MATARAMRADIO.COM – Namanya sudah tidak asing lagi bagi insan penyiaran Indonesia. Terlebih di kalangan komisioner KPI baik Pusat maupun daerah. Dialah Muhammad Zein (MZ) Al Faqih S.H., S.S., M.Si yang saat ini menjadi Kuasa Hukum Syaefurahman Al-Banjary, salah seorang komisioner KPID Jawa Barat dalam perjuangannya melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi terkait masa jabatan komisioner KPI Pusat dan Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran.
Akrab disapa Mas Zein atau MZ Al Faqih, mengaku kecintaannya pada penyiaran tak pernah berhenti hingga sekarang. Bahkan ketika dirinya selesai mengemban mandat sebagai komisioner KPI Daerah Jawa Barat, dia tetap aktif melakukan riset dan kajian tentang hukum penyiaran.”Saya selesai di KPID Jawa Barat pada 2012. Sejak di KPID hingga saat ini saya tak pernah berhenti meriset hukum penyiaran,”ungkapnya kepada MATARAMRADIO.COM, Rabu (28/2).
Dia mengaku keberadaan dan eksistensi KPI hingga saat ini selalu menarik jadi perbincangan ketika bicara penyiaran. Apalagi pada tahun 2014 terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang fenomenal saat MK menguji Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK).
Disebutkan MZ, dalam pertimbangannya MK menyatakan bahwa KPI adalah lembaga negara yang memiliki kepentingan konstitusional. Putusan MK adalah sumber hukum. MK telah menempatkan KPI pada Kedudukan yang mulia. KPI oleh MK dinyatakan sebagai lembaga negara yang menjalankan fungsi penting berkaitan dengan tugas lembaga negara yang dibentuk oleh UUD 1945. KPI oleh negara disetarakan dengan lembaga negara yang ditentukan dalam UUD 1945.”Penguatan KPI oleh MK bukan hanya itu. Di tahun 2023 MK kembali menegaskan kembali kedudukan KPI. MK selama ini konsisten mendukung KPI,”tegasnya.
Lebih lanjut MZ juga mengungkapkan, dalam putusan MK saat menguji UU wakaf saat menguji kedudukan Badan Wakaf Indonesia tahun 2023 MK menyatakan kembali bahwa KPI adalah lembaga negara yang menjalankan fungsi penting berkaitan dengan tugas lembaga negara yang dibentuk oleh UUD 1945. KPI oleh negara disetarakan dengan lembaga negara yang ditentukan dalam UUD 1945.”MK selama ini benar benar mengokohkan kelembagaan KPI. Entah mengapa selama ini sejak 2014 tak pernah ada yang meminta ke MK agar UU penyiaran diselaraskan dengan putusan MK,”tandasnya.
Rupanya atas berbagai fakta hukum dan pengalaman mendampingi kliennya bersidang ke Mahkamah Konstitusi, membuat MZ Al Faqih bersedia menjadi kuasa hukum Syaefurahman Al-Banjary, salah seorang Komisioner Jawa Barat yang saat ini melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait masa jabatan komisioner KPI Pusat dan Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran.
Optimis Dikabulkan Mahkamah Konstitusi
MZ Al Faqih menuturkan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan terhadap permohonan uji materiil Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yang diajukan Komisioner KPID Jawa Barat Syaefurrochman Al Banjary melalui kuasanya Advokat dan peneliti hukum dari Kantor Advokat MZ Al-Faqih & Partners, Jumat (23/2/2024) lalu.
Selaku pemohon, Syaefurrochman mempersoalkan tentang masa jabatan KPI yang hanya tiga tahun. Hal tersebut berbeda dengan komisi negara lainnya yang sejenis.
Sidang pemeriksaan dipimpin hakim konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dengan didampingi hakim konstitusi M Guntur Hamzah dan Anwar Usman. Sedang Syaefurrochman didampingi Advokat MZ Al-Faqih, Moh Agung Wiyono, Mochamad Adhi Tiawarman dan peneliti hukum Ichsanty dari Kantor Advokat MZ Al-Faqih & Partners.
MZ Al-Faqih menyampaikan, pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran diskriminatif karena membedakan masa jabatan KPI dengan masa jabatan lembaga negara lain yang memiliki kedudukan constitutional importance.
“KPI telah dibedakan masa jabatannya dengan lembaga negara seperti KPK, KPPU, Ombudsman, Komnas HAM, Komnas HAM, LPSK, KPAI, OJK,” ujar MZ.
MZ juga tidak menampik terjadi beda persepsi di kalangan mantan komisioner KPI soal siapa yang pantas melakukan judicial review apakah komisioner atau masyarakat.
Namun dirinya optimis apa yang diperjuangkan komisioner KPID Jawa Barat terkait perpanjangan masa jabatan dari 3 tahun menjadi 5 tahun berpeluang besar akan dikabulkan. Apalagi dirinya punya pengalaman mendampingi kliennya mempersoalkan UU MK terkait usia pensiun panitera MK.”Saya dan tim pernah diminta bantuan panitera Muda MK (pejabat eselon II) dan PNS MK yang doktor tata negara dari Universitas Brawijaya.Mereka minta bantuan saya dan tim untuk menguji UU MK terkait usia pensiun panitera MK,”kenangnya.
Saat itu, jelas MZ, dalil yang dikemukakan bahwa MA dan MK lembaga negara pelaksana kekuasaan kehakiman yang setara berdasar konstitusi. Mengapa usia pensiun paniteranya berbeda.”Alhamdulillah setelah kami dampingi, MK mengabulkan permohonan,”cetusnya seraya memberikan salinan putusan MK dimaksud.
Mengenai jalannya sidang Judicial Review UU Penyiaran di MK terkait masa jabatan komisioner, MZ memaparkan, saat bersidang di MK yang harus dibuktikan adalah, apakah pemohon pengujian Undang Undang memiliki legal standing dan memiliki kerugian konstitusional. Pasal 9 ayat (3) masa jabatan KPI, subyek hukum yang berkaitan dengan norma tersebut adalah anggota KPI bukan orang lain. “Berdasarkan hal ini maka anggota KPI yang harus mengajukan dan menjelaskan adanya kerugian konstitusional yang diderita dari berlakunya Pasal 9 ayat (3) UU Penyiaran. Hal ini disampaikan dalam permohonan kepada MK. Pada saat masa jabatannya tidak dipersamakan dengan lembaga negara lain sesungguhnya anggota KPI mengalami kerugian konstitusional. Karena KPI adalah lembaga negara yang memiliki constitutional importance.”Apabila yang mengajukan adalah orang lain selain anggota KPI maka permohonan dapat dinyatakan kabur atau di NO karena diajukan oleh subyek hukum yang tidak berkepentingan secara jelas menurut hukum,”ulasnya dan menegaskan tidak masalah bila anggota KPI memperjuangkan kepentingan konstitusional untuk dirinya sendiri, karena konstitusi memberikan hak kepada warganegara untuk memperjuangkan hal tersebut. Selamat Berjuang! (editorMRC)