Kalkulasi Kenaikan Harga BBM   

Pemerintah per 3 September 2022 telah mengambil kebijakan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yaitu pertalite semula Rp.7.650 per liter menjadi Rp.10.000 per liter dan solar semula Rp.5.150 per liter menjadi Rp.6.800 per liter kemudian pertamax nonsubsidi semula Rp.12.500 per liter menjadi Rp.14.500 per liter. Tentu pemerintah telah melakukan kalkulasi secara rasional, sehingga mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBM tersebut. Tulisan kali ini membahas kalkulasi kenaikan harga BBM.   

Sejak tahun 2008 Indonesia tidak lagi sebagai negara pengekspor minyak, tetapi sebagai “net importer” yang secara otomatis mengakibatkan kenaikan harga minyak dunia akan meningkatkan anggaran untuk mengimpor minyak tanpa disertai pemasukan dari adanya “windfall profit”. Dalam APBN 2022 subsidi energi termasuk BBM dipatok Rp.134 triliun dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (“Indonesian Crude Price/ICP”) USD 63 per barel (Shinta Andini, Maret 2022). Subsidi dan kompensasi BBM pada tiga tahun sebelumnya yakni sebesar Rp.144,4 triliun pada tahun 2019 kemudian Rp.199, 9 triliun pada tahun 2020 dan Rp.188,3 triliun pada tahun 2021.            

BACA JUGA:  Selamat Datang New Normal

      Kondisi geopolitik yakni perang antara Rusia dan Ukraina menyebabkan kenaikan harga minyak dunia. Selain itu, masalah logistik di Kazakhstan dan masalah politik di Uni Emirat Arab (UEA) juga turut berpengaruh. Setiap kali ada perang harga minyak dunia pun mengalami kenaikan drastis seperti perang Arab dan Israel  pada tahun 1973 dan perang Irak-Iran pada tahun 1981 (Listiyanto, 2008). Perang antara Rusia dan Ukraina menyebabkan ICP jauh melenceng diatas asumsi yang telah dipatok dalam APBN 2022. Pada Februari 2022, ICP mencapai USD 95,72 per barel kemudian pada Maret 2022 naik menjadi USD 113,50 per barel dan naik lagi mencapai USD 117,62 per barel pada Juni 2022. Kenaikan ICP akibat perang Rusia dan Ukraina menyebabkan terkoreksinya kalkulasi subsidi dan kompensasi energi termasuk BBM dalam APBN 2022. Dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 jumlahnya mencapai tiga kali lipat yakni semula dari Rp.152,5 triliun menjadi Rp.502,4 triliun dengan rata-rata ICP USD 105 per barel pada kurs Rp.14.700 per USD.              

      JP Morgan memiliki pandangan bahwa harga minyak bisa mencapai USD 185 per barel pada akhir tahun 2022 jika perang Rusia dan Ukraina masih berlangsung. Disisi lain, Bank Dunia (April 2022) dalam laporannya “Commodity Markets Outlook” memprediksi harga minyak mentah Brent naik dari 70,4 USD pada tahun 2021 menjadi USD 100 pada tahun 2022. Kalaupun rata-rata satu tahun ICP mencapai USD 99 per barel, maka subsidi dan kompensasi energi termasuk BBM bisa mencapai Rp.653 triliun. Jika rata-rata satu tahun ICP turun hingga USD 85 per barel pada Desember 2022, subsidi dan kompensasi energi termasuk BBM bisa mencapai Rp.640 triliun. Kalkulasi ini menggambarkan “begitu beratnya” beban APBN 2022 akibat kenaikan ICP yang disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina. Atas dasar kalkulasi itu pula pemerintah mengambil kebijakan rasional dengan menaikkan harga BBM.                                                    

BACA JUGA:  Emak Caca Tersangka

      Kenaikan harga BBM berdampak terhadap tergerusnya daya beli masyarakat akibat inflasi. Untuk mengatasi dampak kenaikan BBM tersebut, pemerintah memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 20,65 juta keluarga kurang mampu (miskin) sebesar Rp.150 ribu per bulan pada bulan September selama 4 bulan. Anggaran sebesar Rp.9,6 triliun juga dialokasikan bagi 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp.3,5 juta per bulan dalam bentuk subsidi upah diberikan sebesar Rp.600 ribu. Selama ini hanya 25 persen masyarakat tidak mampu yang menikmati subsidi solar dan pertalite dan sebagian besar (75 persen) dinikmati oleh masyarakat yang tergolong mampu.            

BACA JUGA:  Antisipasi Dampak Korona, Gubernur NTB Ajak Pemda Berdayakan Pengusaha Lokal