Pengamat Nilai Deflasi Terjadi Karena “Volatile Food”, Bukan Daya Beli. Ini Penjelasannya!

Tetapi deflasi tersebut menurut Ir. Lalu Muh. Kabul, M.AP Pengamat Kebijakan Publik asal NTB yang juga Direktur Lembaga Pengembaagan Pedesaan (LPP) terjadi bukan karena penurunan daya beli, tetapi karena “volatile food” dimana harganya tergantung pada siklus musiman yakni cenderung turun ketika panen dan kembali naik ketika diluar musi panen.

BACA JUGA:  Pedagang di Eks Pelabuhan Ampenan Bernapas Lega

Beberapa komoditas pangan yang memiliki andil terhadap deflasi pada tahun 2024 seperti beras, tomat, cabe merah, cabe rawit, bawang merah, dan lain-lain.


Menurut Kabul, inflasi meliputi tiga kelompok, pertama, inflasi “volatile food” yakni barang dn jasa yang harganya sangat bergejolak (“volatile”) umumnya didominasi oleh komoditas makanan, kedua inflasi “administered price” berasal dari barang dan jasa yang harganya dapat dikendalikan oleh pemerintah seperti bahan bakar minyak, tarif listrik, ketiga inflasi inti (“core inflation”) yakni harga barang dan jasa ditentukan oleh perekonomian secara umum seperti nilai tukar dan keseimbangan permintaan dan penawaran.

BACA JUGA:  OPD Diminta Antisipasi Kenaikan Harga di Kota Mataram


Lebih jauh Kabul menyatakan bahwa daya beli berkaitan dengan inflasi inti. Merujuk pada data BPS, Kabul mengatakan bahwa dalam lima bulan terakhir pada tahun 2024 ini inflasi inti tidak mengalami deflasi atau perkembangan minus, tetapi berada pada tingkat inflasi rendah yakni sebesar 0,17 persen (Mei), Juni (0,10 persen), Juli (0,18 persen), Agustus (0,20 persen), September (0,16 persen). “Berkaitan dengan data inflasi inti tersebut dapat disimpulkan tidak terjadinya penurunan daya beli”, pungkasnya. (editorMRC)

BACA JUGA:  Status IDM Lombok Timur 2021:”Maju”