Lendang Kelor dan Makam Undak Siwak dalam Catatan Masa Lalu


Desa Murbaya Kecamatan Pringgarata Kabupaten Lombok Tengah memiliki tujuh dusun yaitu Dusun Dasan Baru atau yang dulu dikenal dengan nama Lendang Kelor, Dusun Murbaya dulu di kenal dengan nama Poh Batan, Dusun Pademare dulu dikenal dengan nama Karang Genteng, Dusun Kekalek, Dusun Bertais, Dusun Dasan Baru Timur yang merupakan pemekaran dari Dusun Dasan Baru dan Dusun Loang Ajak yang dulu bernama Repok Dasan Baru.


Nah berkait dengan nama Lendang Kelor, mungkin bagi kalangan mileneal atau Genze, tidak memiliki makna yang berarti, tapi tidak demikian dengan kalangan di atas 50 tahun.

Tentu , nama Lendang Kelor akan mengingatkan pada masa lalu. Masa dimana kekuasaan kerajaan masih terasa juga masa pemerintahan Hindia Belanda dan Jepang.


Nama Lendang Kelor tercatat dalam sejumlah babad seperti Babad Praya, Babad Sakra, Babad Mengui dan Geguritan Rusak Sasak.

Selain itu, nama Lendang Kelor ditemukan dalam peta Belanda dari tahun 1894 hingga 1908, sebelum berganti nama menjadi Desa Murbaya pada tahun 1914.


Pada peta terbitan tahun 1894, pemerintah Hindia-Belanda menandai dua kawasan di wilayah Lendang Kelor dengan sebutan Bosch Tevens Hertenkamp Van Der Vorst dan Weide Poor De Paarden Van Der Vorst, yang berarti tempat penangkaran rusa dan tempat pemeliharaan kuda milik pangeran.

BACA JUGA:  Menteri Pertanian: Panen Raya Pasokan Pangan di Masa Pandemi


Lambat laun, nama Lendang Kelor memudar hingga akhirnya hanya dikenal oleh kalangan tertentu terutama mereka yang berusia di atas 50 tahun. Padahal, dibalik nama Lendang Kelor banyak kisah dan cerita yang perlu ditelusuri untuk menguak masa lalu.


Dipandu warga yang memiliki keterkaitan dengan Lendang Kelor, Adit, kami memasuki salah satu sudut wilayah Lendang Kelor yang dikenal dengan nama makam undak-undak siwak (undak sembilan).


Untuk memasuki area pemakaman ini memang tidak terlalu sulit. Kendaraan roda dua bisa dimanfaatkan untuk sampai ke lokasi makam undak setelah melewati ruas jalanan desa dengan keindalahan alami alam pedesaan.

“Motor parkir disini saja,” katanya saat kami sampai di sebuah area pesawahan.


Kami kemudian menyusuri tegalan yang berjarak sekitar 100 meter guna sampai di area makam undak-undak siwak. “Dulu, terlihat jelas ada 9 undakan sebelum ke makam inti. Namun, kini tidak terlihat jelas undakan itu,” katanya.

Menurut Adit, bukit kecil yang dikenal dengan adanya makam undak-undak siwak ini dipenuhi oleh makam-makam tanpa nama.

Dan memang, jika dilihat secara seksama hampir semua sudut gundukan atau bukit kecil itu terisi dengan makam meski tertutup rimbunnya pohon perdu.

BACA JUGA:  Rowah Gubuk Ala Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah Turunkan Stunting


Sebagai penanda bahwa gundukan itu sebuah makam, bisa dilihat dari batu-batu sungai yang membentuk bujur sangkar. Dimana, ada dua buah batu yang posisinya sejajar dan berada di tengah deretan batu disekitarnya.


Memang, untuk menuju makam undak-undak siwak, kita memasuki area pemakaman baru pada umumnya. Terus saja berjalan, tepat berada ditengah area pemakaman kita akan menemukan batu-batu nisan berukir dengan corak ragam berbeda.

Dilihat dari ragam corak ukir di batu nisan, terlihat bukanlah ukiran masa kini. Ditambah lagi, adanya lumut atau sejenisnya yang tumbuh di nisan menambah kesan tuanya batu nisan.

“Makam undak-undak Siwak telah lama menjadi destinasi ziarah makam bagi banyak warga di Pulau Lombok,” katanya.

Dari bentuk nisan yang ada di makam undak-undak siwak, ada sebagian orang yang meyakini bahwa situs makam undak-undak siwak merupakan petilasan dari Raden Mas Panji Tilar Negara dan makam sejumlah tokoh dari Lendang Kelor di masa lalu.


“Ini perlu penelitian lebih lanjut terkait tokoh tokoh yang dimakamkan di lokasi ini,” katanya.

Selain makam undak-undak siwak yang menjadi destinasi wisata religi, jelas Adit masih ada destinasi wisata di Desa Murbaya yang terkait masa lalu yakni Perosotan Abangan di Dusun Dasan Baru.


Di Dusun Dasan Baru ini, kata Adit warga akan dimanjakan dengan pemandangan alam persawahan terasering yang sangat asri dan sensasi bermain perosotan di Parit Abangan yang merupakan bagian dari saluran irigasi sekunder Jurang Sate yang selesai dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 1935.

BACA JUGA:  Menata Wisata Alam


Tak kalah menariknya, kata Adit pusat Kerajinan Bambu di Dusun Loang Ajak yang memproduksi aneka anyaman bambu berupa sangkar Ayam, sangkar Burung, Tudung Lampu untuk keperluan interior, dan aneka keperluan rumah tangga seperti bakul.


“Sembilan puluh persen warga Dusun Repok Dasan Baru adalah pengrajin bambu secara turun temurun,” jelasnya.

Bagi para pencinta kuliner, Desa Murbaya juga memiliki sentra poduksi Tahu dan Tempe di Dusun Kekalek. Ditilik dari namanya, ada keterikatan kuat dengan masyarakat Kekalek, Kota Mataram, yang warganya memiliki mata pencaharian memproduksi tahu dan tempe.

Bahkan, warga Kekalek di Desa Murbaya menjadi supplier utama kebutuhan Tahu dan Tempe di Kabupaten Lombok Tengah.


Guna meningkatkan kesehatan warga, jelas Adit baru-baru ini diresmikan Gelanggang olahraga dengan nama Gelora Lendang Kelor. Pemilihan nama ini sebagai pengikat kebesaran nama Lendang Kelor di masa lalu dengan masyarakat Desa Murbaya.


Kepala Desa Murbaya, Herman Wijaya saat peresmian Gelora Lendang Kelor pada 11 Agustus 2024 berharap kehadiran Gelora Lendang Kelor dapat menjadi tempat berkumpulnya masyarakat untuk berolahraga dan mempererat tali persaudaraan selain melahirkan bibit-bibit atlet sepak bola berbakat.***