Dr. Kadri M Saleh: DPRD Agar Perhatikan Keberagaman Latar Belakang Calon Komisioner KPID

MATARAMRADIO.COM, Mataram – Pakar Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram Dr Kadri M Saleh mengingatkan dan mengusulkan kepada Komisi I DPRD NTB agar memperhatikan keberagaman latar belakang Calon Komisioner dalam proses Seleksi KPID NTB periode mendatang.

Pernyataan dan usulan tersebut disampaikan ketika didaulat menjadi narasumber keempat pada diskusi terbatas Ngopi dan Ngobrol Hangat KPID dan Masa Depan Penyiaran NTB yang digelar Komunitas Tenda Siar NTB bekerjasama dengan Kanal TV Streaming JamaqJamaqTV dan Radio Online Mataram Radio City di Angkringan Leha-Leha Sayang-Sayang Mataram, Sabtu (10/7).

Menurut Doktor Kadri, ada dua hal yang bisa dicermati dalam proses seleksi Calon Anggota KPID NTB yang saat ini sudah memasuki tahap akhir yakni Uji Kelayakan dan Kepatutan.

Yang pertama, katanya, Proses seleksi di DPRD memang tidak bisa dihindarkan dari faktor subyektivitas para wakil rakyat. Namun demikian, sebagai wakil rakyat tentu penting bagi Komisi I DPRD NTB untuk menyerap aspirasi rakyat. Sehingga dibalik subyektivitas wakil rakyat masih ada ekspektasi bagi publik.“Caranya bagaimana? Kalau saya boleh usul, sebaiknya uji kelayakan dan kepatutan digelar terbuka saja, disiarkan oleh media siaran, radio dan TV lokal sehingga publik juga bisa menyaksikan siapa sesungguhnya yang layak,”usulnya.

Menurut Kandidat Guru Besar Komunikasi ini, melalui uji kelayakan dan kepatutan terbuka, paling tidak, sesuatu yang dipublikasi, sesuatu yang digelar terbuka akan memberi efek obyektifitas yang lebih bagus daripada dilakukan secara tertutup.”Karena DPR adalah representasi rakyat. Oleh karena itu, kerjanya juga memenuhi aspirasi rakyat. Apalagi dalam proses seleksi,”katanya dan memberikan gambaran bagaimana proses seleksi calon komisioner di lembaga negara independen seperti Ombudsman dan lain-lain dilakukan secara terbuka oleh Wakil rakyat di DPR RI Senayan.”Jadi kita bisa menyaksikanlah siapa yang sesungguhnya layak termasuk kita juga mengetahui seperti apa sih Komisi 1 menggali dan mengeksplorasi pemahaman calon Komisioner,”tandasnya.

Yang kedua, lanjut Doktor Kadri, Komisi I DPRD NTB sejatinya mempertimbangkan apa yang disebutnya sebagai diversity of commisioner background atau keberagaman latar belakang calon komisioner. Hal ini penting untuk menghindari kinerja lembaga itu monoton, tidak kreatif dan inovatif.”Jadi diversity of commisioner background, keberagaman latar belakang komisioner penting juga untuk dipertimbangkan,”tandasnya.

BACA JUGA:  Sekda: Pers Menikmati Kebebasan

Menurutnya, latar belakang komisioner akan bisa mendukung kerja-kerja mereka. Jangan sampai lembaga yang mengurusi dan mengawasi siaran radio TV tersebut didominasi komisioner dengan latar belakang pendidikan tertentu akan membuat lembaga tidak dinamis dan kreatif malah akan terperangkap pada kerja-kerja yang monoton.”Misalnya harus ada memang yang paham tentang penyiaran. Apakah dia pernah bekerja sebagai penyiar misalnya. Direksi atau Komisaris di media penyiaran, ataukah akademisi yang paham dunia penyiaran dan lain sebagainya. Boleh juga yang paham tentang hukum, pokoknya ada diversity of commisioner background,”tandasnya dan menyebut Seleksi KPID NTB kali ini dilihatnya cukup dinamis.

Usulkan Seleksi dan Anggaran KPID Masuk APBN

Sebagai mantan Timsel KPID NTB sejak periode pertama hingga periode ketiga, Doktor Kadri menilai bahwa KPID mulai menarik perhatian publik. Berbeda dengan masa awal pendiriannya, tidak banyak orang yang tahu bahkan KPID dianggap hal sepele.”Kali ini banyak orang berminat ikut seleksi KPID bisa jadi karena gajinya juga besar mungkin ya, kalau gajinya kecil mungkin tidak orang ramai-ramai ya,”selorohnya dan menilai positif dinamika seleksi yang harus dimaknai sebagai semangat dan motivasi anak-anak NTB untuk berkontribusi dan mengabdi lewat KPID.

Namun demikian, sebagai bagian dari perbaikan ke depan dalam konteks wacana revisi Undang-Undang Penyiaran, Doktor Kadri mengusulkan agar lembaga KPI harus sama dengan lembaga negara lain seperti KPU. “Proses seleksi dan pengganggaran harus dibawa ke APBN. Sehingga proses seleksinya juga tidak melibatkan DPRD, karena terlalu dekat jarak kepentingan antara teman-teman calon komisioner dengan Penyeleksi di DPRD NTB,”tegasnya.

Menurutnya, seluruh calon komisioner haruslah dijauhkan dari pihak yang menguji sebagaimana yang dilakukan saat seleksi calon anggota KPU Provinsi yang diseleksi oleh Komisioner KPU Pusat.”Sebaiknya kalau kita boleh usul direvisi UU Penyiaran itu seleksi Komisioner KPID di daerah dilakukan oleh KPI Pusat, sehingga jarak emosional antara penyeleksi dengan calon itu sangat jauh, dan ada pemahaman. Saya kira teman-teman KPI Pusat ada kriteria sendiri, meskipun unsur politis selalu ada, tapi bisa diminimalisir.Kalau semua dibawa ke DPR ini kan sangat kental dengan pertimbangan politik,”cetusnya.

