MATARAMRADIO.COM –  Belum banyak desa di Nusa Tenggara Barat yang membuka diri untuk memberikan layanan informasi publik berkaitan dengan pelaksanaan program dan anggaran. Nah, Desa Genggelang Lombok Utara merupakan salah satu desa yang dinilai berhasil menjadi Pelopor Keterbukaan Informasi Publik.

Hal tersebut diakui Ketua Komisi Informasi NTB Hendriadi yang baru-baru ini melakukan monitoring ke desa setempat”Kami apresiasi kerja keras Pak Kades Al Maududi dan perangkatnya,”kata Hendriadi kepada mataramradio.com, Jumat (28/2).

Menurut Hendriadi, sosok aktivis  Desa Genggelang bernama  Al Maududi memang diketahuinya telah berjuang membangun keterbukaan informasi publik di kampung halamannya sejak 8 tahun silam, hingga akhirnya terpilih menjadi Kepala Desa setempat.

Hendriadi, Ketua Komisi Informasi NTB I Foto: Koleksi Pribadi

Disebutkan, pada tahun 2012, tepatnya 8 tahun lalu, Al Maududi, Pemuda Desa ini mulai memperjuangkan Keterbukaan Informasi di Lombok Utara bersama Pusat Telaah Informasi Regional (PATTIRO). Desember 2019 Dodi, demikian panggilan akrabnya terpilih sebagai Kepala Desa Genggelang Kabupaten Lombok Utara dengan dukungan 2700 Suara.”Tidak ada yang berubah darinya, Ia tetap menggaungkan semangat transparansi atau keterbukaan informasi,”sebutnya.

Pada Rabu, 26 Februari 2020 lalu,jelas Hendriadi, Tim Komisi Informasi NTB diundang memfasilitasi pembentukan PPID desa sekaligus sosialisasi KIP ke perangkat desa dan masyarakatnya. Beberapa diantaranya juga mahasiswa dan kepala dusun.

Dalam pertemuan itu, kata Hendriadi, Kades Genggelang menceritakan banyak hal tentang kiprahnya mendorong keterbukaan informasi publik.  “Meski pernah jadi fasilitator KIP, pernah jadi calon komisioner KI, pernah menjadi pemohon PSI di Komisi Informasi dan sekarang jadi Pimpinan Badan Publik Desa. Ada satu yang tidak berubah, sikap saya untuk mendorong transparansi masih seperti yang dulu, dan saya ingin memulai dari desa yang saya pimpin,”kata Kades yang akrab dipanggil Dodi ini di  hadapan komisioner KI NTB dan peserta sosialisasi keterbukaan informasi publik.

BACA JUGA:  Iin Husni: Penyiar atau MC, Sama Enaknya!

Kades menambahkan, Kehadiran Hendriadi, Ketua Komisi Informasi Provinsi NTB bersama Ajeng Roslinda, Komisioner Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi dan sekretariat dia harapkan memberi tambahan amunisi keterbukaan informasi publik di Desanya. Ia tidak ingin terjadi sumbatan informasi di kantor desanya lalu berujung sengketa informasi di Komisi Informasi Provinsi NTB.

Ajeng Roslinda SPt, Komisioner KI NTB ketika memberikan materi seputar keterbukaan informasi publik bagi aparat Desa Genggelang belum lama ini I Foto : Dok KI NTB

Sebagai orang yang sudah lama bergelut dalam dunia sosial kemasyarakatan, rasanya tidak perlu penjelasan panjang dan bungkusan teori untuk melihat komitmennya. Dalam pertemuan itu Hendriadi, Ketua Komisi  Informasi Provinsi NTB menekankan bagaimana UU KIP bekerja, dan peran serta fungsi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Ia juga menegaskan perlunya aparat desa memahami visi transparansi kepala desanya  dengan baik, agar detail tehnis pelaksanaan UU KIP dapat dijalankan dengan cepat, tepat dan mudah.

Selain itu, ia menambahkan pentingnya kolaborasi. Untuk membumikan KIP di desa, tidak cukup hanya komitmen kades. Ia butuh kesamaan pandang dan dukungan seluruh perangkat desanya. Muaranya nanti adalah terciptanya masyarakat desa yang melek informasi dan badan publik desa yang bersih serta melayani.

