Angkatan Kerja di NTB Tembus 2,80 Juta Orang

MATARAMRADIO.COM – Berdasarkan data BPS pada Agustus 2022, jumlah angkatan kerja di NTB sebanyak 2,80 juta orang dengan penduduk yang bekerja sebanyak 2,72 juta orang. Dari angka tersebut, yang menjadi pekerja penuh waktu sebanyak 1,6 juta orang dan yang mendapat perlindungan jamsostek baru 22,69% atau 365.177 orang.

Demikian diungkapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H dihadapan Pejabat Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan dan jajaran pejabat BPJS Ketenagakerjaan NTB di Hotel Aston Inn, Kamis (22/6/2023).

Menurutnya, jumlah tenaga kerja formal sebanyak 550.898 orang dengan yang mendapat jamsostek baru 51,84% atau 285.564 orang. Sementara jumlah tenaga kerja informal sebanyak 1.058.473 orang dengan yang telah mendapatkan perlindungan jamsostek baru 7,52% atay 79.613 orang. Artinya sebagian besar pekerja di sektor informal belum mendapat perlindungan jamsostek.”Pekerja informal seperti petani, pedagang, yang modalnya banyak dari KUR masih banyak yang belum mendapatkan perlindungan. Ini PR besar untuk kita, karena ketiadaan perlindungan sosial bagi tenaga kerja merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya masalah turunan lainnya, seperti kemiskinan ekstrem, kondisi sosial budaya, keamanan, dll,” tegas Aryadi.

BACA JUGA:  ICLEI Siap Bantu Masyarakat Manfaatkan Energi Terbarukan

Oleh karena itu, sejak tahun 2022 lalu, Pemprov. NTB melalui Disnakertrans NTB memiliki program perlindungan sosial untuk 10.000 petani dan buruh tani tembakau dengan menggunakan anggaran DBHCHT. Bahkan untuk tahun 2023 ini ada penambahan menjadi 12.500 petani dan buruh tani tembakau.”Semua pihak harus mengambil peran untuk mewujudkan perlindungan sosial bagi seluruh pekerja baik di sektor formal dan informal, dengan harapan ini dapat mengurangi masyarakat miskin sehingga pada akhirnya tenaga kerja kita memiliki simpanan untuk ditabung di lembaga keuangan dan menjadi perputaran ekonomi daerah,” tutur Mantan Kadis Kominfotik NTB tersebut.

BACA JUGA:  Peserta Magang Kerja Jepang Diminta Tunjukkan Jati Diri NTB yang Bertalenta

Lebih lanjut, Aryadi menambahkan perlu ada kegiatan evaluasi terkait regulasi yang ada apakah sudah cukup memadai untuk melakukan aksi nyata dan membuat program-program realistik yang mampu menjawab permasalahan.

Saat ini ada beberapa PR yang menjadi atensi kita bersama, pertama terus mengawal sampai disahkannya Perda tentang Ketenagakerjaan yang  dalamnya mencakup tentang perlindungan bagi pekerja informal dan masyarakat bukan penerima upah.

Kedua meskipun sudah ada regulasi bagi pekerja formal tapi masih ada perusahaan atau pemberi kerja yang nakal yang tidak melakukan fungsi dan tugasnya dengan baik sehingga perlu pembinaan dan pengawasan oleh pengawas ketenagakerjaan.”Kalau kita ingin menegakkan hukum, maka kita harus melakukan pembinaan terlebih dahulu sebagai langkah-langkah preventif. Tahun ini kami fokus pada langkah preventif seperti pembinaan dan pendampingan, tapi jika masih juga melakukan pelanggaran, maka baru kita tindak secara hukum,” ucap Gede.

BACA JUGA:  10 Putra Aceh Ikuti Pendidikan Pelatihan Vokasi Pariwisata di NTB

Ketiga, ada juga pekerja yang sudah terlindungi jaminan sosial tetapi terdaftarnya di luar daerah sehingga pajaknya dibayar di luar daerah.”Penyebabnya karena kita tidak memiliki data yang akurat. Padahal ini masalah penting karena terkait instrument pembentukan DAU yang mempengaruhi pendapatan daerah, jelas ini merugikan daerah kita secara ekonomi. Karena itu tolong lakukan pendataan secara akurat” imbau Gede.

Menurut Gede, selain masalah data, masih banyak hal permasalahan yang harus diselesaikan. Contohnya kasus terakhir PMI yang meninggal di Arab Saudi dan keluarganya meminta agar asuransinya dicairkan.”Kita harus pelajari bagaimana regulasinya.Jika regulasinya sulit, maka kita harus mencari cara bagaimana agar regulasinya jadi mudah,” pungkas Gede. (EditorMRC)