DPR RI Persoalkan Perpanjangan Izin Ekspor Tembaga PT Freeport

MATARAMRADIO.COM – Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait perpanjangan izin ekspor tembaga PT. Freeport Indonesia dinilai menabrak UU Mineral dan Batu bara (Minerba).

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menegaskan, Permen tersebut melanggar tata aturan hukum bernegara. Karenanya, DPR akan segera memanggil Menteri ESDM, Arifin Tasrif untuk menjelaskan kebijakan tersebut.

“Sikap Pemerintah yang menerbitkan Permen Menteri ESDM untuk menabrak UU Minerba demi memuluskan ekspor konsentrat tembaga ibarat pepatah “sepatu kesempitan kaki yang dipotong” atau ibarat “buruk rupa, cermin dipecahkan”. Sebab, UU diralat dengan Permen. Harusnya UU itu diubah dengan UU juga. Masak Pemerintah manut saja didikte oleh Freeport dan rela menentang amanat UU. Ini kan kebangetan,” tegasnya, Kamis (11/5/2023).

BACA JUGA:  Makkah Kian Menghijau, Peningkatan Hingga 600 Persen

Wakil Ketua Fraksi PKS ini menjelaskan, dalam berbagai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI berkali-kali mengingatkan mitra terkait soal pelanggaran ini. Namun para mitra tidak mau mendengar. Karena itu DPR akan segera memanggil Menteri ESDM untuk mengkonfirmasi rencana penerbitan Peraturan Menteri ini.

“Jangan sampai kita diledek masyarakat dengan sindiran bahwa “UU dibuat memang untuk dilanggar”. Ini kan preseden buruk bagi ketertiban hukum ketatanegaraan kita. Sebab, sesuai konstitusi, kita adalah Negara Hukum bukan negara kekuasaan,” jelas Mulyanto.

BACA JUGA:  77 Paus Mati Terdampar di Pantai Selandia Baru

Apalagi, kata Mulyanto, Pemerintah mengakui sudah dinego oleh Freeport, begitu pula Freeport juga mengakui telah menego Pemerintah untuk pelanggaran UU Minerba ini.

“Alasan force majeur pandemi Covid-19, sehingga Freeport tidak dapat menyelesaikan kewajiban pembangunan smelter, sulit diterima. Sebab, sudah sejak tahun 2014 Freport ogah-ogahan melaksanakan program hilirisasi untuk membangun smelter dan lebih dari delapan kali minta relaksasi ekspor konsentrat tembaga mereka,” katanya.

BACA JUGA:  Langka, Vegetasi Hijau Menyelimuti Wilayah Gurun dan Pegunungan Tandus Arab Saudi

Alasannya sederhana, secara keuangan bagi perusahaan, lebih menguntungkan mengekspor tembaga mentah ketimbang membangun smelter, yang berbiaya mahal. Padahal komoditas lain seperti nikel, bauksit dan timah patuh pada amanat UU Minerba tersebut.

“Jadi, memanjakan Freeport berarti Pemerintah bersikap diskriminatif terhadap komoditas lain, yang nyata-nyata patuh pada UU. Ini kan contoh aneh bagi penerapan good goverrnance,” demikian Mulyanto. (EditorMRC)