MATARAMRADIO.COM – Ukraina kini berada diambang kebangkrutan akibat utang.
Rusia menuding Amerika Serikat (AS) telah berhasil menjerat Ukraina dalam lubang utang dengan memanfaatkan situasi perang yang tengah terjadi.
Ketua Majelis Rendah Parlemen usia Vyacheslav Volodin mengatakan bahwa Ukraina secara efektif menggadaikan dirinya ke AS dengan berusaha memanfaatkan miliaran dolar pinjaman senjata yang diusulkan oleh Presiden AS Joe Biden.
Biden pada Kamis (28/4/2022) lalu telah meminta Kongres menyetujui dana US$ 33 miliar untuk mendukung Ukraina.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga memohon kepada anggota parlemen untuk memberikan permintaan persetujuan cepat.
Menurut Volodin, AS mencari keuntungan dari perang sambil membebani utang pada generasi Ukraina di masa depan.
“Banyak generasi masa depan warga Ukraina akan membayar semua amunisi, peralatan, dan makanan yang akan dipasok oleh Amerika Serikat,” katanya, seperti dikutip Reuters, Jumat (29/4/2022).
Menurutnya, Zelensky juga telah mendorong negara itu utuk masuk ke dalam lubang utang.
Perlu diketahui, permintaan pendanaan Biden mencakup lebih dari US$ 20 miliar untuk senjata, amunisi, dan bantuan militer lainnya, serta US$ 8,5 miliar dalam bantuan ekonomi langsung kepada pemerintah Ukraina, dan US$ 3 miliar dalam bantuan kemanusiaan.
Adapun, berdasarkan laporan dari The New York Times, Kongres AS pada hari Kamis telah mengesahkan undang-undang yang meminta Undang-Undang Pinjam-Sewa tahun 1941, yang awalnya diusulkan oleh Presiden Franklin D. Roosevelt untuk membantu mempersenjatai pasukan Inggris dalam melawan Nazi Jerman, untuk memungkinkan Biden memasok senjata ke Ukraina dengan status pinjaman.
Sementara itu, kunjungan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken dan Menteri Pertahanan, Lloyd Austin baru-baru ini adalah kunjungan tingkat tertinggi AS ke ibu kota Ukraina sejak konflik Rusia-Ukraina dimulai pada akhir Februari 2022.
Dalam kacamata analis, kunjungan tersebut untuk menunjukkan dukungan politik dan mungkin memiliki dampak yang sangat terbatas pada situasi di medan perang.
Setelah kunjungan rahasia ke Kiev, Blinken mengatakan Rusia gagal dalam tujuan perangnya, dan Ukraina berhasil dalam pertempuran seperti diberitakan CBS News.
Pejabat senior AS yang berkunjung mengatakan kepada Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky bahwa AS akan menyediakan lebih dari 300 juta dolar AS (Rp4,3 triliun) dalam pembiayaan militer dan telah menyetujui penjualan amunisi senilai 165 juta dolar As (Rp2,3 triliun).
Austin mengatakan tanggapan Zelensky terhadap bantuan itu adalah apresiasi yang mendalam.
Dia mengatakan, jika Zelensky memiliki pola pikir bahwa mereka akan menang.
“Dan kami memiliki pola pikir. bahwa kami ingin membantu mereka menang,” kata Austin.
Namun, analis tidak setuju dengan penilaian pejabat AS tersebut, dan mengatakan Ukraina tidak memperlihatkan tanda-tanda menang.
Bahkan yang ada, rakyat Ukraina dikorbankan oleh keras kepalanya seorang pemimpin negara seperti Zelensky.
Rakyat Ukraina harus membayar kesalahan Zelensky dengan darah dan nyawa. Dan saat ini banyak wilayah Ukraina di bawa kendali militer Rusia.
Semua langkah AS termasuk mengirim diplomat kembali ke Ukraina umumnya untuk tujuan politik.
Mereka ingin membuktikan bahwa Washington memiliki kepercayaan di Kiev, tetapi tidak akan melakukan apa pun yang signifikan untuk mengubah situasi sepenuhnya.
Misalnya, bagaimana cara dengan aman mengangkut pasokan, senjata, dan amunisi tersebut ke pasukan Ukraina yang dikelilingi atau terlibat dengan pasukan Rusia.
“Hal itu adalah masalah besar, dan siapa yang benar-benar diuntungkan dari pasokan AS juga menjadi pertanyaan,” kata para analis.
Cui Heng, seorang ahli dari Pusat Studi Rusia dari Universitas Normal China Timur, mengatakan kepada Global Times pada hari Senin bahwa satu-satunya pemenang konflik Rusia-Ukraina adalah AS.
“Blinken menganggap Ukraina sebagai proksi AS, jadi dia percaya kemenangan AS adalah kemenangan Ukraina,” kata dia.
Sui mengatakan, meningkatkan pembiayaan militer dan penjualan amunisi oleh AS ke Ukraina adalah untuk memperpanjang konflik, bukan untuk membalikkan situasi atau mengakhiri konflik sesegera mungkin, dan tidak memiliki efek konstruktif pada situasi saat ini.
Song Zhongping, pakar militer China dan komentator TV, mengatakan korupsi di pemerintah Ukraina dan pasukan militer sangat parah, sehingga dukungan dalam bentuk uang dan materi tidak dapat membuat perubahan signifikan terhadap konflik yang sedang berlangsung.
“Tidak ada yang bisa begitu saja menggunakan uang untuk membeli tentara modern. Rusia telah memperhatikan bahwa AS hanya akan menyediakan senjata atau melatih personel militer di luar Ukraina, tetapi tidak akan campur tangan dalam situasi secara langsung,” kata Song.
Rusia mengklaim kemenangan pada hari Kamis dalam pertempuran besar, menyatakan kota pelabuhan Mariupol “dibebaskan,” dengan ratusan tentara Ukraina masih dikelilingi oleh pasukan Rusia di dalam sebuah pabrik baja raksasa.
“Ini adalah perang dimana Rusia tidak bisa kalah. Jadi Moskow akan mencoba segalanya untuk menetapkan tujuan yang dapat dicapai dan menyelesaikan misi,” kata Song.
Beberapa media Barat mengatakan Moskow akan menetapkan tenggat waktu pada 9 Mei, yaitu Hari Kemenangan untuk merayakan kemenangan Uni Soviet atas Nazi Jerman.
Song tidak setuju, dan mengatakan bahwa menetapkan tenggat waktu tidak diperlukan untuk Rusia.
Wang Yiwei, Direktur Institut Urusan Internasional di Universitas Renmin China, mengatakan kepada Global Times pada hari Senin bahwa Rusia telah melihat jika AS tidak akan mengambil tindakan signifikan yang dapat membalikkan situasi, sehingga berani meluncurkan operasi tahap kedua untuk mengejar tujuannya.
“Kota-kota pelabuhan termasuk Odessa dan Kherson di selatan dapat menjadi sasaran, dan Rusia dapat menjadikan Ukraina negara yang terkurung daratan jika mampu mengendalikan kota-kota ini. Kemudian kemungkinan putaran pembicaraan damai lainnya dapat muncul,” kata Wang. (EditorMRC)
foto utama : DW