Penyakit “Mutant Statistics”

 

 Dalam editorial kali ini kita akan membahas penyakit “mutant statistics”. Istilah penyakit “mutant statistics” itu dibahas oleh ahli statistik, Jousairi Hasbullah (2012) dalam bukunya “Tangguh Dengan Statistik:Akurat Dalam Membaca Realita Dunia”. Buku itu cetakan pertamanya tahun 2012. Diterbitkan oleh Penerbit Nuansa Cendekia, Bandung.

Istilah penyakit “mutant statistics” itu menurut Jousairi Hasbullah diperkenalkan pertama kali oleh Enrico Giovannini. Apa itu penyakit “mutant statistics”?. Menurut Enrico Giovannini dalam Jousairi Hasbullah (2012) bahwa penyakit “mutant statistics” yakni tiada yang salah dengan statistiknya, tetapi yang salah adalah interpretasi dan pikiran anda sendiri.

      Lebih jauh Jousairi Hasbullah mengatakan bahwa bangsa kita tengah dibombardir oleh berbagai informasi yang tidak mencerdaskan dan bahkan cenderung menyesatkan. Tetapi masyarakat mempercayainya karena informasi tersebut dikemas sedemikian rupa, seakan-akan benar adanya. Sebaliknya informasi terkait realita yang paling mendekati kebenaran utuh, yang berasal dari data satistik yang benar, justru terpinggirkan.

BACA JUGA:  Simalakama Belajar Daring: Antara Harapan dan Kenyataan

Menurut Jousairi Hasbullah bahwa data statistik memang bukan segala-galanya. Tetapi tanpa data, kita akan kehilangan segala-galanya. Terkait data statistik ini, beragam persoalan tengah menjangkiti sebagian masyarakat. Beberapa diantara kita gemar menggunakan data, tetapi bukan pada tempat yang semestinya. Data statistik yang benar diinterpretasikan secara sangat keliru sehingga pijakan-pijakan berpikir masyarakat pun menjadi keliru. Dalam pada itu, data statistik adalah obyektivitas realita. Masyarakat yang terbiasa menggunakan “evidence based” dalam kehidupannya akan meningkat kemampuannya dalam berpikir sistematis, obyektif, dan faktual.

Mengenai contoh penyakit “mutant statistic” itu adalah ketika orang membandingkan data statistik. Agar tidak terjebak dalam penyakit “mutant statistic”, data statistik yang dibandingkan itu harus “apple to apple”. Misalnya data satistik pada bulan Maret pada tahun tertentu harus dibandingkan dengan data pada bulan Maret pada tahun sebelumnya atau sesudahnya. Merujuk  data BPS NTB (2021) yang dipublikasikan pada 15 Juli 2021 bahwa angka kemiskinan di NTB pada bulan Maret 2019 sebesar 14,75 persen kemudian turun menjadi 13,97 persen pada bulan Maret 2020 dan naik menjadi 14,14 persen pada bulan Maret 2021.

BACA JUGA:  Potret Nilai Tukar Petani NTB 2019-2020

Naiknya angka kemiskinan di NTB dari 13,97 persen pada bulan Maret 2020 menjadi 14,14 persen pada bulan Maret 2021 ini logis alias masuk akal karena adanya pandemi Covid-19 di NTB sejak Maret 2020. Disisi lain, berdasarkan data BPS NTB (2021) bahwa angka kemiskinan di NTB pada bulan September 2020 sebesar 14,23 persen. Dinyatakan terjebak penyakit “mutant statistic” manakala membandingkan angka kemiskinan pada bulan Maret 2019 dengan angka kemiskinan pada bulan September 2020 dan menyimpulkan bahwa angka kemiskinan pada bulan Maret 2019 sebesar 14,75 persen kemudian turun menjadi 14,23 persen pada bulan September 2020. Perbandingan seperti ini tidak bersifat “apple to apple”, tidak logis dan menimbulkan fenomena “sesat logika”. Orang kemudian akan berpikir ini “tidak logis” karena tidak mungkin angka kemiskinan turun ketika terjadi pandemi Covid-19.   (Tim Weekend Editorial)   

BACA JUGA:  Lebaran di Tengah Keprihatinan

ilustrasi foto: google image