MATARAMRADIO.COM – Ini kabar gembira bagi petani di Nusa Tenggara Barat. Badan Pusat Statistik (BPS) NTB melaporkan bahwa Nilai Tukar Petani (NTP) pada Maret 2025 mencapai 124,99, naik signifikan sebesar 1,94 persen dari bulan sebelumnya.
Kenaikan ini menjadi bukti nyata bahwa sektor pertanian di provinsi ini terus berkembang, dengan subsektor hortikultura mencatat angka fantastis 219,24, jauh melampaui subsektor lain. Lonjakan ini tak hanya menggembirakan petani, tetapi juga menegaskan posisi NTB sebagai salah satu lumbung ekonomi berbasis agraris di Indonesia.
Kepala BPS NTB, Drs. Wahyudin, mengungkapkan data tersebut dalam rilis resmi yang digelar di Aula Tambora, Kantor BPS NTB, pada Senin, 8 April 2025. “Alhamdulillah NTP di Provinsi NTB bernilai di atas 100 untuk semua subsektor,” katanya dengan nada penuh syukur.

Menurutnya, angka ini mencerminkan daya beli petani yang semakin kuat, didorong oleh kenaikan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) sebesar 3,21 persen, yang jauh melebihi kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 1,24 persen. Artinya, petani meraup keuntungan lebih besar dari hasil panen mereka dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan.
Subsektor hortikultura menjadi bintang utama dalam laporan ini, dengan NTP mencapai 219,24. Sementara itu, tanaman pangan berada di 117,40, tanaman perkebunan rakyat di 108,32, peternakan di 108,39, dan perikanan di 104,96. Semua angka ini berada di atas 100, menandakan bahwa petani di setiap sektor masih berada dalam zona surplus.
Wahyudin menjelaskan bahwa Nilai Tukar Petani adalah indikator penting untuk mengukur kemampuan petani di pedesaan. “NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi,” ungkapnya.
Kenaikan NTP ini juga beriringan dengan peningkatan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) di NTB sebesar 1,70 persen pada Maret 2025. Lonjakan IKRT ini dipicu oleh naiknya harga di berbagai kelompok pengeluaran, seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan, kesehatan, hingga transportasi.
Meski biaya hidup meningkat, pendapatan petani ternyata mampu mengimbanginya, bahkan memberikan ruang untuk tabungan atau investasi kecil-kecilan. Sementara itu, Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) juga melonjak 2,87 persen menjadi 128,46, menunjukkan bahwa usaha pertanian di tingkat rumah tangga semakin produktif.
Apa rahasia di balik performa gemilang ini? Musim panen awal tahun yang berjalan mulus menjadi salah satu faktor kunci. Komoditas hortikultura seperti cabai, tomat, dan bawang merah, yang banyak ditanam di Lombok dan Sumbawa, mengalami lonjakan permintaan menjelang Ramadan dan Idulfitri 2025.
Harga pasar yang kompetitif membuat petani di sektor ini tersenyum lebar. Selain itu, stabilitas cuaca dan distribusi pupuk yang lebih merata turut mendongkrak produksi tanpa membebani biaya operasional.
Di tengah capaian ini, NTB menunjukkan bahwa sektor pertanian bukan hanya penopang kehidupan, tetapi juga mesin ekonomi yang tangguh. Hortikultura, dengan NTP jauh di atas rata-rata, menjadi bukti potensi besar yang bisa digali lebih dalam.
Data historis dari BPS menunjukkan bahwa komoditas seperti cabai rawit sering kali menjadi penutup defisit NTP di bulan-bulan sulit, dan Maret 2025 membuktikan tren itu kembali berulang. Petani di Lombok Timur, misalnya, melaporkan panen raya yang melimpah, didukung oleh irigasi yang memadai dan akses pasar yang lancar.
Namun, tidak semua subsektor menikmati euforia yang sama. Perikanan, dengan NTP 104,96, menjadi yang terendah meskipun masih positif. Tantangan seperti cuaca buruk dan biaya bahan bakar kapal menjadi hambatan yang belum teratasi sepenuhnya.
Meski begitu, angka di atas 100 tetap menjadi sinyal bahwa sektor ini masih bertahan di tengah tekanan. Wahyudin menegaskan bahwa NTP yang konsisten di atas 100 adalah tanda bahwa petani dan nelayan NTB masih mampu menjaga keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran.
Dampak kenaikan Nilai Tukar Petani ini juga terasa di pasar lokal. Aktivitas ekonomi di pedesaan meningkat, terlihat dari ramainya transaksi di pasar tradisional seperti Pasar Mandalika di Lombok Tengah. Pedagang melaporkan bahwa petani kini lebih percaya diri membelanjakan hasil panen mereka, mulai dari kebutuhan pokok hingga barang sekunder seperti pakaian dan alat rumah tangga. Ini menunjukkan bahwa NTP yang tinggi bukan hanya angka di kertas, tetapi juga membawa gelombang positif bagi perekonomian mikro.
Ke depan, stabilitas NTP akan menjadi fokus utama. Dengan musim tanam berikutnya di depan mata, petani diharapkan bisa mempertahankan momentum ini. Dukungan infrastruktur seperti saluran irigasi dan penyediaan benih unggul menjadi kunci untuk menjaga produktivitas. Sementara itu, subsektor perikanan membutuhkan perhatian khusus agar tak tertinggal dari saudara-saudaranya di daratan.
Kepala BPS NTB kembali menegaskan pentingnya data ini bagi kebijakan. “Alhamdulillah NTP di Provinsi NTB bernilai di atas 100 untuk semua subsektor,” ulang Wahyudin, seolah ingin memastikan bahwa capaian ini menjadi pijakan untuk langkah berikutnya.
Bagi petani NTB, Maret 2025 bukan hanya bulan panen biasa, tetapi juga tonggak harapan akan masa depan yang lebih cerah. Dengan Nilai Tukar Petani yang terus menanjak, NTB membuktikan bahwa pertanian tetap menjadi jantung kehidupan dan ekonomi masyarakatnya. (editorMRC)











