MATARAMRADIO.COM – Proses seleksi manajemen baru Bank NTB Syariah memicu kontroversi tajam menyusul pernyataan Anggota Panitia Seleksi (Pansel), Prof. Zainal Asikin, yang dinilai manipulatif dan berpotensi merusak prinsip tata kelola yang baik.
Anggota Komisi I DPRD NTB, Suhaimi, dengan tegas mengkritik pernyataan tersebut sebagai bentuk “logika terbalik” yang tidak hanya menyesatkan publik, tetapi juga mengancam integritas proses rekrutmen pejabat publik di lembaga keuangan milik daerah tersebut.
“Perbaikan sistem seharusnya memperkuat institusi, bukan jadi alat menggembosi individu,” tandas Suhaimi di Mataram, Kamis (24/4/2025).

Pernyataan Kontroversial Prof Asikin Picu Gaduh
Kegaduhan bermula dari pernyataan Prof. Asikin, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram, yang menyebutkan bahwa Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, memerintahkan perombakan total jajaran direksi, komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah Bank NTB Syariah.
Dalam pernyataannya yang dikutip luas oleh media, Asikin menegaskan bahwa pengurus saat ini dilarang mendaftar kembali dalam proses seleksi yang dibuka mulai pekan ini.
Pernyataan ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama karena dianggap tidak didukung oleh evaluasi objektif atau data kinerja pengurus lama.
Suhaimi menyoroti bahwa pernyataan tersebut mencerminkan kesesatan berpikir (logical fallacy) yang berbahaya.
Menurutnya, proses seleksi yang seharusnya menjadi alat untuk memperbaiki tata kelola bank justru dimanfaatkan untuk menyudutkan pengurus lama tanpa alasan yang jelas.
“Pernyataan seperti ini berpotensi menjadi framing manipulatif. Publik bisa melihat ini sebagai upaya Pansel untuk menutup peluang pengurus lama secara sepihak, atau bahkan mendukung kandidat tertentu,” ujar Suhaimi.
Framing Manipulatif dan Ancaman Good Governance
Suhaimi menegaskan bahwa pernyataan Prof. Asikin tidak hanya menimbulkan kebisingan informasi (noisy public), tetapi juga menabrak prinsip tata kelola yang baik, seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan non-diskriminasi.
Alih-alih menyediakan informasi yang akurat dan mudah diakses untuk membangun kepercayaan publik, Pansel justru menciptakan kebingungan dan skeptisisme di kalangan masyarakat NTB.
“Jadi sekarang publik NTB bertanya. Pansel ini bekerja dengan basis transparansi atau manipulasi,” tegas Suhaimi.
Politisi PDI Perjuangan ini memperingatkan bahwa pendekatan Pansel yang menggunakan logika terbalik dapat merusak stabilitas kelembagaan Bank NTB Syariah dalam jangka panjang.
Dampaknya bisa berupa menurunnya kepercayaan internal terhadap proses seleksi, munculnya budaya politik kekuasaan di lembaga keuangan, hingga risiko “politik balas dendam” ketika terjadi pergantian rezim atau pengendali bank.
Lebih jauh, Suhaimi menilai bahwa proses seleksi yang tidak transparan berpotensi menjadi alat pembunuhan karakter terhadap pengurus lama. Dengan menutup peluang mereka untuk mendaftar kembali tanpa dasar evaluasi yang jelas, Pansel dinilai gagal menjadikan rekrutmen sebagai sarana perbaikan, melainkan justru memicu persepsi adanya motif terselubung.
“Perubahan struktural tentu penting. Tapi jika dilakukan dengan logika terbalik yang menyingkirkan individu atas dasar asumsi, bukan bukti, maka yang terjadi bukan perbaikan, tapi peminggiran terselubung. Reformasi tidak membutuhkan korban yang dikorbankan tanpa pengadilan yang adil,” ungkap Suhaimi.
Tidak Ada Larangan Hukum untuk Pengurus Lama
Suhaimi juga membeberkan bahwa tidak ada aturan hukum yang melarang pengurus lama Bank NTB Syariah untuk mendaftar kembali dalam proses seleksi.
Berdasarkan regulasi yang berlaku, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, tidak ada larangan eksplisit bagi pengurus lama untuk kembali mencalonkan diri, kecuali terkait isu rangkap jabatan, integritas, atau rekam jejak yang bermasalah.
