Tentang Ampenan dan Kejayaan Tuan Bakbir

Semalaman hingga menjelang sahur saya berbincang dengan H Jumadil (73 tahun). Warga Ampenan ini tukang urut panggilan. Tapi, sebelum itu, selama setengah abad ia menekuni profesi sebagai tukang cukur.

Jika dalam sehari Jumadil sedikitnya melayani pangkas rambut empat orang setiap hari, hitung saja berapa kepala yang telah ia cukur. Boleh jadi rekam jejaknya tak tertandingi para tukang cukur setanah air. Dari hasil pekerjaannya inilah ia bisa membeli rumah dan menunaikan ibadah haji.

Pelanggannya kebanyakan para pengusaha dan pejabat. Ia masih mengingat beberapa nama. Diantaranya H Lalu Mudjitahid (alm) bekas Bupati Lombok Barat dan H Moh Ruslan (alm), mantan Walikota Mataram. “Hampir saban bulan Pak Mudji dan Pak Ruslan datang untuk potong rambut,” tuturnya.

BACA JUGA:  Ratu

Tetapi, saya tak hanya tertarik cerita tentang profesinya semata. Dari Jumadil saya banyak memperoleh gambaran tentang kondisi Ampenan sejak 1950 hingga 1980-an. Ia satu dari segelintir saksi hidup ihwal kejayaan kota tua ini.

Pada 1967, ia direkrut Tuan Ajun, warga Ampenan keturunan Arab Hadramaut bermarga Bagges. Ia pemilik tempat pangkas rambut Lombok Agung, berlokasi persis di seberang bioskop Ampenan. Inilah tempat pangkas rambut pertama yang menggunakan alat cukur modern bertenaga listrik di Pulau Lombok. “Mereknya Wahl, buatan Amerika. Sedangkan pisaunya buatan Jerman,” jelas Jumadil.

BACA JUGA:  Nostalgia Bang Zul dan Lalu Iqbal: Akankah Bersanding di Pilgub 2024?

Di tempat itu pelanggan juga dilayani terapi pijat yang menggunakan alat-alat canggih yang baru muncul. Itu sebabnya tarif Lombok Agung lima kali lipat lebih mahal dibanding para tukang cukur jalanan yang masih menggunakan alat cukur manual. Di sana pelanggan duduk nyaman di atas kursi yang mirip tempat duduk pasien dokter gigi.

Ongkos cukur rambut plus pijat Rp 50. Jumadil dibayar harian. Fifty-fifty. Separuh tarif untuk tukang cukur, separuh lagi bagi pemilik. Sehari Jumadil bisa mengantongi Rp 100 hingga 250. Sebagai gambaran, harga seliter beras di masa itu hanya setengah rupiah. Itu berarti, penghasilan lelaki ini bisa untuk membeli paling kurang dua karung beras yang masing-masing berisi satu kuintal. Kalau dikonversi dengan uang sekarang, pendapatan tukang cukur ini minimum Rp 2 juta per hari!

BACA JUGA:  Kunjungi Dua Makam Ulama Kharismatik Lombok, Tokoh Pariwisata Nasional ini Usulkan Pengembangan Destinasi Wisata Ziarah

Tuan Ajun putra Bakeber Bagges, pengusaha masyhur di Lombok. Orang Ampenan memanggilnya Tuan Bakbir. Dia pemilik 216 ruko. Tersebar di beberapa kawasan. Sebagian besar di sekitar simpang lima, termasuk bangunan klasik yang hampir selalu muncul dalam setiap ulasan tentang kota tua Ampenan. Lainnya berada di Jalan Pabean dan wilayah Cakranegara.

Berhubung saya sangat mengantuk, saya akan menulis secara utuh penuturan tukang cukur berpenghasilan setara petinggi BUMN ini di lain waktu. Selamat bersantap sahur. Tabik!