Surat Terbuka Untuk Kapolda NTB

Oleh: Prof. Dr. H. Zainal Asikin, SH., SU

Assalamualikum…. Wr…. Wb….
Yang saya banggakan Pak Kapolda NTB!

Mohon ma’af beribu ma’af, jika surat ini saya buat, karena jika saya sampaikan langsung, saya khawatir surat ini tidak cepat sampai dan tidak segera dapat bicara. Padahal saat ini ada 4 orang Ibu (Nurul Hidayah, Martini, Fatimah, Hultiah) dan dan 2 orang balita sedang menanti “tangan mulia “ bapak agar ibu dan anak-anak tersebut dapat segera dikeluarkan dari tahanan, atas nama keadilan, kemanusiaan dan kepanasan.

Prof DR H Zainal Asikin SH SU (Guru Besar Fakultas Hukum Unram) l foto: istimewa

Keadilan sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu dan anak-anak tersebut, karena betapa na’ifnya jika gara-gara mereka melempar dan atau merusak sebuah gudang atau bangunan yang” mungkin dianggap merugikan pengusaha puluhan juta rupiah“ yang berujung penahanan ibu-ibu dan anaknya yang masih balita. Jika memang ada kerugian 4 juta rupiah atau puluhan juta rupiah, maka kami siap mengganti ruginya dengan nilai yang lebih tinggi dan seimbang dengan nilai kesalahan yang dilakukan. Tapi menahan ibu-ibu dengan anaknya, adalah suatu ketidak-adilan yang justru dapat meruntuhkan nilai nilai moralitas penegakan hukum.

Kemanusiaan, adalah sebuah cita-cita hukum yang memerlukan semangat persaudaraan dan persatuan. Bahwa ibu-ibu yang lugu ini tentunya tidak berlaku seperti itu (melempar sampai rusak sebuah fasilitas perusahaan), jika tidak dilandasi oleh “sebab yang terjadi sebelumnya“. Maka tentunya patutlah didalami apa sebabnya seorang wanita lugu bersikap seperti itu. Wanita akan berbuat seperti itu karena merasa perlindungan akan rasa aman dan nyaman, mungkin tidak diperoleh selama ini atas keberadaan yang berada didekatnya. Disinilah pentingnya “penyelidikan secara seksama dengan pendekatan kemanusiaan dan hati nurani“. Maka menahan ibu-ibu dengan bayinya atas sebuah kerugian materiel yang terlalu kecil bagi seorang pengusaha sangatlah tidak berkesesuaian dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

BACA JUGA:  Syarif Berembeng : Aktor Intelektual Congah Praya

Kemanfaatan (Utility) apa yang dapat diperoleh dengan melakukan penahanan ibu-ibu dan anak-anaknya?. Bukankah gudang tembakau berada pada lingkungan masyarakat dan setiap hari berinteraksi dengan masyarakat. Tentu penahanan ini justru akan menimbulkan disharmoni antara masyarakat dengan pengusaha.

Pak Kapolda!

Tentu saya berharap dan sama-sama pernah membaca Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018, tentang Penerapan Keadilan Restoratif (restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana.

Proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, merupakan entry point dari suatu penegakan hukum pidana melalui sistem peradilan pidana (criminal justice system) di Indonesia. Proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana merupakan kunci utama penentuan dapat tidaknya suatu tindak pidana dilanjutkan ke proses penuntutan dan peradilan pidana guna mewujudkan tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan dengan tetap mengedepankan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Mendadak viral! Kasus penahanan 4 orang Ibu Rumah Tangga dan 2 balita mereka di Lapas Praya dalam dugaan tindak pidana pelemparan gudang pabrik rokok di Lombok Tengah. I foto: facebook

Perkembangan sistem dan metode penegakan hukum di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan mengikuti perkembangan keadilan masyarakat terutama perkembangan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dengan membebani pelaku kejahatan dengan kesadarannya mengakui kesalahan, meminta ma’af, dan mengembalikan kerusakan dan kerugian korban seperti semula atau setidaknya menyerupai kondisi semula, yang dapat memenuhi rasa keadilan korban.

BACA JUGA:  Di Perang Dunia II, 84 Tentara AS Tewas Diserang di Selat Lombok

Surat edaran Kapolri tentang Restorative Justice inilah yang selanjutnya dijadikan landasan hukum dan pedoman bagi penyelidik dan penyidik Polri yang melaksanakan penyelidikan/penyidikan, termasuk sebagai jaminan perlindungan hukum serta pengawasan pengendalian, dalam penerapan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dalam konsep penyelidikan dan penyidikan tindak pidana demi mewujudkan kepentingan umum dan rasa keadilan masyarakat, sehingga dapat mewujudkan keseragaman pemahaman dan penerapan keadilan restoratif (restorative justice) di Lingkungan Polri.

Metode penyelesaian perkara pidana yang mencerminkan penerapan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) yang dapat dijadikan acuan dalam penerapan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) terhadap perkara pidana, adalah juga mengacu pada Pasal 16 ayat (1) huruf L dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 5 ayat (1) angka 4 Undang Undang No. 08 tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana.

BACA JUGA:  Musim Kawin, Musim Telih Kembang Komak

Pedoman penanganan Penyelesaian perkara dengan pendekatan restorative justice adalah sebagai berikut : Tidak menimbulkan keresahan masyarakat dan tidak ada penolakan masyarakat; Tidak berdampak konflik sosial; Adanya pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk tidak keberatan, dan melepaskan hak menuntutnya dihadapan hukum;

Prinsip pembatas lainnya bahwa Pada pelaku : Tindak kesalahan pelaku relatif tidak berat, yakni kesalahan (schuld) atau mensrea dalam bentuk kesengajaan (dolus atau opzet) terutama kesengajaan sebagai maksud atau tujuan (opzet als oogmerk); dan Pelaku bukan residivis.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, mengingat tingkat kesalahan pelaku relatif tidak berat dan kami dan masyarakat lainnya bersedia menjadi penjamin bahkan bersedia memberikan ganti rugi, dan demi kedamaian bersama dan keberlanjutan iklim berusaha pada wilayah sekitar, maka alangkah pantasnya Bapak berkenan menerapkan “restoratif justice” dalam perkara ibu-ibu dan anak-anak yang sekarang ditahan pada tahanan Polres Lombok Tengah.

Demikianlah surat terbuka ini saya sampaikan, dan atas Kebijakan dan kebaikan hati bapak kami khaturkan terima kasih.

Mohon ma’af jika terdapat kekeliruan kami.
Wassaaalam…. Wr…. Wb

Mataram, 18 Februari 2021
Prof. Dr. H. Zainal Asikin, SH., SU