MATARAMRADIO.COM, Mataram – Seorang penulis dan pegiat media sosial Adam Gotar Parra atau akrab disapa Jhon Hara mengunggah statusnya yang berisi hasil survei tentang respons publik mengenai ucapan selamat berpuasa yang disampaikan para pejabat dan politisi melalui radio siaran.
Disebutkan, berdasarkan hasil survei, warga Lombok Neg. Sebanyak 99% warga Lombok merasa neg dengan ucapan “selamat berbuka puasa” dari para politisi dan pejabat di radio. Dari 100 warga yang dihubungi secara random, semua menunjukkan kesan sama: kurang suka. Malah ada yang menyebutnya para “kecepret“. “Satu-satunya yang mereka tunggu adalah suara azan!,”demikian tulis Adam Gottar Para di akun facebook pribadinya, Kamis (6/5) lalu.
Karuan saja, status Jhon Hara ini menuai polemik dan memancing beragam komentar dan tanggapan dari warga dunia maya. Ada yang menghubungkan status Jhon Hara itu berkaitan dengan program puasa Ramadhan yang disiarkan RRI Mataram terutama satu jam menjelang berbuka puasa dan menjelang Imsakiyah.
Beberapa warganet pun mempertanyakan validitas hasil survei yang dirilis Jhon Hara sang seniman dan penulis itu. Bahkan Pakar Komunikasi UIN Mataram DR Kadri M Saleh ikut angkat bicara.
Menurut DR Kadri, tradisi memberi ucapan selamat berpuasa oleh sejumlah pihak melalui siaran RRI Mataram sudah lama dan menjadi tradisi.“Artinya RRI mungkin menilai àcara yg menjadi rangkaian program Ramadhan tersebut masih disukai oleh masyarakat,”ulasnya.
Tapi menurut DR Kadri, RRI harus rutin memperbarui survei respon pendengar terkait program Ramadhan. Karena selera publik selalu dinamis dengan segmentasi pendengar yang beragam. “Program jelang berbuka puasa di RRI merupakan program dengan rating pendengar tertinggi. Apalagi menjadi referensi bagi kaum muslimin untuk menentukan waktu berbuka puasa. Maka tidak heran bila banyak pihak yang punya kepentingan dengan program itu,”jelasnya memberi alasan.
Dia juga menilai ucapan selamat dari tokoh harus dilihat sebagai keinginan mereka untuk menyapa masyarakat lewat àcara yang memiliki rating tinggi. Apalagi ucapannya berisi do’a.”Di samping itu saya melihat àcara itu sebagai ajang bisnis media juga. Dan ini wajar. Media menyiapkan àcara yang bagus berating tinggi, banyak yang mau manfaatkan, maka media dapat point ekonomi dari itu. Hukum bisnis media seperti itu siklusnya,”papar DR Kadri.
Dia juga kurang sependapat dengan pandangan yang menyebut program ucapan puasa itu sebagai ajang berbuat riak atau ajang pamer bagi kalangan pejabat atau politisi yang selama ini banyak memanfaatkan slot waktu yang disiapkan media untuk memberi ucapan selamat termasuk di RRI Mataram.” Kita harus selalu berpositif thinking. Kan yang di media luar ruang juga ada ucapan selamat Ramadhan dan lain-lain,”imbuhnya seraya menambahkan hal tersebut sebagai kekhasan yang dimiliki radio siaran.
Dikatakannya, masyarakat harus dibiasakan untuk berpikir positif. Apalagi saat pendengar sedang berpuasa. Jangan sampai mengurangi nilai puasa karena jengkel apalagi muak dengan hal-hal tersebut. “Masyarakat juga harus bijak memahami program radio seperti ini. Karena saat jelang berbuka dan imsyak itulah waktu prime time bagi radio termasuk RRI untuk mendapat manfaat ekonomi dari programnya,”tandasnya. (EditorMRC)
foto utama: Dua penyiar Radio sedang on air/foto: Google image