KPID dan Masa Depan Penyiaran NTB: Sebuah Refleksi!

Dalam laporannya, Ketua KPID NTB Ajeng Roslinda Motimori mengungkapkan sedikitnya ada 21 lembaga penyiaran di NTB tidak lagi bersiaran. Sayang tidak disebutkan detailnya, tapi saya yakin, selain didominasi oleh radio, maka beberapa stasiun TV juga menambah daftar lembaga penyiaran yang terpaksa tutup siaran.

Namun saya sangat yakin, sebagian besar pengelola siaran radio di NTB ini memang mendirikan radio siaran, salah satunya disebabkan oleh hobby pemiliknya yang memang senang mendengarkan siaran radio. Lambat laun dari hobby itulah kemudian tumbuh menjadi lembaga penyiaran dengan status swasta atau komunitas.

Mengingat terbatasnya waktu diskusi yang disedikan panitia, maka saya merasa perlu membeberkan beberapa catatan kritis terkait acara evaluasi tahunan lembaga penyiaran.

  1. KPID NTB Perlu Lebih Banyak Mendengar

Penting bagi KPID NTB untuk tidak hanya menjadi regulator yang menilai kinerja lembaga penyiaran, tetapi juga menjadi pendengar yang baik atas keluh kesah mereka.

BACA JUGA:  Cara Radio Bertahan Di Era Disrupsi Teknologi

Banyak radio dan TV lokal saat ini berada dalam kondisi “tidak baik-baik saja.” Mereka membutuhkan perhatian lebih dari regulator agar bisa tetap bertahan dan berkembang.

  1. Evaluasi Kinerja Disertai Identifikasi Masalah

Evaluasi kinerja memang penting, tetapi akan jauh lebih bermanfaat jika disertai dengan identifikasi mendalam atas masalah-masalah mendasar yang dihadapi oleh lembaga penyiaran, seperti keterbatasan dana, sumber daya manusia, atau tantangan digitalisasi.

Regulasi harus diarahkan untuk mencarikan solusi yang efektif, bukan menambah beban.

  1. Digitalisasi Penyiaran Harus Proporsional dan Adil

Kebijakan digitalisasi penyiaran seharusnya mempertimbangkan kondisi daerah. Penyewaan kanal multiplexing (MUX) tidak boleh disamaratakan.

Ada perbedaan yang jelas antara daerah maju, kurang maju, dan tertinggal. Jika kebijakan ini dibiarkan sepenuhnya mengandalkan mekanisme pasar (business as usual), TV lokal hanya tinggal menunggu waktu untuk gulung tikar.

  1. Diskresi Kanal TV Digital untuk LPPL

Salah satu isu paling krusial adalah ketimpangan dalam penggunaan kanal TV digital. Saat ini, TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP) mendapat keistimewaan kanal gratis sekaligus menjadi penyedia layanan TV digital.

BACA JUGA:  NU Muhammadiyah Nahdlatain: Sopo Sila Sabua Aren Sak Dulang

Sebaliknya, LPPL seperti Selaparang TV harus membayar biaya sewa yang tidak murah. KPID perlu memperjuangkan diskresi untuk LPPL TV lokal agar bisa menikmati kanal digital gratis, mengingat status mereka sebagai lembaga non-komersial yang serupa dengan TVRI.

  1. Ajang Musrenbang bagi Penyiaran Lokal

Evaluasi tahunan ini idealnya menjadi ajang musyawarah perencanaan pembangunan bagi dunia penyiaran.

Lembaga penyiaran harus diberikan ruang untuk menyampaikan program-program yang mereka butuhkan, sehingga kebijakan dan dukungan yang diberikan berbasis kebutuhan nyata. Hal ini bisa bermuara pada visi bersama: berkhidmat membangun NTB melalui penyiaran lokal.

Tantangan dan Harapan: Menyelamatkan Penyiaran Lokal

Realitas pahit yang diungkapkan KPID NTB tentang banyaknya lembaga penyiaran yang berhenti bersiaran adalah alarm keras bagi kita semua.

Penyiaran lokal adalah aset penting yang tidak hanya berfungsi sebagai media informasi, tetapi juga bagian dari identitas budaya daerah.

Namun, tantangan yang dihadapi tidaklah ringan. Digitalisasi penyiaran, yang awalnya dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas siaran, justru menjadi momok bagi banyak lembaga penyiaran lokal.

Jika pemerintah dan regulator tidak segera mengambil langkah konkret, maka nasib radio dan TV lokal semakin suram.

BACA JUGA:  Angka Kemiskinan Ekstrem Lombok Timur 2023 “Menurun” 

Penyiaran lokal di NTB membutuhkan kebijakan yang berpihak dan dukungan nyata dari semua pihak. Memberikan kanal digital gratis kepada LPPL atau setidaknya kebijakan penyewaan MUX yang lebih adil adalah langkah strategis yang harus segera diambil.

Evaluasi tahunan seperti ini tidak boleh berhenti sebagai acara seremonial. Ini harus menjadi langkah awal untuk menyusun strategi jangka panjang, di mana penyiaran lokal bisa berinovasi, berkembang, dan tetap relevan di era digital.

Dengan kebijakan yang tepat, kita bisa memastikan bahwa penyiaran lokal tidak hanya bertahan, tetapi juga menjadi pilar penting dalam pembangunan daerah.

Penyiaran lokal adalah tentang melayani masyarakat, menjaga budaya, dan membangun mimpi.

Jangan sampai mimpi itu berubah menjadi mimpi buruk hanya karena kurangnya perhatian kita semua. ***

Tentang Penulis

M. Sukri Aruman atau akrab disapa Ray Aruman adalah mantan Ketua KPID NTB periode 2014-2018 dan kini menjadi Pelaksana Tugas Ketua Dewan Pengawas LPPL Selaparang TV Lombok Timur.