Terima Rombongan Studi Tiru Pemkab Bandung Barat, Kadisnakertrans Blak-blakan Seputar Masalah dan Solusi Ketenagakerjaan di NTB

Asisten 1 Kabupaten Bandung Barat, Asep Sehabudin selaku Ketua Rombongan membawa 43 orang yang terdiri dari Kepala Dinas Tenaga Kerja Kab. Bandung Barat, Drs. Hasanuddin, M.Si., Sekdis, Kabid. Hubungan Industrial, Dewan Pengupahan, Lembaga Kerjasama (LKS) Tripartit, dan APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Kab. Bandung Barat.

Dalam sambutan penerimaannya, Kadisnakertrans NTB menjelaskan gambaran singkat potensi yang ada di Provinsi NTB dan tantangan sektor ketenagakerjaan di Provinsi NTB. Sebagai salah satu Destinasi Wisata Super Prioritas, Provinsi NTB terus berkembang secara dinamis di segala sektor, tidak hanya di sektor pariwisata, tetapi juga di sektor industri. Saat ini di Pulau Sumbawa sedang dibangun industri pertambangan dan smelter. Pertumbuhan industri pertambangan ini tentunya akan diikuti oleh berbagai industri turunan.

Walaupun daerahnya kecil, Provinsi NTB merupakan pengirim PMI terbanyak ke-4 di seluruh Indonesia. Jumlah PMI NTB di luar negeri sebanyak 589.023 orang yang tersebar di 108 negara penempatan dengan 19 negara favorit. Sebanyak 16% dari angkatan kerja adalah PMI.

“Sebagai lumbung PMI, tentu saja banyak permasalahan yang terjadi. Oleh karena itu, sejak Tahun 2021 Pemprov. NTB meluncurkan Program Zero Unprosedural PMI dan berkolaborasi dengan stakeholders terkait untuk meminimalisir kasus PMI dan memberantas mafia PMI,” terang Aryadi.

Terkait jumlah pengangguran di NTB, Aryadi menyampaikan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) ada kecenderungan menurun sejak 3 tahun terakhir. Disini Disnakertrans NTB tidak bekerja sendiri, banyak pihak yang terlibat dan ekses dari Program Inovasi Pepadu Plus. Bahkan program inovasi ini diakui oleh pemerintah pusat dan berhasil meraih Penghargaan KIPP dari Kemenpan RB sebagai TOP Inovasi Terpuji Tahun 2023.

BACA JUGA:  Ini Dia 2I Besar Calon Anggota KPID NTB Periode 2021-2024

“Terkait hubungan industrial, Disnakertrans NTB terus menjalin hubungan yang baik dengan serikat pekerja. Hal terlihat sejak tahun 2023 setiap peringatan hari buruh tidak ada demo, kami merayakan dengan suka cita bersama serikat buruh,” ujarnya.

Sementara itu, Asisten 1 Pemerintahan Daerah Kabupaten Bandung Barat, Asep Sehabudin selaku ketua rombongan menyampaikan maksud kedatangannya dalam rangka mempererat hubungan dan membuka peluang untuk belajar dari pengalaman NTB dalam menangani berbagai isu ketenagakerjaan, terutama dalam mengembangkan sektor industri dan memberikan perlindungan serta kesejahteraan.”Provinsi NTB berkembang sangat cepat. Meskipun diterjang bencana dan disusul dengan pandemi. Namun tetap bisa bertahan, bahkan bisa meraih peningkatan di berbagai sektor,” ujar Asep.

Dalam sesi diskusi, ada beberapa pertanyaan yang dilontarkan dari perwakilan Dewan Pengupahan, LKS Tripartit dan APINDO, antara lain: 1. Bagaimana proses penetapan upah di NTB. 2. Jaminan sosial/ketenagakerjaan di sini seperti apa, karena seperti kita ketahui tenaga kerja butuh diperhatikan kesejahterannya. 3. Bagaimana tentang isu eksodus tenaga kerja asing di sektor pertambangan. 4. Bagaimana pemerintah merangkul para pekerja di NTB dan apakah ada Perda yang mengatur semua pekerja.

Menanggapi hal tersebut, Gede menjelaskan beberapa tantangan sektor ketenagakerjaan yang ada di Provinsi NTB, diantaranya: pertama, walaupun TPT Provinsi NTB setiap tahun terus menurun, namun terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja.

