Gini Ratio digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan penduduk. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0 (pemerataan sempurna) hingga 1 (ketimpangan sempurna).
Jika nilai Gini Ratio sama dengan 0 (nol) atau pemeratan sempurna, maka semua orang memiliki pendapatan yang sama. Jika nilai Gini Ratio sama dengan 1 (satu) atau ketimpangan sempurna, maka semua pendapatan hanya dimiliki oleh satu orang.
Gini Ratio ini dikemukakan oleh ahli statistik asal Italia melalui publikasi ilmiahnya dalam bahasa Italia pada tahun 1912 dengan judul “Variabilitȧ e mutabilitȧ” dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia yakni variabilitas dan mutabilitas.
Disisi lain, jika nilai Gini Ratio makin mendekati 1 (satu); maka distribusi pendapatan penduduk dinyatakan makin timpang. Sebaliknya, jika nilai Gini Ratio makin mendekati 0 (nol), maka distribusi pendapatan penduduk dinyatakan semakin merata. Harry T. Oshima membagi ketimpangan pendapatan penduduk kedalam tiga kategori, yaitu: “rendah” dengan nilai Gini Ratio kurang dari 3; “sedang” dengan nilai Gini Ratio antara 3 hingga 5 dan “tinggi” dengan nilai Gini Ratio lebih dari 5.
Berikut ditampilkan nilai Gini Ratio Provinsi NTB 2019-2020 pada semester pertama berdasarkan data BPS (2021) yang dipublikasikan pada tanggal 18 Februari 2021. Pada tahun 2019 nilai Gini Ratio NTB mencapai 0,380 kemudian mengalami penurunan menjadi 0,376 pada tahun 2020. Penurunan nilai Gini Ratio ini mengindikasikan distribusi pendapatan penduduk NTB yang makin merata. Disisi lain, BPS (2021) juga menampilkan nilai Gini Ratio wilayah perkotaan dan pedesaan di NTB.
Nilai Gini Ratio di perkotaan pada tahun 2019 sebesar 0,401 kemudian turun menjadi 0,403 pada Potret Gini Ratio NTB 2019-2020
Gini Ratio digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan penduduk. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0 (pemerataan sempurna) hingga 1 (ketimpangan sempurna). Jika nilai Gini Ratio sama dengan 0 (nol) atau pemeratan sempurna, maka semua orang memiliki pendapatan yang sama. Jika nilai Gini Ratio sama dengan 1 (satu) atau ketimpangan sempurna, maka semua pendapatan hanya dimiliki oleh satu orang. Gini Ratio ini dikemukakan oleh ahli statistik asal Italia melalui publikasi ilmiahnya dalam bahasa Italia pada tahun 1912 dengan judul “Variabilitȧ e mutabilitȧ” dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia yakni variabilitas dan mutabilitas.
Disisi lain, jika nilai Gini Ratio makin mendekati 1 (satu); maka distribusi pendapatan penduduk dinyatakan makin timpang. Sebaliknya, jika nilai Gini Ratio makin mendekati 0 (nol), maka distribusi pendapatan penduduk dinyatakan semakin merata. Harry T. Oshima membagi ketimpangan pendapatan penduduk kedalam tiga kategori, yaitu: “rendah” dengan nilai Gini Ratio kurang dari 3; “sedang” dengan nilai Gini Ratio antara 3 hingga 5 dan “tinggi” dengan nilai Gini Ratio lebih dari 5.
Berikut ditampilkan nilai Gini Ratio Provinsi NTB 2019-2020 pada semester pertama berdasarkan data BPS (2021) yang dipublikasikan pada tanggal 18 Februari 2021. Pada tahun 2019 nilai Gini Ratio NTB mencapai 0,380 kemudian mengalami penurunan menjadi 0,376 pada tahun 2020. Penurunan nilai Gini Ratio ini mengindikasikan distribusi pendapatan penduduk NTB yang makin merata. Disisi lain, BPS (2021) juga menampilkan nilai Gini Ratio wilayah perkotaan dan pedesaan di NTB.
Nilai Gini Ratio di perkotaan pada tahun 2019 sebesar 0,401 kemudian turun menjadi 0,403 pada tahun 2020. Nilai Gini Ratio di pedesaan juga mengalami penurunan semula dari 0,340 pada tahun 2019 menjadi 0,337 pada tahun 2020. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak hanya distribusi pendapatan penduduk perkotaan yang makin merata, melainkan juga penduduk perdesaan. Namun nilai Gini Ratio perkotaan baik pada tahun 2019 maupun 2020 lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Artinya, distribusi pendapatan penduduk di pedesaan lebih merata dibandingkan perkotaan. Secara keseluruhan baik pada tahun 2019 maupun 2020 ketimpangan pendapatan penduduk di NTB tergolong dalam kategori “sedang”. (Weekend Editorial)