“Dalam aturan-aturan ini, tidak ada yang menyatakan eksplisit larangan orang untuk mendaftar kembali sebagai pimpinan Bank/BUMD kecuali terkait rangkap jabatan, integritas dan rekam jejak,” tegas Suhaimi.
Ia menambahkan bahwa kinerja Bank NTB Syariah di bawah pengurus saat ini justru menunjukkan hasil positif. Berdasarkan laporan keuangan yang telah disetujui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) bank berada pada level yang sehat.
Angka kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) juga berada di bawah ambang batas, sementara rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) menunjukkan efisiensi dan kinerja yang baik.
“Dengan rekam jejak seperti ini, tidak ada alasan untuk melarang pengurus lama ikut seleksi. Pelarangan justru memperkuat dugaan adanya proses seleksi yang manipulatif,” kata Suhaimi.
Peran Gubernur dan Risiko Kepercayaan Pasar
Kontroversi ini juga menyeret peran Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, sebagai pemegang saham pengendali Bank NTB Syariah. Suhaimi mengingatkan bahwa keputusan gubernur harus didasarkan pada kepentingan institusional dan prinsip Good Corporate Governance, bukan preferensi pribadi atau motif politik.
“Gubernur tidak memiliki kewenangan mutlak dalam pemilihan pengurus Bank NTB Syariah. Ada aturan dan otoritas khusus di luar gubernur. Jadi, pengurus bank bukan tentang siapa yang disukai gubernur, tapi siapa yang paling layak,” tegas Suhaimi.
Jika gubernur terindikasi menyelipkan kepentingan politik atau kedekatan pribadi dalam proses seleksi, Suhaimi memperingatkan bahwa hal ini dapat merusak kepercayaan pasar, mengurangi independensi bank, dan memicu risiko hukum akibat konflik kepentingan. Kepercayaan publik dan OJK terhadap bank juga berpotensi runtuh jika proses seleksi dinilai tidak akuntabel.
Publik NTB Menanti Transparansi
Kontroversi ini telah memicu keresahan di kalangan masyarakat NTB, yang kini mempertanyakan integritas Pansel dan proses seleksi pengurus Bank NTB Syariah.
Suhaimi menegaskan bahwa publik berhak mendapatkan informasi yang transparan dan objektif tentang proses seleksi, termasuk dasar evaluasi terhadap pengurus lama dan kriteria penunjukan pengurus baru.
“Lagian juga, memangnya siapa yang menjamin pengurus lama akan mendaftar kembali? Kan belum tentu juga ada di antara mereka yang mau mendaftar kembali. Bisa jadi tidak ada juga pengurus lama yang akan mendaftar,” ujar Suhaimi, menyinggung asumsi yang dibangun Pansel.
Ia juga mendesak Pansel untuk segera memperbaiki cara kerja mereka dan memastikan proses seleksi berjalan sesuai prinsip tata kelola yang baik. Tanpa perbaikan ini, Suhaimi khawatir proses seleksi akan kehilangan legitimasi di mata publik dan berpotensi memicu instabilitas di tubuh Bank NTB Syariah.
Tantangan ke Depan untuk Bank NTB Syariah
Bank NTB Syariah, sebagai salah satu lembaga keuangan daerah yang memiliki peran strategis dalam perekonomian NTB, kini berada di persimpangan. Proses seleksi pengurus yang kontroversial ini tidak hanya mengancam reputasi bank, tetapi juga kepercayaan nasabah dan pemangku kepentingan lainnya.
Suhaimi menekankan bahwa perbaikan tata kelola harus dilakukan dengan pendekatan yang inklusif dan berbasis data, bukan dengan menyingkirkan individu tanpa alasan yang jelas. “Reformasi sejati adalah yang memperkuat institusi, bukan yang menciptakan korban,” pungkasnya.
Hingga berita ini ditulis, Prof. Zainal Asikin belum memberikan tanggapan atas kritikan Suhaimi. Publik NTB kini menanti langkah konkret dari Pansel dan Gubernur Lalu Muhamad Iqbal untuk memastikan proses seleksi pengurus Bank NTB Syariah berjalan transparan, akuntabel, dan bebas dari manipulasi.








