Belajar Toleransi di Titik 26


Di Bulan Mei 2021, kita dihadapkan pada satu peristiwa yang sangat sangat patut kita ambil hikmah dan pelajaran. Dimana, pada 26 Mei 2021, Tuhan Yang Maha Esa, sang pencipta alam menunjukkan satu titik temu yakni pengabdian makhluk yang diciptakan kepada sang penciptanya.

Ya…. di tanggal 26 Mei 2021 itu ada satu peristiwa yang diperingati oleh tiga umat beragama.
Pertama, terjadinya gerhana bulan tepat pada bulan purnama. Dimana, bila terjadi gerhana baik gerhana bulan maupun gerhana matahari, umat Islam disunahkan menyambutnya dengan melaksanakan sholat gerhana yang dilanjutkan dengan zikir dan doa. Dzikir dan doa yang dilantunkan umat Islam menjadi pertanda bahwa ada kekuasaan lain yang lebih berkuasa di luar diri manusia. Dzikir dan doa juga sebagai pengingat bahwa manusia itu lemah, butuh kekuatan lain diluar dirinya untuk membimbing ke jalan yang lurus. Jalan yan diridhoi Allah SWT.
Kedua, di bulan purnama tanggal 26 Mei 2021 juga, Umat Hindu melaksanakan sembahyang purnama. Sembahyang purnama yang dilaksanakan umat Hindu pun sebagai bentuk pengabdian kepada sang Hyang Widi. Ini juga bentuk kesadaran umat Hindu, bahwa manusia menyadari keterbatasan kekuasaan dirinya jika dibandingkan dengan kekuasaan sang pencipta. Sembahyang ini juga sebagai jalan mencapai titik ketenangan jiwa selain sembahyang-sembahyang lain yang dilaksanakan.
Dan ketiga, bagi umat Budha, tanggal 26 Mei 2021 menjadi momentum istimewa. Pasalnya, di hari itu menjadi Hari raya Trisuci Waisak. Di hari raya ini, umat Budha berusaha semaksimal mungkin mampu menepikan segala kebencian, keserakahan dan segala perilaku yang tidak baik dan menggantinya dengan pancaran sinar kasih sayang kepada sesama manusia juga sesama makhluk.
Bila kita berkaca dari peristiwa tersebut, tanggal 26 Mei 2021, Allah SWT seakan menyatakan kepada umat manusia, sebuah perbedaan bila disikapi dengan kesadaran untuk saling menghargai, saling menghormati dan tidak saling mencela tentu mampu menampilkan pesonanya. Pesona kebersamaan, pesona keindahan dan pesona kesempurnaan sang pencipta yang mampu menyatukan perbedaan menjadi keindahan dalam menata kehidupan di muka bumi.
Lantas, mengapa kita manusia sebagai makhluk ciptaanNya justru menjadikan perbedaan menjadi sebab keributan dan menimbulkan bencana? Tiada lain dan tiada bukan, keserakahan, kebencian dan tidak mampunya manusia mengendalikan hawa nafsunya (egonya) yang menjadi sebab semua itu terjadi. Padahal Tuhan lewat para utusannya sudah memberikan panduan bagaimana mengendalikan hawa nafsunya sehingga mendapatkan jalan terang, jalan kesempurnaan.
Kalau begitu, pertanyaan berikutnya, Bilakah ada rasa malu jika kita manusia karena keegoannya, keserakahannya selalu berbuat salah padahal perbuatan salah itu selalu dilihat Tuhan? tentunya, ketika muncul kesadaran bahwa perbuatan salah yang merugikan kurang lain adalah perbuatan dosa yang dilarang tuhan. Namun, kapan waktunya……wallahua’lam. Semoga kita diberikan kesadaran untuk tidak berbuat menurutkan perasaan egoannya. semoga. salam (Tim Editorial Weekend)

BACA JUGA:  Mempertanyakan Arah Kebijakan Pertanian