Tokoh Agama dan Tokoh Adar Berperan Cegah Pernikahan Anak

“Banyak masyarakat dengan dalih agama dan adat menikahkan anaknya meski belum dewasa. Disinilah, peran tokoh agama dan tokoh adat diperlukan,” jelasnya usai dialog Dilematik Dispensasi Kawin dalam Perkawinan Anak di NTB, Rabu (20/3/24).

BACA JUGA:  Gubernur Minta ASN Fokus Bekerja


Menurut Erni, pemerintah daerah sudah banyak mengeluarkan regulasi terkait pencegahan pernikahan anak,


Saat ini, Erni sudah ada Perda yang mengatur tentang pernikahan anak termasuk Pergub, Perbup dan Perdes. Tapi, tidak semua paham termasuk kepala dusun.


“Padahal, kepala dusun berperan dalam sejati selabar saat prosesi adat merarik,” katanya.


Karena itu, tokoh agama dan tokoh adat memiliki peran mengedukasi masyarakat, bagaimana adat dan agama memandang perkawinan anak.

BACA JUGA:  Program Magang Jepang Makin Populer di NTB, Menaker Ida Fauziyah Ingatkan Ini!


“Kalau dilihat dari pakem merarik, adat tidak mendukung terjadinya perkawinan anak,” katanya.


Ini bisa dilihat dari syarat, bahwa seorang anak perempuan baru diperkenankan menikah saat sudah menyelesaikan 144 kain yang ditenun sendiri.


Jika dikonversi, maka seorang anak perempuan baru bisa menikah ketika berumur sekitar 20 tahun.


“Itu sesuai paparan tokoh adat dari Majelis Adat Sasak,, Raden Mohamad Rais,” katanya.

BACA JUGA:  Gubernur NTB Mendorong Inovasi Baru Untuk Tingkatkan Daya Saing Daerah


Disisi lain, kata Erni dengan tidak terjadinya pernikahan anak maka akan dapat mencegah terjadinya kasus stunting.


“Ini juga akan berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia (IPM),” katanya. (MRC03)