Gara-gara ini, Presiden Jokowi Bisa Terancam Impeachment?

MATARAMRADIO.COM – Langkah Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, memicu kontroversi tajam.

Pasalnya, terdapat implikasi krusial dari terbitnya Perppu tersebut yang bisa mengakibatkan Presiden Jokowi terancam menghadapi pemakzulan atau Impeachment.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia periode 2003-2008 yang kini jadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Jimly Asshiddiqie memandang, ada celah dari Perppu tersebut yang berpeluang digunakan untuk memakzulkan Presiden Jokowi.

Menurutnya, Presiden Jokowi telah bertindak salah dalam menerbitkan Perppu, ketika MK memerintahkan untuk memperbaiki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Apalagi, peran DPR sebagai pembentuk undang-undang dikesampingkan dalam proses penerbitan Perppu tersebut.

“Perppu ini jelas melanggar prinsip negara hukum yang dicari-carikan alasan pembenaran oleh sarjana tukang stemple. Jika serius, pemerintah masih memiliki waktu tujuh bulan untuk memperbaiki substansi bermasalah dalam UU Cipta Kerja, sekaligus membuka ruang partisipasi publik yang berarti dan substansial sesuai amar putusan MK,” kata Jimly melalui keterangannya, Kamis (5/1) pekan lalu.

Terbitnya Perppu Cipta Kerja kata dia, justru menunjukkan rule of law yang kasar dan sombong. Jika berkaca pada pernyataan sikap delapan fraksi di DPR terkait sistem proporsional tertutup, bukan tidak mungkin terbuka peluang untuk memakzulkan Jokowi.

BACA JUGA:  Empat Pesan Menkumham

“Kalau sikap partai-partai di DPR dapat dibangun seperti sikap mereka terhadap kemungkinan penerapan sistem proporsional tertutup, bisa saja kasus pelanggaran hukum dan konstitusi yang sudah berkali-kali dilakukan oleh Presiden Jokowi dapat diarahkan untuk impeachment (pemakzulan),” ujar Jimly.

Menurut Jimly, jika mayoritas anggota DPR siap dengan pemakzulan melalui penerbitan Perppu Cipta Kerja, tidak sulit untuk berkonsolidasi dengan anggota DPD, terutama dalam rapat di MPR untuk menyetujui langkah tersebut.

“Semua ini akan menjadi puncak konsolidasi parpol untuk mengambil jarak dan bahkan memberhentikan Jokowi dari jabatannya,” ujar Jimly.

Apalagi, ia melihat adanya potensi Perppu Cipta Kerja yang dibuat untuk menjebak Jokowi, agar Presiden Jokowi itu dapat diberhentikan di tengah jalan.

“Bisa juga usul Perppu Ciptaker tersebut memang sengaja untuk menjerumuskan Presiden Jokowi untuk pemberhentian di tengah jalan,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana.

Menurutnya, terbuka peluang terjadinya pemakzulan terhadap Presiden Jokowi menyusul dampak keluarnya Perppu tersebut.

Hal tersebut disampaikan Denny dalam seminar hybrid yang digelar oleh Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) dengan FH UMY pada Jumat (6/1/2022).

Denny menyinggung perilaku tidak menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal UU Cipta Kerja sama dengan melanggar UUD 1945.

BACA JUGA:  Presiden Jokowi: Kasus Positif Covid 19 Trennya Terus Menurun

“Tidak hormat terhadap putusan MK itu melanggar Undang-Undang Dasar karena MK adalah constitutional organ. Pada saat anda melanggar Undang-Undang Dasar, anda melanggar sumpah jabatan (Pasal 9) karena dalam sumpah jabatan mengatakan menghormati dan melaksanakan Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang dengan selurus-lurusnya,” kata Denny dalam kegiatan itu.

Denny memandang Presiden Jokowi justru masuk dalam “jebakan” pemakzulan karena menerbitkan Perppu Cipta Kerja. Sebab penerbitan aturan tersebut cenderung bisa mengarahkan Presiden Jokowi kepada unsur pengkhianatan Negara.

“Pada saat tidak laksanakan Undang-Undang Dasar atau sumpah jabatan Anda masuk dalam konstruksi pengkhianatan terhadap Negara. Kok bisa? Salah satu impeachment (pemakzulan) artikel adalah pengkhianatan negara,” ujar Denny.

Denny juga mengingatkan salah satu syarat menjadi calon presiden dalam aturan kepemiluan saat ini ialah tidak pernah mengkhianati negara. Salah satu bentuk pengkhianatan negara mencakup melanggar UUD 1945.

“Dengan tidak menghormati MK, melanggar sumpah jabatan berarti masuk dalam kategori pengkhianatan terhadap Negara dan karena itu bisa masuk pemakzulan terhadap Presiden,” jelas Denny.

Walau demikian, jalur pemakzulan Presiden Jokowi tetap berada di tangan DPR RI. Sehingga kekuatan Koalisi pendukung Presiden Jokowi bakal sangat menentukan nasib ke depannya.

“Apakah itu (pemakzulan) bisa terjadi? Tentu di DPR koalisi pemerintahnya masih kuat,” imbuhnya.

BACA JUGA:  Hebat, Pasien Sembuh Covid 19 di NTB Tembus 150 Orang

Perpu Cipta Kerja untuk Jaga Stabilitas Ekonomi

Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin menegaskan bahwa penerbitan Perpu Ciptaker diperlukan untuk mengisi kekosongan regulasi selama UU Ciptaker diperbaiki sesuai putusan MK.

“Saya kira Perpu itu sebagai jalan keluar sebelum selesainya semua [masalah] Undang-undang Cipta Kerja,” tegas Wapres saat memberikan keterangan pers usai meninjau lahan relokasi korban gempa Cianjur di Sirnagalih, Jalan Raya Cibeber, Kecamatan Cilaku, Kabupaten Cianjur, Rabu (4/1/2023).

Menurut Wapres, selama waktu perbaikan UU Ciptaker, tidak bolah ada kekosongan regulasi demi menjaga stabilitas perekonomian.

“Dalam rangka memperbaiki itu, situasi tidak boleh stagnan, tidak boleh vakum, harus ada [regulasi] supaya perekonomian kita terjaga, investor juga tidak bingung,” ujar Wapres.

“Kemudian, maka jalan keluarnya dibuat Perpu untuk menanggulangi situasi dan keadaan itu,” pungkasnya.

Sebagai informasi, MK melalui putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2021 menyatakan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker cacat formil dan inskonstitusional bersyarat sehingga perlu diperbaiki.

Dalam putusan setebal 448 halaman tersebut, MK memerintahkan kepada pembentuk UU Ciptaker untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional secara permanen. (EditorMRC)