Buruh Ditengah Pandemi

May Day atau Hari Buruh yang biasa diperingati setiap tanggal 1 Mei, menjadi momentum merefleksikan diri nasib parah buruh.

Perjuangan buruh untuk mendapatkan hak-haknya sebenarnya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan atau peraturan sejenis lainnya.

Namun, tuntutan kebutuhan hidup tidak sejalan seiring dengan hak yang diterima buruh. Buntutnya, buruh mengalami kekurangan finansial yang berefek pada sisi kehidupan lainnya.
Bagi mereka yang masih bisa memanfaatkan waktunya di sela menjadi buruh, tentu tambahan finansial bisa menjadi penopang kehidupannya. Namun, yang tidak bisa memanfaatkanya, tentu upah menjadi buruh yang harus diolah agar bisa mencukupi. Walau secara matematis, belum tentu mencukupi.
Inilah problem yang terus dihadapi buruh, baik buruh yang secara resmi terdaftar di catatan pemerintah maupun buruh ilegal.
Memang, pemerintah telah berupaya agar nasib buruh semakin membaik. Tapi persoalan buruh bukan hanya penghasilan, ada persoalan psikososial dan persoalan lain yang membelitnya.

BACA JUGA:  HUT NTB di Tengah Siaga Bencana


Dimasa pandemi Covid 19 ini, persoalan buruh tidak semakin ringan. Selain berhadapan dengan penghasilan minim juga rentan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini tak bisa dipungkiri, karena pandemi juga ‘melumpuhkan’ sendi ekonomi.
Berbagai persoalan yang membelit buruh, menjadi catatan penting baik bagi pemerintah atau diri pribadi buruh.
Disini, pemerintah harus mampu melindungi buruh dengan kekuasaannya agar nasib burih semakin baik. Dan buruh sendiri harus bisa menempatkan dirinya, menjadi buruh yang tidak gampang oleng oleh gelombang kehidupan.
Buruh jangan mengandalkan perubahan nasibnya digantungkan kepada pemerintah atau pemilik perusahaan, sebab itu hanya menambah rasa kecewa. So pasti, karena tidak semua tuntutannya akan bisa dipenuhi. Tapi jika buruh menggantungkan nasibnya kepada sang pemilik kehidupan disertai usaha maksimal, yakin perubahan akan bisa diraih. Hanya tinggal menunggu waktu, kapan hal itu terwujud
Sebab itu, jadilah buruh yang bisa menentukan arah kehidupannya seiring keinginan sang pemilik hidup. Karena itu jalan terbaik untuk mencapai perubahan, baik jasmani maupun rohani. Semoga, Salam. (Tim Weekend Editorial)

BACA JUGA:  Pancasila Lahir, Menabur Sifat Kasih Sayang dalam Kehidupan