penelisikan media ini, pemasoknya masih didominasi dari Pulau Jawa. Berbagai merk merambah pasaran. Sedangkan, pemain lokal rata-rata condong berspekulasi di produk tembakau tiris kemasan.

Hambali, Fungsional Penyidik (KPPBC) Pabean C Mataram melalui tayangan media yang dimuat KabaroposisiNTB.com, belum lama ini, mengaku, dalam setiap gelaran razia gabungan oleh pihaknya mampu menyita ratusan bungkus rokok ilegal maupun tembakau tiris kemasan yang tidak disertai pita cukai.

Ke depannya, kata Hambali, pihak kepabeanan bakal menggelar razia gabungan lebih intensif lagi. Komponen razia gabungan merupakan petugas gabungan yang terdiri dari petugas Bea Cukai, juga melibatkan Satpol PP Kota Mataram, jajaran Polresta Mataram dan Kodim 1606/Mataram.

Diterangkan pula bahwa target penyitaan disasarkan pada rokok ilegal dan tembakau tiris yang sudah dikemas dan diperjualbelikan tanpa pita cukai. Seperti dikemas dalam berat tertentu.

BACA JUGA:  "WTP" Dibalik Cermin Tata Kelola Keuangan Daerah

Khusus tembakau tiris yang sudah dikemas wajib dikenakan bea cukai sebelum didistribusi ke pemasok, baik pedagang besar/grosir maupun retail atau tingkat pengecer di pasaran.

“Ketika dijual eceran dan dikasih merk, misalnya, itu sudah wajib dikenakan cukai dan harus ada pita cukainya,” tuturnya seperti dikutip KabaroposisiNTB.Com.

Tembakau eceran yang disita petugas memang didapati tanpa label atau pita cukai. Sejumlah tahapan harus dilalui untuk mendapatkan pita cukai. Seperti memiliki keabsahan sebagai badan usaha serta terdaftar melalui Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).

“Ketika sudah dapat izin itu dia bisa mengajukan merk. Lalu mengajukan pemesanan pita cukai,” ujarnya.

Lain lagi, di Pusat. Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Bea Cukai, Syarif Hidayat, beberapa waktu silam, mengatakan, rokok ilegal adalah rokok yang pungutan cukainya tidak dilunasi.

“Secara awam, rokok (ilegal) yang tidak membayar cukai,” kata Syarif dalam keterangan tertulisnya yang dirilis Kompas.com, Rabu (10/3/2021).

Bahkan secara tegas menyatakan bahwa rokok legal merupakan barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara peletakan pita cukai pada kemasan rokok. Sementara rokok ilegal adalah rokok yang pungutan cukainya tidak dilunasi.

Oleh karena itu, banyak kalangan awan yang belum mengetahui secara pasti tentang peredaran rokok ilegal. Lalu bagaimana trik mengenal rokok ilegal dimaksud?

Mengenal Produknya

Cara mengenal produk rokok ilegal dapat dilakukan dengan cara mengecek pita cukai yang ada pada kemasan rokok. Setidaknya ada empat modus pelanggaran rokok ilegal, yaitu rokok tanpa pita cukai (polos), rokok dengan pita cukai palsu, rokok dengan pita cukai bekas, dan rokok dengan pita cukai yang berbeda.

Berikut penjelasan dari keempat modus rokok ilegal tersebut:

  1. Rokok tanpa pita cukai
    Rokok di peredaran bebas yang tidak dilengkapi dengan pita cukai pada kemasannya (polos) dapat dipastikan sebagai rokok ilegal.

Maka, jika masyarakat menemukan rokok polos, tidak perlu ragu untuk melaporkan kepada Bea dan Cukai melalui call center atau Kantor Bea dan Cukai terdekat. Pihak Bea Cukai memiliki saluran call center yang siaga 24 jam untuk menerima laporan terkait rokok ilegal di nomor Bravo-BC 1500225.

  1. Rokok dengan pita cukai palsu
    Pada pita cukai terdapat fitur pengaman, seperti halnya pada uang kertas. Untuk mengecek keaslian pita cukai pada kemasan rokok, dapat memperhatikan hal-hal berikut:
BACA JUGA:  Pemkot Mataram Gempur Rokok Ilegal (Jilid 1)

Cetakan pita cukai. Pada pita cukai asli, cetakannya tajam. Lantas bahan kertas pita cukai juga. Pada pita cukai asli, kertasnya tidak berpendar jika disinari UV. Belum lagi, hologram akan terlihat berdimensi jika dilihat dari sudut yang berbeda.
Sedangkan rokok dengan pita cukai bekas pakai, dapat dilakukan dengan memperhatikan adanya lipatan, sobekan, atau bekas lem tambahan pada pita cukainya.

“Kita dapat melihat ketidaksesuaian antara informasi pada pita cukai dan kemasan rokok. Salah personalisasi adalah rokok produksi perusahaan X yang dilekati pita cukai perusahaan Y,” kata Syarif.

Cara mengetahuinya, dapat membandingkan nama perusahaan yang memproduksi terlihat pada bagian bawah atau samping kemasan rokok dengan kepemilikan pita cukai dapat dilihat dari kode personalisasi pada pita cukai.

Sanksi Hukum

Sanksi hukum bagi pelaku atau produsen, penyalur dan pengecer rokok ilegal ini ternyata tidak main-main. Mulai 1 (satu) hingga 5 (lima) tahun kurungan dan denda mulai 2 (dua) kali hingga 10 kali nilai cukai yang mestinya dibayarkan ke Negara. Pelaku produsen dan penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana.

Aspek hukum pada pelanggaran tersebut terakumulasi pada Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 54 berbunyi:
“Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh).

Beberapa penggerebekan hingga pengungkapan kasus rokok ilegal terjadi berkat adanya kerjasama dari masyarakat yang melapor ke pihak yang berwenang tentang adanya aktivitas produksi atau peredaran rokok ilegal. (*)