Oleh : Dedi Suhadi

Bagian terakhir dari 4 Tulisan Prahara Kedatuan Lombok Dalam Bingkai Sejarah

Setelah menaklukan Pejanggik,  tahun 1723 pasukan gabungan ABG dan Karang Asem menyerang  Selaparang  takluk  pada 1725.

Sesudah menaklukan Selaparang, ABG dengan anak Agung Ngurah Karang Asem membuat kesepakatan. Dalam kesepakatan itu,  wilayah Timur Juring diserahkan ke ABG dan wilayah Barat Juring menjadi kekuasaan Anak Agung. Kesepakatn ini dikenal dengan Perjanjian Timur dan Barat Juring  dengan batas Sungai Pandan, Sweta penanteng Aik, Pelambik, Ranggagata dan Belongas.

Setelah pembagian wilayah, ABG kembali ke Memelaq, melakukan konsolidasi dengan para penguasa bekas wilayah kerajaan pejanggik. Atas kepiawaiannya, ABG mendapat dukungan dari kerajaan-kerajaan kecil dan  dan membangun kerajaan di Memelaq. Kerajaan yang dibangun ABG dikenal dengan nama kerajaan Memelaq. Belakangan, kerajaan Memelaq  lebih dikenal dengan  kerajaan Arya Banjar Getas.

Selama membangun kerajaan, ABG I (1725 -1740) tidak sepi dari pemberontakan seperti pemberontakan Datu Bayan, Datu Kedinding dan lainnya.

BACA JUGA:  De Jangkok-Brug Ampenan

Banyaknya pemberontakan mengakibatkan pembangungan yang dilaksanakan ABG tidak berjalan dengan baik. Namun demikian, ia berhasil menanamkan nilai-nilai yang berpedoman pada agama islam sehingga hidup rakyat dibawah panji Arya Banjar Getas lebih islami.

Sebelum wafatnya pada 1742, ABG I menitipkan pesan kepada penerusnya Raden Ronton (ABG II) agar membangun kerajaannya berdasarkan syariat Islam. Demi lebih tertatanya kerajaan, ABG I pun meminta Raden Ronton memindahlah pusat kerajaan ke tempat  yang lebih strategis.

Raden Ronton (ABG II) yang menggantikan ayahnya pada 1740, memenuhi wasiat ayahnya dengan memindahkan  pusat kerajaan ke hutan Berora (Praya). Setelah dua tahun, pada 1742 istana yang dibangun Raden Ronton di hutan Berora selesai. Pada tahun yang sama, ABG II memindahkan pusat kerajaannya ke Praya.

Walau pusat kerajaan sudah pindah ke Praya, kerajaan Banjar Getas tidak sepi dari pemberontakan. Hingga  akhir masa pemerintahan ABG II yakni pada  1764, kerajaan selalui diwarnai pemberontakan.

BACA JUGA:  Sate Ampenan, Hidangan Spesial di Ultah Ratu Wilhelmina

Pada 1764, ABG II digantikan RadenLombok (ABG III). Di masa pemerintah ABG III, keamanan wilayah kerajaan Arya Banjar Getas tidak lepas dari peperangan hingga mengganggu kedaulatan kerajaan. Beberapa wilayah di timur juring mulai lepas dan menjadi wilayah kerajaan Singasari.

Deneq  Bangli naik tahta sebagai ABG IV menggantikan ABG III. Lagi-lagi, kekuasaan ABG IV tidak lepas dari gangguan keamanan dan kaburnya batas-batas wilayah sesuai perjanjian Timur dan Barat Juring.

Bahkan pada masa ABG IV ini timbul pemberontakan Demung Selaparang. Walau pemberontakan Demung Selaparang berhasil dipadamkan, namun wilayah kerajaan ABG semakin banyak yang berpindah ke kekuasaan Singasari.

Pada 1784 Raden Mumbul naik tahta dan menjadi ABG V. Kondisi kerajaan makin memprihatinkan ditambah meletusnya Gunung Rinjani pada 1817. Kondisi ini semakin menyulitkan rakyat kerajaan Aya Banjar Getas.

BACA JUGA:  Bau Nyale Tanpa Keramaian Warga

Sepeninggal Raden Mumbul, roda pemerintahan  kerajaan Arya Banjar Getas dikendalikan Raden Wiratmaja (ABG VI) 1818 -1836.

Pada 1826, kerajaan Purwa (Sakra) menyerang kerajaan Singosari. ABG VI memberikan bantuan penuh kepada kerajaan Purwa.

Begitupun ketika Mataram menyerang Singasari  pada 1838. Praya memberikan bantuan hingga Mataram memperoleh kemenganan atas Singosari.

Selanjutnya, Raden Wiracandra naik tahta pada  1839 hingga 1841 dengan gelar ABG VII.    Pada masa ABG VII inilah terjadi congah (Perang) Praya I.

Adapun sebab-sebab terjadinya perang Praya menurut catatan diantaranya penguasa Bali mulai dari Singasari hingga Mataram mengingkari perjanjian timur dan barat Juring. Akibatnya, wilayah kekuasaan kerajaan Arya Banjar Getas semakin berkurang. Disamping adanya fitnah yang menyebutkan Praya (Raden Wiracandra)  akan melakukan serangan ke Mataram.

Setelah terjadi beberapa kali peperangan antara Praya dengan Mataram yang dibantu para sekutunya, pada pertempuran besar di tahun  1841  Raden Wiracandra (ABG VII) berhasil dibunuh. Kematian Raden Wirancandra memadamkan congah Praya.

Berakhirnya perang Praya menandai akhir kerajaan Arya Banjar Getas.  Walau Praya masih dipimpin oleh keturunan ABG namun menjadi bawahan kerajaan Mataram. (Tamat)

Penulis adalah wartawan senior, tinggal di Ranjok Gunungsari, Lombok Barat