Hampir 30% Penempatan Pekerja Migran asal NTB Bermasalah di Luar Negeri, Ini Penjelasannya!

Selama pandemi covid banyak negara penempatan tidak menerima PMI. Tahun 2021 ada 800 penempatan. Tahun 2022 penempatan pertama dimulai pada bulan Oktober hingga Desember dengan jumlah penempatan sebanyak 7.500 orang.”Pada tahun 2023, pengiriman PMI sudah berjalan normal, ada sekitar 27.700 penempatan di 18 negara penempatan dengan negara tujuan paling favorit, yaitu Malaysia, Taiwan, Hongkong, Jepang, dan sebagainya,” papar Gede Aryadi dalam paparannya sebagai narasumber pada giat Working Group Meeting Co-Finance Initiative “Pemberdayaan Sosial Ekonomi Pekerja Migran Indonesia di Nusa Tenggara Barat” yang merupakan Kerjasama antara International organization of Migration (IOM), Civil Society Organization Rumah Perempuan Migran dan Program Studi Hubungan International, Fakultas Hukum Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mataram di Aula FHISIP UNRAM, Rabu (31/01/2024).

Disebutkan, sebagai lumbung PMI, Provinsi NTB tidak lepas dari permasalahan. Pada Bulan April 2021, Disnakertrans Provinsi NTB menangani ribuan kasus PMI. Hampir 30% PMI yang ditempatkan bermasalah. Oleh karena itu, sejak tahun 2021 Pemerintah Provinsi NTB meluncurkan program Zero Unprosedural PMI.

Banyak kasus PMI terjadi karena permasalahan transisi ketentuan, dari yang awalnya menggunakan UU No. 39 Tahun 2004 dengan rekrutmen CPMI dilakukan oleh PL atau calo, menjadi UU No. 18 Tahun 2017, yang rekrutmen CPMI dilakukan oleh Petugas Antar Kerja yang ditunjuk perusahaan dan berlangsung di kota/Kab sehingga tidak ada lagi istilah PL.”Peralihan mindset dari UU No. 39/2004 ke UU No. 18/2017 ini yang harus dibangun karena masih banyak P3MI masih menggunakan UU 39/2004 sehingga banyak CPMI terjerumus oleh oknum yang mengatasnamakan PL,” himbau Aryadi.

BACA JUGA:  Masyarakat Harus Dukung Keluarga Gagah Bencana

Sejak tahun 2021, Disnakertrans lebih giat lagi melakukan edukasi, diseminasi, dan sosialisasi melibatkan Kepala desa, Satgas, babimkabtinas, dan seluruh instansi terkait tentang permasalahan CPMI ini”Saya tak bosan-bosannya mengingatkan masyarakat jangan mau direkrut oleh PL atau calo dan mengingatkan perusahaan agar jangan pernah melakukan rekrutmen tanpa izin dan job order. Tapi sayangnya sampai saat ini saja masih ada masyarakat yang terbujuk rayuan calo,” ajaknya.

Menurutnya, Kolaborasi daerah dan pusat serta antar instansi dan masyarakat sangat diperlukan sehingga kalau ada informasi kita bisa bekerja sama dengan baik. Karena menyelesaikan masalah PMI tidak bisa dilakukan sendirian.
“Harus ada kesadaran dari masyarakat,” kata Aryadi.

Ia berterimakasih kepada IOM dan UNRAM, karena menurutnya program pemberdayaan sosial ekonomi PMI ini sejalan dengan program PEPADU Plus (Pelatihan Plus Pemberdayaan Tenaga Kerja Terpadu) yang dicanangkan Disnakertrans Provinsi NTB dari tahun 2021.

BACA JUGA:  Kemenkumham NTB tak Ingin Warga NTB Sengsara

Sebagai inovator program PePADU Plus, Aryadi menjelaskan lahirnya program Inovasi Pelatihan ini, karena ingin memaksimalkan kerjasama dan kolaborasi dengan DUDI dan seluruh stakeholders untuk mempersiapkan tenaga kerja agar terserap ke dunia industri.“Sejak 2021 program ketenagakerjaan di desa dalam inovasi Pepadu Plus yang kini digencarkan Disnakertrans NTB adalah pemberdayaan PMI purna dan keluarganya. Juga penguatan skill atau manajemen produktivitas wira usaha untuk para Tenaga Kerja Mandiri (TKM) sehingga bisa mengembangkan usaha ekonomi produktif sesuai dengan potensi yang tersedia di desa,” tutupnya.

Menurut Aryadi, selama ini banyak terjadi PMI yang bekerja ke luar negeri menggunakan gajinya untuk sesuatu yang konsumtif, bukan produktif, sehingga ketika kembali ke kampung halamannya, banyak PMI purna yang kesulitan finansial karena tidak lagi punya pekerjaan dan penghasilan.”Ini yang menjadi target kita, membantu bagaimana membangun usaha secara legal. Dibuatkan akses pasarnya dan permodalan. Kalau hanya pelatihan tanpa ada kolaborasi diiringi dengan pemberdayaan dan pendampingan, maka akan sia-sia. Harus ada program terintegrasi, pendidikan dan pemberdayaannya. Baik dalam pelatihan untuk calon tenaga kerja maupun dalam hal menyiapkan PMI kita dan PMI Purna,” tutup Aryadi.

Sementara itu, Wakil Rektor IV Universitas Mataram Bapak Prof. Akmaluddin, ST., MSc(Eng)., Ph.D, dalam kesempatanya menyampaikan bahwa Unram khususnya prodi HI sangat concern tentang bagaimana PMI setelah bekerja bisa memiliki pengetahuan bisa melanjutkan hidup yang layak.”Pengelolaan finansial dan usaha keberlanjutan butuh ilmu yang terpadu. Karena itu, ada wacana bagaimana memberikan pengetahuan selagi mereka bekerja. Kami sudah kontak Kedubes Malaysia dan Singapura. Mereka siap memfasilitasi tempat untuk mengedukasi PMI yang sedang bekerja di sana,” ungkapnya.

BACA JUGA:  42 Peserta Lulus Seleksi Administrasi Calon Anggota KPID NTB, Ada Mantan Komisioner dan Praktisi Media

PMI di luar negeri bekerja terikat kontrak kerja, dan suatu saat PMI tersebut akan kembali ke Indonesia ke kampung halamannya. Karena itu, sangat penting untuk mengedukasi mereka agar ketika mereka kembali gaji mereka tidak habis begitu saja dan mereka bisa siap menghidupi keluarga dan diri mereka sendiri dengan lebih baik sebelum mereka menjadi migran, pungkasnya.

Sementara itu, Perwakilan dari Rumah Perempuan Migran sekaligus Ketua Panitia Mega Nisfa Makhroja mengungkapkan bahwa kerja sama dengan IOM ini berlangsung selama 6 bulan dengan 3 program utama yaitu Program P2P Landing yang fokus di Lobar, Program Pendampingan PMI Purna binaan yang bekerjasama dengan perbankan, dan program aplikasi yang akan membantu calon PMI dan keluarga CPMI untuk mengedukasi mereka tentang isu isu PMI.”Harapan kami apa yang kami lakukan bisa berkontribusi sehingga dapat mengurangi dampak negatif kasus PMI di NTB,” ujarnya. (editorMRC)