BACA JUGA:  Selain Upah Minimum, Perusahaan Juga Wajib Terapkan Skala Upah yang Produktif dan Adil

“Setiap tahun terjadi penambahan angkatan kerja baru sekitar 150.000-200.000 orang dan total jumlah angkatan kerja di NTB sebanyak 2,9 juta jiwa. Angka ini tidak sebanding dengan pertumbuhan investasi dan kesempatan kerja di NTB,” terangnya.

Isu kedua, yaitu sehubungan dengan penambahan investasi yang ada di NTB seringkali menimbulkan sedikit turbulensi terkait pemberdayaan tenaga kerja lokal. Setiap investasi seyogyanya memberikan kemanfaatan bagi masyarakat sekitar, namun tidak mungkin semua tenaga kerja lokal bisa diakomodir. Butuh penyiapan kompetensi dari sisi kompetensi SDM. Oleh karena itu, butuh kerja sama kolektif dari berbagai pihak untuk menyiapkan kompetensi, tidak bisa dari pemerintah sendiri.

“Perusahaan memiliki kewajiban untuk menyiapkan SDM, bukan hanya datang untuk memanfaatkan tetapi juga ikut menyiapkan kompetensi masyarakat agar bisa mendapatkan akses kesempatan kerja di perusahaan tersebut,” tegasnya.

Ketiga, yaitu isu eksodus penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Pemerintah daerah dalam menangani TKA hanya memiliki tugas dan fungsi kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan. Sedangkan proses perizinan ada di pemerintah pusat.

“Penggunaan TKA seringkali dipelintir. Padahal kenyataannya setiap bulan, PT AMNT dan aliansinya selalu melaporkan jumlah TKA. Sampai bulan Februari lalu, jumlah TKA di PT. AMNT dan aliansi sekitar 740 orang. Data tersebut sudah termasuk keluarganya,” ujarnya.

Keempat, terkait kesejahteraan pekerja, perusahaan harus konsen pada pengembangan usaha, memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja dengan mengedepankan asas keadilan. Begitupula dengan serikat pekerja yang harus meningkatkan kompetensinya untuk mendukung kemajuan perusahaan. pungkasnya.

BACA JUGA:  Dinilai Berprestasi, BPS Jadikan Disnakertras NTB Lokus Studi Lapang Diklat Kepemimpinan

Jaminan sosial ketenagakerkaan untuk pekerja formal sudah diatur dalam UU dan menjadi tanggungan perusahaan. Oleh karena itu, Disnakertrans NTB membuat Perda Ketenagakerjaan yang di dalamnya mengatur jaminan sosial untuk pekerja rentan.

“Tahun 2023, Disnakertrans NTB memberikan perlindungan sosial bagi 12.500 petani dan buruh tani tembakau dengan menggunakan DBHCHT. Sudah banyak perusahaan yang berpatisipasi dalam menyisihkan dana CSRnya untuk pekerja rentan,” terang Aryadi.

Kelima, terkait penetapan UMP, selama 2 tahun terakhir berjalan harmonis dengan dinamika yang kondusif. Pemerintah Daerah mendengarkan aspirasi semua pihak dan memberikan argumen berdasarkan data/ fakta dan kondisi yang akurat, sehingga bisa dimaklumi oleh semua pihak. Pemerintah harus bisa mempertemukan keinginan serikat buruh dan kondisi perusahaan. Jadi, pemerintah harus menjadi hakim yang baik.

“Semua aspirasi yang disampaikan oleh serikat pekerja dan pengusaha dituangkan dalam berita acara. Berdasarkan UU yang menentukan adalah pemerintah. Jadi kunci penepatam UMP/K ada di pemerintah,” terangnya.

Selain menetapkan UMP/K, pemerintah memiliki kepentingan yang besar untuk memastikan terwujudnya hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan. Permasalahan sering terjadi karena dipicu oleh hal-hal yang sangat sederhana. Faktor utamanya adalah kurangnya komunikasi dan keterbukaan antar pihak.

“Untuk kasus Hubungan Industrial, sejauh ini bisa diselesaikan dengan baik. Kuncinya jangan “Jaim” jaga image dan harus membangun kolaborasi dengan perusahaan dan serikat pekerja,” pungkasnya. (editorMRC)