SK Dibatalkan PTUN, KPID NTB tidak Punya Kekuatan Sosiologis

MATARAMRADIO.COM, Mataram – Pakar Hukum Universitas Mataram Prof Dr H Zainal Asikin SH SU menilai amar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram yang membatalkan SK yang dikeluarkan Gubernur NTB Nomor 550-459 tahun 2021 Tentang Pengangkatan Anggota KPID NTB Periode 2021-2024 tertanggal 23 Agustus 2021 akan berdampak pada konsekuensi sosiologis.

Oleh karenanya dia menyarankan Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah agar menempuh upaya hukum banding.”Sebaiknya gubernur lakukan upaya hukum banding demi kepastian hukum. Sebab kalau tidak, KPID NTB tidak mempunyai kekuatan sosiologis,”katanya kepada MATARAMRADIO.COM.

Disebutkan, sekalipun secara yuridis tidak ada sifat memaksa dan eksekutorial dari Putusan TUN, Prof Asikin menilai ada tanggungjawab moral Gubernur untuk mencabut Surat Keputusannya yang telah dibatalkan Pengadilan..”Makanya disitu lemahnya UU Tata Usaha Negara, tidak ada upaya paksa. Sehingga banyak Putusan TUN yang tidak dilaksanakan karena tidak ada sanksi hukum bagi pejabat yang tidak melaksanakan putusan tersebut. Artinya, Selama SK tidak dicabut. KPID tetap memiliki kekuatan yuridis,”terangnya.

BACA JUGA:  Masih Ditemukan Pangan Kadaluarsa dan Boraks Menu Takjil Berbuka Puasa, BBPOM : Masyarakat Agar Selalu Waspada!

Pandangan berbeda dilontarkan Pakar Hukum dari Universitas Gunung Rinjani (UGR) Lombok Timur Basri Mulyani SH MH yang menyarankan Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah menerima putusan PTUN tersebut dan tidak melakukan upaya hukum banding karena sudah dibuat jebakan Batman oleh DPRD Provinsi NTB .”Kecil peluangnya menang pada tingkat banding. Karena kesalahan prosedur terjadi sedari awal proses dan ada prinsip/asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB),”katanya seperti dikutip MATARAMRADIO.COM dari ASLINEWS.ID, Jumat (11/2).

Menurut Basri, lebih baik gubernur mengembalikan proses kesalahan prosedur ini ke DPRD NTB, karena murni bukan kesalahan gubernur. Sengketa di PTUN adalah sengketa administrasi yang berkaitan dengan substansi dan prosedur. Majelis hakim PTUN Mataram menilai prosedur Seleksi yang dilakukan DPRD NTB beberapa waktu lalu tidak memenuhi syarat peraturan perundang-undangan. Mulai dari Tim Seleksi sampai uji kelayakan dan kepatutan (Fit and Proper test) di DPRD NTB yang tidak dilakukan secara terbuka, sarat konflik kepentingan terutama Pimpinan Komisi yang ikut menguji putranya sendiri. “Saran saya lebih baik gubernur menerima putusan tersebut. Karena prosedur di DPRD yang cacat sedari awal ada komisioner KPID yang tidak memenuhi kompetensi seperti dua anak anggota DPRD yang menjadi kritik publik sedari awal,”ulas Dekan Fakultas Hukum UGR Lombok Timur ini.

BACA JUGA:  Polres Sumbawa Pasang Tanda Pembatas Jarak di Lampu Merah

Basri menguraikan, dalam UU Nomor 9 tahun 2004 dan UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU 5/1986, ketentuan eksekusi Putusan Pengadilan TUN diatur dalam Pasal 116. Ketentuan Pasal 116 UU 9/2004, dalam eksekusi Putusan Pengadilan TUN dikenal adanya dua jenis eksekusi Putusan, yaitu : eksekusi Putusan yang berisi kewajiban sebagaimana yang di maksud dalam ketentuan Pasal 97 ayat (9) sub a dan eksekusi putusan yang berisi kewajiban sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 97 syat (9) sub b dan c UU 9 /2004. Seperti putusan atas KPID ini yang mewajibkan gubernur harus mencabut keputusannya. Karena dalam setiap pelaksanaan pemerintahan terkait dengan keuangan negara tentunya dampak terbesarnya adalah pada kerugian negara jika terus dilanjutkan. “Lebih baik dilakukan seleksi ulang, karena dari awal seleksinya bermasalah. Produk yang dihasilkan sekarang ini sudah cacat formil,”tegasnya seraya mengingatkan Majelis etik DPRD NTB agar memeriksa anggota DPRD yang ikut dalam konflik kepentingan dengan adanya dua anak anggota DPRD tersebut, demikian juga partainya.”Pemilihan KPID seharusnya bebas dari KKN,”cetusnya.

BACA JUGA:  Dinilai Bermasalah, MUI Minta Beberapa Acara Puasa Ramadhan Stasiun TV Dihentikan

Sebagaimana diketahui, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram baru-baru ini telah mengeluarkan keputusan terkait gugatan perdata yang diajukan Fathurrijal MIK salah satu peserta seleksi yang juga anggota petahana KPID NTB.

Dalam amar putusannya, PTUN Mataram memutuskan bahwa SK yang dikeluarkan Gubernur NTB Nomor 550-459 tahun 2021 Tentang Pengangkatan Anggota KPID NTB Periode 2021-2024 tertanggal 23 Agustus 2021 dinyatakan batal demi hukum dan Gubernur NTB diwajibkan untuk mencabutnya. (EditorMRC)