
MATARAMRADIO.COM — Kebebasan pers kembali menghadapi ujian serius setelah Menteri Pertanian Amran Sulaiman melayangkan gugatan sebesar Rp200 miliar terhadap Tempo Inti Media Tbk.
Tindakan tersebut dinilai Konsorsium Jurnalisme Aman (JA) sebagai bentuk tekanan terhadap media dan ancaman nyata bagi ruang demokrasi di Indonesia.
Konsorsium JA, yang terdiri dari Yayasan Tifa, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), dan Human Rights Working Group (HRWG), menyatakan keprihatinannya terhadap langkah hukum yang diambil Amran. Dalam pandangan mereka, gugatan bernilai fantastis ini bukan sekadar sengketa hukum, melainkan upaya sistematis membungkam kritik publik melalui jalur hukum dan serangan digital.


Selain menggugat, beredar pula surat instruksi internal Kementerian Pertanian (Kementan) yang memerintahkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menyerang konten Tempo di YouTube. Dalam surat itu, ASN diminta memberikan dislike, melaporkan video sebagai “misinformasi” dan “hatespeech,” serta membanjiri kolom komentar dengan narasi keberhasilan Kementan.
Tekanan terhadap media dan upaya pembungkaman digital
Menurut Konsorsium JA, instruksi tersebut memperlihatkan adanya penyalahgunaan wewenang di tubuh kementerian. Alih-alih menanggapi kritik secara terbuka, langkah itu justru dinilai sebagai bentuk pembungkaman digital terhadap media yang menjalankan fungsi kontrol sosialnya.
“Ketika gugatan bernilai fantastis disertai instruksi kepada ASN untuk menyerang produk jurnalistik, itu bukan lagi sengketa biasa, melainkan bentuk tekanan negara yang terencana. Gugatan Rp200 miliar adalah upaya pemiskinan media, sementara instruksi ASN merupakan bentuk pembungkaman pers via digital,”
ujar Direktur Eksekutif PPMN, Fransiska Ria Susati, dalam keterangan resmi, Jumat (31/10).
Fransiska menegaskan bahwa gugatan terhadap Tempo seharusnya tidak dilakukan karena media tersebut telah mematuhi mekanisme penyelesaian di Dewan Pers, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Langkah hukum di luar Dewan Pers, lanjutnya, menciptakan efek jera (chilling effect) yang berbahaya bagi media lain yang berani mengkritik pejabat publik.
Gugatan dinilai tidak profesional dan berpotensi melemahkan media independen
Konsorsium JA menilai gugatan Amran sebagai tindakan yang tidak profesional, karena Tempo telah menempuh jalur penyelesaian sesuai prosedur. Serangan hukum seperti ini dinilai sebagai upaya melemahkan media independen yang selama ini menjadi garda terdepan dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pemerintah.
“Tempo adalah salah satu dari sedikit media yang masih independen dan berani bersuara. Menyerangnya melalui jalur hukum, lalu mengorganisir ASN untuk membanjiri serangan digital, adalah praktik yang berbahaya bagi demokrasi,”tegas Direktur Eksekutif Tifa Foundation, Oslan Purba.
Sementara itu, Direktur Eksekutif HRWG, Daniel Awigra, menyoroti aspek etika dan tata kelola pemerintahan dalam kasus ini. Ia menilai perintah yang menggerakkan ASN untuk menyerang produk jurnalistik sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip netralitas dan kebebasan berekspresi.
“Menggerakkan ASN untuk menyerang produk jurnalistik adalah pelanggaran serius terhadap etika pemerintahan dan prinsip kebebasan berekspresi. Negara seharusnya menjamin kemerdekaan pers, bukan mengorganisir pembungkamannya,” kata Daniel.
Empat tuntutan utama Konsorsium Jurnalisme Aman
Atas kondisi yang dinilai mengancam kebebasan pers tersebut, Konsorsium JA menyampaikan empat tuntutan utama kepada pemerintah:
- Pencabutan gugatan Rp200 miliar terhadap Tempo dan penghentian segala bentuk tekanan hukum terhadap media.
- Pencabutan segera surat instruksi internal Kementan yang memerintahkan ASN untuk menyerang konten media.
- Penegakan prinsip netralitas ASN dan penghormatan terhadap kebebasan pers.
- Komitmen nyata pemerintah dalam menjamin jurnalisme bekerja tanpa ancaman hukum, politik, atau digital.
Konsorsium juga menyerukan agar seluruh elemen masyarakat sipil, organisasi pers, dan lembaga negara ikut menjaga prinsip kemerdekaan pers sebagai pilar utama demokrasi.
Latar belakang gugatan: “Poles-Poles Beras Busuk”
Gugatan yang dilayangkan oleh Amran Sulaiman bermula dari poster berita edisi 16 Mei 2025 berjudul “Poles-Poles Beras Busuk”, yang menjadi pengantar artikel berjudul “Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Cadangan Beras Sepanjang Sejarah.”
Poster tersebut kemudian memicu reaksi keras dari Menteri Pertanian, yang menilai pemberitaan itu merugikan citra dirinya dan institusi yang dipimpinnya. Namun, Dewan Pers telah menangani pengaduan tersebut dan mengeluarkan rekomendasi resmi yang sudah dijalankan oleh Tempo.
Meski demikian, Amran tetap memilih menempuh jalur hukum perdata dengan tuntutan fantastis sebesar Rp200 miliar, sebuah langkah yang dinilai tidak proporsional dan berpotensi melemahkan posisi media independen.
Ancaman kebebasan pers di tengah demokrasi
Kasus gugatan Menteri Pertanian terhadap Tempo menjadi sorotan publik karena terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran akan menyusutnya ruang kebebasan berekspresi di Indonesia. Langkah hukum bernilai besar terhadap media dianggap bisa menciptakan preseden buruk, di mana kritik terhadap pejabat publik dapat dengan mudah dibungkam menggunakan kekuatan politik maupun finansial.
Bagi Konsorsium Jurnalisme Aman, peristiwa ini bukan hanya soal satu media atau satu pejabat, tetapi ujian bagi komitmen negara terhadap prinsip demokrasi dan kebebasan pers.
Dengan nada tegas, Konsorsium JA menegaskan bahwa pemerintah seharusnya memperkuat, bukan melemahkan, media yang menjalankan fungsi kontrol sosial. Kebebasan pers adalah hak konstitusional yang harus dijaga, karena tanpa media yang bebas, transparansi dan akuntabilitas publik akan runtuh. (editorMRC)











































































































































