Ketua IJTI NTB Sayangkan Sikap oknum Panitia acara Kopdarwil PSI NTB

Salah seorang panitia,, di depan ribuan kader PSI yang berada di dalam ruangan meminta awak media segera meninggalkan lokasi acara.


“Yang jelas sudah ada SOPnya. Silahkan, sebelum kami menggunakan kekerasan. Itu saja.” ucapnya


Bahkan ia kembali menegaskan agar awak media segera meninggalkan ruangan.
“Sekali lagi kami tidak akan segan-segan biar katanya ada SOP. Mohon mohon, terserah mohon mau dipakai media terserah saya nggak mau tau. Tanggung jawab saya masalahnya di sini.” tegasnya.

BACA JUGA:  Sembahyang Imlek di Klenteng Po Hwa Kong


Ia pun kembali mengulang dan meminta media segera beranjak.
“Mohon teman teman media, mohon dengan segala hormat. Mjohon dengan segala kemanusiaan, kami tidak mau teman-teman media ada di dalam ruangan ini. Terimakasih” ucapnya.


Salah satu wartawan yang menjadi korban, Rahmatul Kautsar dari tvOne Mataram menceritakan kronologis kejadian tersebut.


Ia mengatakan, sebelumnya ia dan rekan-rekannya dari media lain, seperti Fitri Rahmawati dari Kompas TV,dan M Awaludin dari Berita Satu TV telah diberitahukan bahwa acara digelar tertutup.

BACA JUGA:  BPR Agar Bantu Modal UKM Desa


Namun, mereka masih diperbolehkan mengambil gambar ketika Kaesang masuk ke dalam ruangan, kemudian diminta untuk keluar.


“Kami terima saja, karena memang sudah ada aturannya. Tapi menjelang Kaesang masuk ruangan, tiba-tiba ada salah satu panitia mengumumkan untuk kami awak media meninggalkan ruangan dengan cara yang kasar. Dia bilang, kalau kami tidak keluar, dia akan pakai kekerasan. Itu terekam dalam video,” ungkap Kautsar.


Tindakan panitia tersebut disoroti Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) NTB, Riadis Sulhi. Ia menilai, cara-cara kolot seperti itu tidak seharusnya terjadi, apalagi di era keterbukaan seperti saat ini. Ia menegaskan, media memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang kedatangan ketua PSI untuk disebar ke masyarakat.

BACA JUGA:  Perkuat PSI, Kaesang ke NTB


Ia menambahkan jika ada yang melarang, berarti dia tidak paham arti keterbukaan informasi. Dan jika memang acaranya digelar tertutup, seharusnya panitia bisa menyampaikannya dengan baik, tanpa harus dengan bahasa feodal seperti itu.


“Kita menyayangkan caranya begitu. Ini tidak boleh terulang, harus menjadi catatan di intern partai,” tambah Riadis.


Riadis berharap, PSI sebagai sebuah partai baru yang mengusung visi progresif dan solidaritas, bisa memberikan contoh yang baik dan santun dalam berinteraksi dengan media. (humIJTIntb/MRC)