BBPOM Mataram Gencarkan Pengawasan Penyerahan Antibiotik Tanpa Resep Dokter. Begini Strateginya!

BBPOM Mataram perkuat koordinasi dengan apoteker PBF untuk mencegah penjualan antibiotik tanpa resep dokter demi mengurangi risiko resistensi mikroba (AMR) di NTB.

Kepada BBPOM di Mataram Yosef Dwi Irwan, mengungkapkan bahwa hasil pengawasan nasional tahun 2023 menunjukkan NTB menduduki peringkat keenam dengan kasus penyerahan antibiotik tanpa resep dokter tertinggi.

Praktik ini berpotensi mempercepat laju Antimicrobial Resistance (AMR) yang kini dianggap sebagai ancaman kesehatan global serius.

Yosef menyebutkan, “AMR bisa menyebabkan infeksi sulit sembuh, biaya perawatan meningkat, dan bahkan kematian.”

Diungkapkan Yosef, AMR diperkirakan mengakibatkan kematian lebih dari 4,95 juta jiwa pada 2019, angka yang bahkan melampaui kematian akibat HIV/AIDS dan malaria. WHO memprediksi jumlah ini akan melonjak hingga 10 juta jiwa per tahun pada 2050 jika tidak ada tindakan pencegahan.

BACA JUGA:  Kampung Sehat Pengaruhi Penanganan Covid 19 di NTB

Oleh karena itu, pengendalian penggunaan antibiotik menjadi krusial, terutama di tingkat distribusi seperti di Pedagang Besar Farmasi.

Kolaborasi dengan Apoteker PBF untuk Kendalikan Antibiotik Tanpa Resep

BBPOM Mataram sendiri jelas Yosef, telah meluncurkan langkah strategis untuk memperketat pengawasan peredaran antibiotik tanpa resep dokter di NTB.

Mengingat tingginya angka penyerahan antibiotik secara ilegal di wilayah tersebut, BBPOM mengajak Apoteker Penanggung Jawab Pedagang Besar Farmasi (PBF) untuk berkolaborasi karena merekalah yang berperan sebagai garda depan dalam mengawasi distribusi antibiotik.

BACA JUGA:  Empat Masalah Anak dan Perempuan

“Lebih dari 90% apotek di NTB terpantau menyerahkan antibiotik tanpa resep. Pengendalian di tingkat PBF sangat diperlukan untuk memutus rantai distribusi ilegal ini,” ujarnya.

Langkah-langkah pengendalian yang diambil oleh BBPOM di Mataram mencakup penggalangan komitmen lintas sektor dengan Dinas Kesehatan, GP Farmasi, dan profesional kesehatan lainnya.

Selain itu, telah diterbitkan surat edaran yang mengimbau agar penyerahan antibiotik hanya dilakukan berdasarkan resep resmi dari dokter.

Surat Edaran dan Edukasi sebagai Upaya Preventif

BBPOM Mataram juga melakukan upaya preventif dengan menyebarkan poster “Stop Pembelian Antibiotik Tanpa Resep Dokter” serta mengedukasi masyarakat tentang penggunaan antibiotik yang bijak.

BACA JUGA:  Meski Zona Merah, KBM Tatap Muka tetap Dilaksanakan

Pihaknya juga mengirimkan surat kepada GP Farmasi Provinsi NTB untuk mengevaluasi frekuensi dan jumlah pemesanan antibiotik di setiap sarana pelayanan kesehatan.

Sanksi Tegas bagi Pelanggar Aturan

Yosef mengingatkan, jika ditemukan adanya apotek yang memesan antibiotik dalam jumlah tidak wajar tanpa resep dokter, distribusi tersebut tidak boleh dilanjutkan. “Jika pelanggaran terus terjadi, sanksi administratif sesuai peraturan yang berlaku akan diterapkan,” tegasnya.

Peran apoteker PBF sangat strategis dalam mencegah penyebaran resistensi mikroba. Yosef menambahkan, “Kami berharap semua PBF di NTB dapat mendukung kebijakan ini demi menjaga kesehatan masyarakat dan menekan angka resistensi antibiotik.” (editorMRC)