BACA JUGA:  DPRD Agendakan Uji Kelayakan Calon Anggota KPID NTB Minggu Depan

Doktor Kadri membeberkan alasan kuat mengapa Seleksi dan penganggaran KPID harus menjadi beban Pemerintah Pusat. Hal ini mengingat KPID adalah bagian dari Pengurus negara dan urusannya tidak pernah sepi. “Wong KPU yang urusannya hanya saat Pemilu saja diurus oleh APBN, kenapa teman-teman Komisioner penyiaran yang setiap hari mengurus tentang penyiaran, tantangan dan ancaman di bidang penyiaran terhadap negara tidak diurus oleh negara. Nah itulah yang jadi alasan kenapa proses seleksi ini juga harus dibawa ke Komisioner KPI Pusat. Sehingga menurut saya akan mendapatkan hasil seleksi yang legitimate,”tegasnya.

Anggaran Minim, KPID Harus Kreatif

Pada bagian lain, Doktor Kadri juga memberikan catatan penting tentang tantangan dan hambatan yang akan dihadapi Komisioner KPID periode mendatang. Sehingga lembaga ini memang harus diperkuat karena eksistensinya masih sangat perlu dan penting bagi negara dan daerah.”Peranan KPID itu justru harus diperkuat seiring semakin meningkatnya tantangan dunia penyiaran yang sekarang sedang berlangsungnya proses transformasi analog ke digital atau Analog Switch Off yang mengharuskan eksistensi KPID baik di tataran nasional maupun daerah,”ulasnya.

Diungkapkan, karena pentingnya keberadaan komisioner dan perangkatnya secara kelembagaan dan munculnya tantangan-tantangan yang lebih dalam konteks dunia penyiaran, maka yang paling penting adalah bagaimana KPI dan KPID terus meningkatkan kinerjanya dalam melakukan terobosan baik di tingkat kebijakan berskala nasional maupun lokal menyesuaikan dengan perkembangan teknologi penyiaran termasuk di dalamnya adalah Analog Switch Off.

Menjadi tugas berat KPI dan KPID adalah bagaimana menyiapkan di tengah kemungkinannya proses ini, bagaimana regulasi yang dibuat seperti P3 SPS itu juga menyesuaikan dengan perkembangan transformasi analog ke digital.”Ini juga bukan pekerjaan mudah, karena banyak hal baru yang akan muncul dan memang harus direspon dan diantisipasi secara bagus, sehingga ketika itu nanti diimplementasikan, maka teman-teman KPI juga siap dengan bagaimana regulasi penyiaran dan sebagainya,”jelas Alumni Pendidikan Doktoral Universitas Pajajaran Bandung ini.

BACA JUGA:  Afifudin Adnan, S.Sos.I: KPID NTB Harus Inovatif dan Progresif

Selain regulasi yang mesti menyesuaikan, lanjut Doktor Kadri, maka yang paling penting juga adalah bagaimana perangkat-perangkat pengawasan dan berbagai hal-hal yang mendukung tupoksi KPID harus direvitalisasi. Hal ini mesti dibicarakan secara detil dan mendalam dengan Pemerintah Provinsi dalam hal ininDinas Kominfotik NTB yang sangat mengerti tentang persoalan tersebut.” Yang harus diantisipasi, apakah perangkat pengawasan atau pemantauan siaran itu relevan dengan regulasi baru dalam Analog Switch Off nanti, kalau itu tidak bisa menjawab realitas perubahan itu, saya kira sudah menjadi keharusan bagi Pemerintah Daerah lewat teman komisioner untuk merevitalisasi perangkat pengawasan siaran yang dimiliki. Termasuk teman-teman KPID harus lebih kreatif,”paparnya.

Doktor Kadri memaklumi perjalanan KPID dari periode ke periode. Baginya, era yang sangat awal, tantangannya memang tidak mudah, di saat orang tidak paham sekali tentang apa itu KPID, para komisionernya hadir dengan ragam latar belakang memberikan pencerahan.”Dan saya salah satu saksi, sebagai Tim Seleksi, ikut memberikan pertimbangan pemberian izin siaran dan lain sebagainya. Saya apresiasi kerja teman-teman di awal. Di saat tugas berat, gajinya juga kecil dan ringan. Nah yang sekarang ini terbalik, gajinya luar biasa, fantastis sekali, tetapi tugasnya tidak terlihat berat menurut saya,”sebutnya.


Dia juga meminta Calon Komisioner terpilih ke depan untuk tidak juga ngeyel bila anggarannya tidak sama dengan OPD atau lembaga lain di daerah, karena memang status kelembagaan KPID bukanlah OPD yang mendasarkan pada seberapa besar anggaran pendapatan dan anggaran belanja yang harus dikelola. “Saya tahu bahwa anggaran program untuk teman-teman KPID ini minim, tetapi bukan berarti teman-teman komisioner tidak kreatif mensiasati minimnya anggaran itu. Banyak cara dilakukan sehingga tupoksi KPID itu tidak selamanya harus bergantung pada APBD, bisa kreatif bagaimana membangun kerjasama, bagaimana mendorong partisipasi publik bersama OPD terkait saya kira bisa dilakukan,”imbuhnya dan menegaskan eksistensi KPID harus hadir karena KPI dan KPID adalah penjaga negara dalam bidang penyiaran. (EditorMRC)