Acara yang berlangsung di Aula Kantor Desa itu tampak begitu hidup dan semarak dengan kehadiran  7 perangkat desa, 10 kepala dusun, beberapa pemuda dan mahasiswa. Sepertinya sebagian besar punya keinginan yang sama yakni agar pemerintah desa menjadi badan publik yang transparan, bersih dan melayani.

BACA JUGA:  NTB Memasuki Industrialisasi Produk Kehutanan

Kendati demikian, sikap kritis harus tetap dipelihara, sebab betapapun bersihnya suatu pemerintahan jika tidak diawasi dan dibiarkan berjalan sendirian bisa jadi tersesat atau masuk jurang korupsi. Karenanya masyarakat juga harus melek informasi agar dengan demikian bisa mengawal pemerintahan desa dengan baik dan konsisten.

Sementara itu Ajeng Roslinda, memaparkan materi terkait sengketa informasi publik. Penting bagi badan publik desa dan masyarakat desa memahami prosedur penyelesaian sengketa informasi publik dengan baik agar terpenuhi hak masyarakat atas informasi. Selain itu badan publik desa dan pemohon informasi bisa menempuh jalan yang lebih sederhana misalnya melalui proses musyawarah mufakat. tidak mesti langsung ke Komisi Informasi. “Sebab kalau ke kantor KI NTB, selain jauh, juga mahal ongkos transportnya”, selorohnya. Ajeng menambahkan, jika PPID desa memahami tugas dan fungsinya dengan baik, ia yakin sengketa informasi antara pemohon dengan Pemerintah Desa dapat diminimalisir.

Ya, Dodi ditengah kesibukannya menyelesaikan masalah warga, meyakini, dengan ikhtiar ini masalah yang muncul terkait pembangunan desa bisa diselesaikan dengan cepat. “Saya tidak ingin gara gara ada warga yang ingin tahu besaran dana desa, kita bersengketa di KI”, pintanya. Karenanya ia berkeinginan keras desanya jadi pionir dalam pelayanan informasi publik

BACA JUGA:  Bakar Tirai Terancam 12 Tahun Penjara

Tapi menurut Hendriadi, kerja-kerja membumikan KIP tidak mudah. Masih perlu langkah yang panjang agar semua indikator Desa Benderang (terbuka) terpenuhi. Sosialisasi KIP dan Pembentukan PPID Desa ini baru langkah pertama. “Kita doakan saja semoga Dodi, Kades Pejuang Transparansi ini istikomah di jalan lempang keterbukaan informasi publik,”sebutnya.

Kendala Implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik

Hendriadi juga mengungkapkan, selain Desa Genggelang, ada dua desa lagi dari 16 desa percontohan yang dinilai berhasil menjadi pelopor keterbukaan informasi publik di Nusa Tenggara Barat yakni Desa Uma Beringin Kabupaten Sumbawa dan Desa Montong Gamang Lombok Tengah.”Ya desa-desa ini cukup bagus layanan informasi publiknya,”sebut Hendri seraya menambahkan dari 16 desa model tersebut sejauh ini belum ada sengketa informasi yang masuk ke Komisi Informasi.

Namun demikian, kata Hendri, untuk urusan layanan informasi, desa model tersebut masih  harus membenahi beberapa hal seperti SOP layanan, laporan layanan, daftar informasi yang diperbaharui maupun publikasi informasi melalui website atau layanan dalam jaringan (daring) yang masih minim.”Kami tetap melakukan pendampingan berkala. Juga berkoordinasi dengan kabupaten Kota untuk keberlanjutan pembinaan dan dukungan pelatihan,”ujarnya.

Menyinggung kendala implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi publik di daerah, Hendriadi menyebutkan bahwa badan publik di daerah masih minim menyampaikan informasi publik. Bahkan dia mengakui pula banyak BUMD yang tidak paham dengan kewajiban menyediakan informasi publik.”Kita akui minimnya komitmen badan publik, anggaran dan kapasitas sumberdaya PPID dan sarana layanan informasi yang masih terbatas itu,”sebutnya seraya menambahkan dari sisi regulasi di daerah sudah cukup memadai seperti ketersediaan Peraturan Bupati dan dan Peraturan Walikota yang mendukung pelaksanaan keterbukaan informasi publik di kabupaten kota se-NTB.”Tinggal kita dorong setiap desa membuat Peraturan Desa atau Perdes Keterbukaan Informasi Publik,”imbuhnya. (MRC-01)