Dikritisi Motif Pemekaran Wilayah. Pengamat : Anggaran Terkuras, Rakyat Tetap Miskin!

Pengamat Masalah Sosial Politik NTB, Lalu Aksar Anshori, menyoroti fenomena ini dengan tajam dan menyebut bahwa motif utama di balik semangat pemekaran bukanlah demi rakyat, melainkan demi distribusi kekuasaan dan jabatan struktural.

“Provinsi-provinsi besar seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur nyaris tidak terdengar wacana DOB. Di Pulau Jawa sendiri hanya pernah lahir satu DOB, yakni Provinsi Banten,” tulis Aksar melalui akun media sosialnya facebook, Selasa (6/5).

Anggaran Infrastruktur, Bukan Pelayanan Publik

Menurut Aksar, semangat pemekaran wilayah kerap didorong oleh kepentingan elit, bukan oleh kebutuhan nyata masyarakat. Ia menjelaskan bahwa anggaran DOB lebih banyak tersedot untuk membangun infrastruktur pemerintahan, mulai dari kantor gubernur, rumah dinas, kantor dinas/instansi, hingga membentuk DPRD provinsi maupun kabupaten/kota baru beserta seluruh perangkat pendukungnya.

BACA JUGA:  Mohan Roliskana, Perjalanan Karir Sang Walikota Mataram

“Distribusi jabatan di level eksekutif dan legislatif menjadi alasan utama. Dari eselon I hingga IV akan diisi kembali. Honor, tunjangan, hingga pembangunan infrastruktur akan menggerus anggaran publik,” ujar mantan Ketua KPU NTB ini.

Lingkaran Setan Pemekaran dan Kemiskinan

Kritik keras juga diarahkan pada dampak jangka panjang dari pemekaran. Lalu Aksar menyebut bahwa setelah sekian tahun berjalan, DOB tetap saja gagal mengatasi persoalan utama rakyat, yakni kemiskinan, pengangguran, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar.

BACA JUGA:  Komisi IX DPR RI Apresiasi Layanan Vaksinasi Booster di NTB

“Akhirnya, masyarakat yang semula berharap sejahtera malah tetap terjebak dalam lingkaran setan masalah yang sama,” tegasnya.

Ia juga menambahkan bahwa pemekaran bukan hanya terjadi di level provinsi atau kabupaten/kota, tetapi kerap menjalar ke tingkat paling bawah seperti desa dan dusun. “Setiap konflik Pilkades, keinginan pemekaran desa dan dusun kembali mencuat. Ini seperti siklus yang terus berulang tanpa arah pembenahan yang jelas,” ujarnya.

Pilkada dan Pemilu Kian Mahal

Lebih lanjut, isu pemekaran wilayah turut memperbesar biaya politik dan anggaran negara. Menurut Lalu Aksar, dengan bertambahnya wilayah administrasi, maka akan semakin banyak pelaksanaan Pilkada, Pemilu, dan Pilkades. “Akhirnya, anggaran negara makin bengkak untuk hal-hal politis, sementara anggaran untuk pelayanan publik justru menyusut drastis,” paparnya.

BACA JUGA:  Tinjau Lokasi Banjir, Bang Zul Instruksikan Segera Perbaiki Tanggul Sungai Ranjok Gunungsari

Rakyat Hanya Jadi Penonton

Mengakhiri pernyataannya, Aksar menegaskan bahwa praktik pemekaran wilayah yang tidak didasari pada kajian kebutuhan rakyat, hanya akan menjadikan masyarakat sebagai penonton. “Yang menikmati pemekaran adalah elit politik dan birokrasi. Rakyat, terutama yang berada di pelosok, tetap saja jauh dari akses layanan dasar,” pungkasnya.

Saatnya Evaluasi Motif Pemekaran

Isu DOB yang kini kembali ramai di NTB dan beberapa wilayah Indonesia seharusnya ditelaah ulang secara kritis. Seperti yang disoroti Lalu Aksar Anshori, pemekaran wilayah jangan hanya jadi alat distribusi kekuasaan dan jabatan semata, sementara rakyat tetap saja tak merasakan manfaat nyata dari pemisahan administratif tersebut. (editorMRC)