Suara Lirih Petani Sembalun


Di Sembalun, wisatawan selain ditawarkn udara dingin juga disuguhkan keindahan alam dengan pepohonan dan kelokan serta naik turunnya jalan yang dilewati.


Tak kalah menariknya, di Sembalun para wisatawan diajak wisata panen strobery dari kebun petani. Ternyata, pengalaman memetik strobery langsung dari kebunnya inilah yang banyak dilirik wisatawan saat berkunjung ke Sembalun.


Dibalik riuhnya wisata panen strobery langsung di kebun petani, ada suara lirih yang terucap dari petani.
“Disini, kebanyakan sudah menjadi petani penggarap bukan pemilik,” jelas Nano disela-sela kesibukan menyiapkan lahan untuk tanaman bawang daun, Minggu 1 Desember 2024.

BACA JUGA:  Camat Lenek Dukung Gerakan Percepatan IPM Lombok Timur

Menurut Nano, petani yang ada sekarang tidak lebih hanya pekerja dan mendapatkan sedikit keuntungan. Sebab, sebelum memulai menanam petani biasanya mendapatkan modal tanam dari para pengepul, yang dikonpensasikan dengan hasil panen.


“Sebelum tanam, biasanya sudah ada petani yang menerima uang dari pengepul. Semua pengeluaran selama tanam dihitung dan ditagihkan saat panen,” katanya


Dengan posisi seperti itu, jelas Nano petani tidak memiliki nilai lebih. Kalaupun harga satu komoditas mahal di pasaran yang menikmati untung besar ya pengepul, petani hanya mendapatkn sedikit lebih hasil panennya.

BACA JUGA:  Wisatawan Asal Swiss Terjatuh dan Meninggal di Jalur Pendakian Bukit Dara


Menurut Nano, dari banyaknya petani yang ada di Sembalun, hanya tinggal sebagian warga atau petani di Sembalun yang memiliki lahan pribadi.


Banyaknya lahan pribadi yang dijual, menurut petani lainnya, Adib karena petani sering mengalami kegagalan panen
Apalagi, uang yang dipakai selama proses tanam adalah uang pengepul atau pemberi modal,


” Bila gagal panen sekali saja, siap-siap lahan yang tadinya milik pribadi berpindah kepemilikan ke tangan orang lain,” katanya.


Adib tak menampik, jika saat ini dirinya tengah mengalami kegamangan dengan kegagalan panen tahun lalu.


“Tahun lalu saya gagal, uang yang dipinjamkan dari pengepul menjadi hutang yang harus saya lunasi. Tak ada jalan lain, sebagian lahan harus dijual untuk melunasi hutang,” katanya.

BACA JUGA:  Zona Merah Narkotika, BNK Lotim Diusulkan Jadi BNN


Menurut Adib, dirinya pernah menjadi pengepul yang biasa menjual komoditas pertanian dari Sembalun ke Pulau Jawa. Seiring datangnya Covid 19, usaha yang digeluti tidak menghasilkan keuntungan dan terus merugi. Akhirnya kembali menjadi petani.


“Saya masih ada sedikit lahan dan bisa menggarap lahan milik pribadi. Tapi, hutang akibat kegagalan usaha itu yang harus dilunasi,” katanya.


Adib menambahkan, setelah mengalami kegagalan usaha sulit sekali untuk bisa bangkit kembali.
“Saya tetus berusaha tapi rasanya sulit sekali bangkit membangun usaha,” katanya.***