Merdeka di Fisik Terjajah di Jiwa

17  Agustus 2020 menjadi tonggak dalam kemerdekaan indonesia. 75 tahun sudah Indonesia terlepas dari kekuasaan Belanda dan Jepang. Merdeka, inilah gaung yang menyelusup di sela keheningan siang. Namun, bila kita mau menelisik lebih dalam, masih banyak hal yang harus diperhatikan.

Di masa pemerintahan Hindia Belanda dan Nipon, akses kehidupan menjadi potret hitam. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, penduduk pribumi harus berjuang ekstra. Belum lagi, penghormatan secara berlebih. Saat bala tentara Nipon lewat, pribumi harus membungkukkan badan bila tidak ingin di pukul.

BACA JUGA:  Kapolda NTB Genjot Program Kampung Sehat

Melihat potret masa kini pun, masih ada sebagian potret hitam. Masih ada para ‘penguasa’ yang ingin dihormati padahal hakiki sebuah kekuasaan tidak lebih dari melayani dan memudahkan kesulitan yang dialami warganya.

Dalam pemerintah skala kecil, katakanlah pemerintahan desa. Perangkat desa mulai dari kepala desa hingga jajaran dibawahnya harus membuka diri seluasnya untuk menerima keluhan, kritikan juga pandangan yang berbeda dari warganya selama apa yang diungkapkannya untuk membangun. Namun, untuk bisa menerima itu, yang utama dan terutama singkirkan keegoan. Bila keegoan sudah bisa dikendalikan maka apapun pandangan yang terlontar dari warga akan dipandang sebagai sebuah wacana yang perlu ditelusiri dan dikembangkan, sekalipun pandangan itu menyakitkan.

BACA JUGA:  Kontribusi PDRB Sektor Pertanian,Perikanan dan Kehutanan  Dalam RPJMD NTB 2019-2023    

Sebagai misal, mari kita melirik pola pendidikan yang dikembangkan negeri ini. Pola pendidikan yang dikembangkan hendaknya tidak menghilangkan ciri khas dari pola pendidikan yang dibangunnya. Kalau ini sampai terjadi,  tidak ada warna yang bisa menjadikan perbedaan itu indah. Bukankah karena perbedaan itu sesuatu menjadi indah, selama selaras sejalan sesuai fungsinya. Bukankah Bhinneka tunggal ika juga mempersatukan yang berbeda dan menjadi indah.

BACA JUGA:  HUT RI ke 75, NTB Luncurkan Produk

Memasuki 75 tahun Indonesia terlepas dari belenggu kekuasaan lain, tentu banyak perbedaan. Namun, janganlah perbedaan itu yang ditonjolkan. Tapi,  jika  itu yang masih menjadi masalah, segeralah koreksi diri, Benarkah Kita sudah merdeka?

Mungkin benar fisik kita sudah terlepas dari belenggu tapi jiwa kita masih terjajah oleh keegoan. Waspadalah! (Editor MRC)