Adakah Pilihan lain, Selain Kenaikan Pajak?    


Pandemi Covid-19 merupakan kejadian luar biasa (extraordinary) pada abad ini yang telah mempengaruhi semua dimensi kehidupan mulai dari kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi, dan keuangan. Organisasi kesehatan dunia WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemi pada tanggal 11 Maret 2020.

Akibat pandemi Covid-19 ini perekonomian dunia termasuk Indonesia mengalami krisis. Merujuk data BPS (2021) di tengah pendemi Covid-19, perekonomian nasional pada tahun 2020 tumbuh negatif (-2,07 persen). Hingga kuartal pertama tahun 2021 perekonomian nasional masih belum pulih dengan pertumbuhan negatif (-0,74 persen).       

BACA JUGA:  Simalakama Belajar Daring: Antara Harapan dan Kenyataan

      
       Covid-19 juga berdampak terhadap penerimaan negara. Berdasarkan laporan Bappenas (2020) bahwa penerimaan pajak pada semester pertama tahun 2020 tumbuh negatif (-12 persen), sedangkan kepabeanan dan cukai tumbuh positif 8,8 persen namun melambat dan realisasi penerimaan negara bukan pajak mengalami pertumbuhan negatif (-11,8 persen). Disisi lain, realisasi defisit APBN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada semester 1 tahun 2020 mencapai negatif (-1,57 persen) dan prognosis semester kedua tahun 2020 melebar menjadi negatif (-4,76 persen). Kemudian rencana yang dipilih oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaaan negara adalah kenaikan pajak yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 13 barang-jasa. 

BACA JUGA:  Gubernur Minta Masyarakat Tetap Produktif


       Kini perekonomian nasional masih belum pulih (recovery) dan daya beli masyarakat pun belum pulih, sehingga PPN tersebut tampaknya belum memungkinkan untuk diimplementasikan. Kalaupun terpaksa untuk diimplementasikan, maka dua item dari dari 13 barang-jasa tersebut hendaknya tidak dikenakan PPN yakni barang kebutuhan pokok atau sembako dan jasa pendidikan, sehingga tersisa hanya 11 barang-jasa kena pajak. Kalaupun barang dan jasa lainnya dari 13 barang-jasa kena pajak seperti jasa angkutan umum darat, air, serta jasa angkutan udara inipun tidak akan efektif karena merujuk pada data BPS (2021) justru sektor transportasi dan pergudangan tumbuh negatif (-15,04 persen). Oleh karena itu, pilihannya adalah tidak hanya mengandalkan penerimaan negara dari pajak, melainkan juga pos-pos lain di luar pajak seperti kepabeanan dan cukai serta penerimaan bukan pajak. (Tim Weekend Editorial)                                                  

BACA JUGA:  Warga Kiantar dan Tuanga SumbawaTerima Sembako
>