MATARAMRADIO.COM — Keberadaan tiga kolam besar yang dibangun oleh PT Sumbawa Timur Mining (PT STM) di kawasan pegunungan Kabupaten Dompu memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat. Kolam-kolam tersebut diduga digunakan sebagai tempat pembuangan limbah tailing yang mengandung bahan kimia berbahaya.
Menanggapi hal ini, Direktur Lombok Global Institute (LOGIS) NTB, M. Fihiruddin, menyatakan dukungannya terhadap langkah Komisi IV DPRD NTB yang akan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi tersebut.
“Kami (Logis NTB) mendukung langkah Komisi IV melalui Ketua Hamdan Kasim yang akan turun lapangan mengecek tiga kolam besar yang dibangun oleh PT Sumbawa Timur Mining dalam waktu dekat ini,” ujar Fihiruddin dalam pesan tertulisnya, Jumat 11 April 2025.

Fihiruddin juga menyarankan agar dalam sidak tersebut, DPRD NTB melibatkan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), para ahli lingkungan dari perguruan tinggi, dan peneliti independen. Ia mengklaim memiliki data terkait dugaan pelanggaran lingkungan oleh PT STM, termasuk 30 titik bekas pengeboran sampel eksplorasi yang diduga melanggar ketentuan lingkungan.
“Saya siap buka data pelanggaran titik eksplorasi PT STM itu, tapi setelah Komisi IV DPRD NTB dan para pakar turun kesana. Intinya, data kami akan kita sandingkan dengan hasil lapangan itu,” tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi IV DPRD NTB, Hamdan Kasyim, menyatakan bahwa pihaknya akan segera turun langsung ke lokasi untuk memastikan kondisi di lapangan, termasuk keberadaan kolam serta 30 titik bekas pengeboran sampel eksplorasi.
“Kami tidak bisa tinggal diam. Jika terbukti ada pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan, maka PT STM harus ditindak tegas. Tapi tentu harus ada pembuktian di lapangan terlebih dahulu,” tegas Hamdan Kasyim kepada media, Jumat 11 April 2025.
Politisi Partai Golkar ini juga menyebut bahwa aktivitas PT STM berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 K/30/MEM/2018 yang mengatur pelaksanaan reklamasi pascatambang dan pascaoperasi kegiatan usaha pertambangan.
“Kalau itu terjadi, dampaknya bisa sangat buruk terhadap ekosistem dan lingkungan di sekitar lokasi. Karena itu, kami akan menjadwalkan kunjungan lapangan, sekaligus melakukan pengambilan sampel secara acak dari warga untuk mengetahui dampak sosial dan lingkungan yang mereka rasakan,” jelas Hamdan.
Kunjungan tersebut direncanakan akan berlangsung pada 13-16 April, bersamaan dengan agenda Komisi IV ke PT Amman Mineral. Hamdan menambahkan bahwa jika memungkinkan, mereka akan menyisipkan kunjungan ke lokasi PT STM.
“Kalau ada waktu, kami akan sisipkan kunjungan ke lokasi PT STM,” tambah Hamdan.
Lebih lanjut, Hamdan mendorong pemerintah provinsi untuk segera memanggil pihak PT STM guna meminta penjelasan resmi atas dugaan tersebut. Ia juga menegaskan pentingnya pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Tambang sebagai bentuk pengawasan independen dan berkelanjutan terhadap aktivitas pertambangan di NTB.
“Satgas tambang ini penting, dan harus segera terbentuk. Harus melibatkan semua pihak—NGO, masyarakat, pemerintah, dan unsur akademisi. Ini untuk memastikan bahwa investasi tambang tidak merusak lingkungan dan tetap berpihak pada kesejahteraan masyarakat,” tandasnya.
Sementara itu, pihak PT STM melalui Principal Communications, Cindy Elza, membantah dugaan bahwa kolam-kolam tersebut digunakan untuk menampung limbah sisa tambang.
Menurutnya, kolam tersebut merupakan kolam penampungan air tanah dalam yang digunakan untuk mendukung pengujian metode pendinginan air tanah dalam yang terletak sekitar 1.000 meter di bawah permukaan tanah.
“Mengenai dugaan tersebut, kami menegaskan bahwa itu tidaklah benar. Kolam tersebut bukan penampungan limbah sisa tambang, melainkan kolam penampungan air tanah dalam,” kata Cindy Elza seperti dilansir DETIKBali, Rabu (2/4/2025).
Cindy menjelaskan bahwa PT STM masih dalam tahap eksplorasi dan belum memulai aktivitas produksi, sehingga tidak mungkin ada limbah sisa produksi sebagaimana dugaan yang beredar. Kolam tersebut sebelumnya digunakan untuk mendukung pengujian metode pendinginan air tanah dalam yang terletak sekitar 1.000 meter di bawah permukaan tanah.
“Sebagaimana yang telah publik ketahui, kelak STM akan menggunakan metode pertambangan bawah tanah, di mana deposit tembaga onti terletak sekitar 500 meter di bawah permukaan tanah dan berkondisi dekat dengan sistem panas bumi sehingga suhu di bawah dapat mencapai 80-110 derajat Celsius. Inilah yang melatarbelakangi adanya uji metode pendinginan tersebut,” beber Cindy.
PT STM hingga kini belum menutup kolam tersebut karena masih akan digunakan kembali dalam pengujian yang akan datang. (editorMRC)











