Didampingi Sang Ibu, Terduga Pencuri Ponsel di Lombok Barat Serahkan Diri. Begini Kronologisnya!

Terduga pencuri ponsel Realme GT 6 di Lombok Barat serahkan diri ke polisi, didampingi ibunya. Polisi apresiasi peran keluarga.

Kisah ini bermula dari laporan seorang mahasiswa yang kehilangan ponsel Realme GT 6 seharga Rp8 juta pada Februari 2025. Polisi bergerak cepat, dan tak lama kemudian berhasil meringkus dua orang pelaku berinisial AG (22) dan UB (20). Namun, satu pelaku lain, A, sempat melarikan diri dan diketahui bersembunyi di wilayah Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Namun tak berselang lama dari penangkapan dua pelaku pertama, A justru datang sendiri ke markas Polres Lombok Barat. Ia datang tak sendiri, melainkan didampingi oleh ibu kandungnya yang memutuskan untuk membawa A kembali ke Lombok demi mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Polisi Apresiasi Keputusan Keluarga

Kapolres Lombok Barat, AKBP Yasmara Harahap, S.I.K., melalui Kasat Reskrim, AKP Lalu Eka Arya Mardiwinata, S.H., M.H., membenarkan peristiwa penyerahan diri tersebut.

“Betul, satu terduga pelaku berinisial A yang sempat masuk dalam pencarian kami, kini telah menyerahkan diri. Kami menerima penyerahan dirinya di Mako Polres Lombok Barat,” ujar AKP Lalu Eka pada Senin (30/6/2025).

BACA JUGA:  Jual Narkoba di Pasar Seni Kuta, Pemuda Pengangguran Ditangkap Polisi

Dijelaskan bahwa keputusan A untuk menyerahkan diri sangat dipengaruhi oleh dorongan keluarga, khususnya sang ibu yang merasa anaknya perlu bertanggung jawab atas tindakannya. Keluarga A khawatir dengan kondisi anaknya setelah mengetahui dua rekannya sudah ditangkap lebih dulu oleh polisi.

“Peran ibu sangat penting dalam penyerahan diri pelaku ini. Beliau ingin anaknya bertanggung jawab atas perbuatannya. Ini adalah langkah yang patut diapresiasi,” tambah Kasat Reskrim.

Aksi Sukarela yang Jadi Contoh Penegakan Etika

Penyerahan diri A menjadi sorotan karena mencerminkan pentingnya nilai-nilai moral yang masih dijunjung tinggi oleh keluarga. Dalam banyak kasus kriminal, pelaku kerap menghindari proses hukum. Namun, keputusan A dan ibunya ini menunjukkan bahwa penyelesaian kasus hukum tidak selalu harus dengan tindakan represif. Kepolisian pun mengapresiasi langkah itu sebagai bentuk tanggung jawab pribadi dan keluarga terhadap tindakan hukum.

A kini resmi ditahan dan akan menjalani proses penyidikan lebih lanjut bersama dua rekannya. Ketiganya dijerat dengan Pasal 363 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, yang ancaman hukumannya mencapai tujuh tahun penjara.

Penyelidikan Fokus pada Peran Masing-Masing Pelaku

Polisi kini fokus menggali peran spesifik masing-masing dari ketiga tersangka dalam insiden pencurian tersebut. Apakah ada yang bertindak sebagai eksekutor, pengintai, atau pelaku utama dalam pencurian ponsel mahal milik korban. Tim penyidik Satreskrim Polres Lombok Barat tengah mengumpulkan barang bukti dan memperdalam keterangan dari ketiganya.

BACA JUGA:  Perjelas Alur Pidana, Polres Mataram Gelar Rekonstruksi

Salah satu aspek yang disoroti oleh penyidik adalah bagaimana ponsel itu dicuri, dijual, serta apakah ada jaringan penadah yang terlibat dalam distribusi hasil curian.

Dampak Psikologis dan Sosial dari Kasus Kriminal

Kasus ini juga menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan keluarga, terutama bagi anak-anak muda yang rentan terjerumus ke dalam tindakan kriminal. Hadirnya sang ibu saat penyerahan diri tak hanya menyelamatkan anak dari pelarian berkepanjangan, tetapi juga menunjukkan bahwa ikatan keluarga bisa berperan sebagai penyelamat moral terakhir.

Menurut pengamat sosial dari Universitas Mataram, Dr. Zainuddin Hadi, kehadiran ibu dalam proses penyerahan diri pelaku mencerminkan bagaimana peran keluarga tetap menjadi fondasi utama dalam pendidikan karakter.

“Ini bukan hanya soal penegakan hukum, tapi juga nilai-nilai sosial. Ketika orang tua hadir dan mendorong anak untuk mengakui kesalahan, itu membuktikan bahwa pendidikan karakter masih hidup di tengah masyarakat kita,” ujar Zainuddin saat dimintai pendapat.

Imbauan Kepolisian: Waspada dan Peduli Lingkungan Sekitar

Kapolres Lombok Barat melalui jajarannya juga mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap aksi pencurian yang kini semakin beragam modusnya. Ponsel menjadi salah satu barang yang paling sering menjadi sasaran karena harganya tinggi dan mudah dijual kembali.

BACA JUGA:  Diduga Memeras, Oknum LSM Terancam 4 tahun Penjara

“Warga diimbau untuk tidak lengah terhadap barang pribadi, terutama saat berada di tempat umum. Bila terjadi hal mencurigakan, segera laporkan ke pihak kepolisian,” ujar AKP Lalu Eka.

Tak hanya itu, polisi juga mendorong peran aktif masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang aman. Sinergi antara aparat dan warga diyakini bisa menekan angka kejahatan di wilayah Lombok Barat dan sekitarnya.

Penutup: Etika dan Hukum, Dua Pilar Penegakan Keadilan

Kisah ini menyoroti lebih dari sekadar kejahatan pencurian. Ia mencerminkan bagaimana etika, rasa tanggung jawab, dan dukungan keluarga bisa menjadi titik balik dalam proses hukum. Dalam iklim sosial yang kadang abai terhadap nilai moral, langkah ibu A menjadi contoh bahwa kasih sayang dan keberanian mengakui kesalahan bisa menjadi awal dari perubahan.

Sementara proses hukum tetap berjalan, publik bisa mengambil pelajaran bahwa menyerahkan diri bukanlah kelemahan, melainkan bentuk keberanian untuk menghadapi konsekuensi. Dan di balik setiap proses hukum yang tegas, ada ruang untuk pengakuan, perbaikan, dan harapan baru. (editorMRC)