Bangkit Bersama IKA Apitaik 2025: Halal Bihalal Jadi Titik Awal Gerakan Kolektif Warga Perantauan

H. Makmun, SH., Ketua IKA Apitaik dan Rusdi, SE., M.Acc., Ak., Ketua Forum Komunikasi Pemuda Apitaik menyampaikan pentingnya mendorong regenerasi kepemimpinan dalam tubuh organisasi.

Sekitar 150 warga perantauan asal Desa Apitaik, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur berkumpul dengan satu tujuan: memperkuat tali silaturahmi dan membangkitkan semangat kolektif untuk kemajuan desa.

Tak hanya dihadiri oleh para sesepuh dan perantau, acara ini juga menjadi panggung strategis bagi generasi muda, khususnya mahasiswa dan profesional muda Apitaik. Momentum tahunan ini dimaknai sebagai lebih dari sekadar temu kangen—ini adalah panggilan untuk membentuk arah baru yang berakar dari kebersamaan.

Pesan Mendalam dari Dewan Penasihat IKA


Dr. Siti Rohmi Djalilah, M.Pd., tokoh perempuan NTB yang juga mantan Wakil Gubernur periode 2018–2023, hadir sebagai Dewan Penasihat IKA. Dalam sambutannya yang menyentuh hati, ia menekankan bahwa tradisi Halal Bihalal seharusnya dipahami secara lebih substansial.

“Halal bihalal ini bukan hanya soal maaf-memaafkan. Ini panggilan untuk saling merawat hubungan dan menumbuhkan rasa percaya bahwa kita bisa maju bersama,” tegasnya.

BACA JUGA:  Kapolda NTB Genjot Program Kampung Sehat

Dr. Rohmi juga memberikan penekanan khusus pada pentingnya peran generasi muda dalam membawa perubahan nyata. Ia menyemangati para mahasiswa Apitaik agar tidak hanya mengejar gelar, tetapi juga membawa pulang nilai dan gagasan baru ke desa.

“Kunci masa depan kita ada di tangan generasi muda. Mahasiswa Apitaik harus tekun belajar dan membawa harapan pulang ke desa dengan gagasan segar dan semangat perubahan.”

Regenerasi dan Inklusivitas Jadi Fokus Organisasi


Semangat pembaruan organisasi IKA disuarakan kuat oleh Ketua Umum IKA, H. Makmun, SH. Dalam orasinya yang membangkitkan semangat hadirin, ia mengajak seluruh anggota untuk membuka ruang bagi kepemimpinan muda yang progresif dan terbuka terhadap inovasi.

“IKA tidak bisa jalan di tempat. Kita butuh kepengurusan yang energik, terbuka, dan berani mencoba hal baru. Talenta muda harus diberi panggung untuk memimpin.”

Ia juga menegaskan bahwa regenerasi tidak semata soal usia, tetapi keberanian dalam membawa perubahan yang nyata bagi masa depan komunitas Apitaik di mana pun mereka berada.

BACA JUGA:  Warga Kiantar dan Tuanga SumbawaTerima Sembako

Pemuda Jadi Motor Perubahan


Salah satu titik sorot penting dalam acara ini adalah gagasan kolaboratif yang diangkat oleh Rusdi, SE., M.Acc., Ak., Ketua Forum Komunikasi Pemuda Apitaik. Menurutnya, pemuda bukan sekadar simbol, tetapi kekuatan riil yang mampu menyatukan potensi desa dan kekuatan diaspora.

“Kita tidak bisa menunggu, kita harus menciptakan momentum,” ungkapnya tegas.

Bagi Rusdi, potensi Apitaik sangat besar—baik dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Namun, potensi ini butuh manajemen yang cerdas dan koneksi yang kuat agar bisa menjelma menjadi kekuatan pembangunan desa yang modern dan berkelanjutan.

Lebih dari Sekadar Nostalgia


Di tengah ramah tamah dan gelak tawa, tersirat harapan besar dari semua pihak yang hadir. Halal Bihalal IKA Apitaik 2025 dirasakan sebagai ruang perjumpaan yang produktif. Para peserta tidak hanya bernostalgia, melainkan berdiskusi aktif soal masa depan desa dan kontribusi apa yang bisa diberikan.

BACA JUGA:  Wagub : Digitalisasi Suatu Keharusan

Kegiatan ini menandai transisi penting dalam perjalanan IKA Apitaik, dari organisasi kekeluargaan menjadi komunitas strategis yang siap menyambut masa depan. Komitmen kolektif untuk menjadikan Apitaik sebagai desa yang tumbuh secara kontekstual dan inklusif mulai terasa nyata.

Kolaborasi sebagai Kata Kunci Masa Depan


Dalam dialog terbuka usai sambutan resmi, sejumlah peserta menyampaikan ide-ide kreatif untuk menjadikan IKA sebagai laboratorium sosial. Ada usulan pembentukan inkubator bisnis perantau, beasiswa mahasiswa Apitaik, hingga proyek revitalisasi budaya desa.

Beberapa dari mereka bahkan siap menggalang dana mandiri dari anggota diaspora untuk mendanai proyek pembangunan kampung halaman. “Kalau bukan kita, siapa lagi?” begitu ungkapan yang berkali-kali terdengar dari peserta muda.

Halal Bihalal ini menjadi momen penting yang menegaskan kembali bahwa kekuatan komunitas terletak pada kemampuannya untuk bersatu dalam visi dan aksi. Apitaik tidak lagi menunggu keajaiban dari luar—ia kini bersiap menulis narasinya sendiri. (editorMRC)