MATARAMRADIO.COM,Mataram – Rencana pemerintah menutup total siaran TV analog pada November 2022 mendatang, membuat kalangan praktisi TV lokal di NTB mulai mengatur siasat.
Bahkan tak tanggung-tanggung mereka telah mendeklarasikan terbentuknya Forum TV Lokal NTB yang disingkat FTV NTB.”Forum ini lahir sebagai wujud solidaritas dan keinginan kuat para pengelola TV lokal di NTB ikut membangun NTB melalui penyiaran,” kata Yogi Hadi Ismanto, Direktur Utama Lombok TV, Minggu (28/11).
Dijelaskan, FTV NTB telah dibentuk dan dideklarasikan oleh lima pimpinan dan perwakilan TV lokal di NTB yakni Lombok TV, Nusa TV, TV9, LPPL Selaparang TV dan Bima TV.”Forum ini sudah lama diwacanakan dan baru disepakati pembentukannya pada Sabtu, 27 November 2021 di Mataram,” jelasnya.
Terpilih sebagai Ketua FTV NTB yakni Yogi Hadi Ismanto ( Dirut Lombok TV), Wakil Ketua Lalu Saparudin Aldi (Direktur Penyiaran LPPL Selaparang TV), Sekretaris dijabat Khairudin M Ali (Dirut Bima TV) dan Bendahara dipegang Usman dari TV9.
Selain menyepakati Dewan Pengurus, FTV NTB juga membentuk Dewan Penasehat yang berasal dari kalangan akademisi, praktisi penyiaran dan mantan regulator penyiaran di NTB. ” Salah satunya Sukri Aruman, mantan Ketua dan Komisioner KPID NTB dua periode,”sebut Yogi.
TV Lokal Belum Siap Migrasi Total Siaran Digital?
Sementara itu, Lalu Saparudin Aldi, Wakil Ketua FTV NTB menyebutkan lahirnya Forum para pengelola TV lokal semata-mata untuk menyatukan derap langkah dalam menghadapi berbagai persoalan genting dan mendesak yang dihadapi TV lokal di era konvergensi media dan akan diberlakukannya migrasi total TV analog ke TV digital pada November tahun depan.”Persoalan migrasi ini salah satu agenda mendesak yang ingin kami diskusikan dengan Pemerintah. Sebab, selama ini kampanye masif yang dilakukan pemerintah tentang TV digital masih jauh dari harapan terutama bagi kami pengelola TV lokal baik TV swasta maupun TV Pemerintah Daerah,”sebutnya.
Ditambahkan Apeng, sesungguhnya TV lokal belum siap memasuki era Analog Switch Off.
Pertama, katanya migrasi analog ke digital ini ternyata bukan sekedar bicara TV jernih, keren dan modern.
Tapi bagi TV lokal, ini soal eksistensi dan investasi yang tidak kecil. Padahal investasi untuk bersiaran analog saja nilainya cukup mahal karena harus memenuhi standar perangkat siaran yang ditetapkan pemerintah.”
Sekarang dengan rencana analog switch off atau migrasi total, jelas sangat merugikan teman-teman TV lokal,”cetusnya.
Sebagai pengelola TV Publik Daerah Apeng menyebutkan manajemen LPPL Selaparang TV sedang mencari rumusan bagaimana nasib tower dan antena mentereng yang dibangun dengan investasi mahal di Jenggik Lombok Timur tanpa ada kompensasi dan subsidi negara atau pemerintah pusat terhadap keberlangsungan TV lokal yang keberadaannya diharapkan menjadi garda terdepan mengkawal kearifan lokal.”Dengan pemberlakukan Digitalisasi ini, TV lokal yang tadinya punya otorita memiliki rumah sendiri, kini dipaksa keluar dan hanya menjadi penyewa rumah kos, penyewa lapak yang setiap saat digusur karena tak mampu membayar sewa bulanan.”Sebagai LPPL, tentu kami menuntut perlakuan berbeda. Jangan dong TV eksisting diperlakukan sama dengan pemohon baru TV digital yang belum keluar investasi besar seperti kami, “tegasnya.
Dia juga mempertanyakan efektivitas TV digital di tengah gempuran media baru dengan konten yang masif.”Jangan sampai udah jatuh tertimpa tangga juga. Menghadapi gempuran konten kreator saja tantangannya luar biasa. Ditambah lagi migrasi digital yang belum tentu lebih baik dari siaran kita hari ini,”imbuhnya.
Pria yang akrab disapa Apeng ini menuturkan, hingga saat ini Pemerintah termasuk KPI dan KPID NTB masih sebatas mensosialisasikan keunggulan TV digital yang disebut lebih baik dari TV analog, gambar dan suaranya jernih, keren dan modern.”Bagi TV lokal, masalahnya justru ketidakjelasan sikap dan kebijakan regulator untuk memberikan perhatian khusus dan diskresi bagi keberlangsungan siaran TV lokal,”tegasnya.
Dari hasil diskusi FTV NTB dengan semua TV lokal di NTB rata-rata mengeluh dan belum siap beralih ke siaran digital karena sebagian besar baru memperpanjang izin siaran analog dengan jangka waktu operasi 10 tahun.”Dengan migrasi ke digital ini seperti apa bentuk kompensasi yang diberikan Pemerintah. Padahal untuk sertifikasi perangkat siaran analog saja, rata-rata berinvestasi miliaran rupiah untuk bangun tower, perangkat siaran dan lain-lain. Ini persoalan krusial yang kami ingin duduk bareng dengan pemerintah pusat dan daerah agar semua mendapatkan solusi terbaik,”paparnya.
Pihaknya juga dalam waktu dekat akan melakukan dialog dan silaturahmi dengan pemangku kepentingan untuk menyikapi berbagai regulasi di bidang penyiaran yang berpotensi mengancam eksistensi TV lokal sebagai garda terdepan mengawal keberagaman dan kearifan lokal di NTB. “Kita ingin kebijakan migrasi digital ini membawa maslahat dan bukan mudharat bagi TV lokal “ujarnya.(EditorMRC)