MATARAMRADIO.COM, Mataram – Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram kini menjadi episentrum penyebaran Covid 19. Olehnya karenanya, diperlukan strategi deteksi dan respon yang masif dalam penanganan penyebaran Covid-19. Kekompakan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) NTB adalah modal menangani lonjakan angka kasus di kedua daerah tersebut.
Demikian diungkapkan Wakil Gubernur NTB, DR Hj Sitti Rohmi Djalillah dalam pertemuan Forkopinda NTB di Gedung BPKP, Selasa (7/7).“Ini warning (peringatan,red) bagi warga kota. Begitupula masyarakat Lombok Barat. Interaksi yang intens antar kedua wilayah ini menyebabkannya menjadi epicentrum penyebaran di NTB”, ulas Wagub.
Secara umum, lanjut Umi Rohmi, Provinsi NTB tetap menunjukkan perkembangan penanganan di sektor Kesehatan dan ekonomi. Namun demikian, beban utama di kedua wilayah tersebut adalah tingginya angka kasus tanpa Riwayat. Artinya jumlah OTG (Orang Tanpa Gejala) belum terdeteksi dengan baik khususnya di kota Mataram. Hal ini membutuhkan langkah yang kian masif dalam strategi deteksi dan respon.
Seluruh kelurahan di kota Mataram memiliki jumlah kasus kematian akibat virus Covid 19 dan terjadi setiap hari. Terlebih, dalam dua hari terakhir, kondisi fasilitas Kesehatan seperti rumah sakit rujukan dan rumah sakit darurat maupun ruang isolasi di lokasi yang ditentukan telah penuh.
Dalam sepekan kedepan, isolasi mandiri menjadi solusi jika angka penularan di kedua wilayah tersebut tidak menunjukkan penurunan. Wagub juga menyinggung banyaknya pondok pesantren yang sudah mulai buka. Ada 98 ponpes yang dipantau belum semuanya memiliki fasilitas kesehatan memadai. Adanya Satgas Covid-19 dan rekomendasi dari Dinas Kesehatan sesuai aturan dari Kementerian Agama yang harus segera direspon karena seluruhnya berada di zona bukan hijau.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala Perwakilan BPKP NTB Dessy Adin juga memaparkan langkah akuntabilitas realokasi anggaran Covid 19. Pendampingan dalam pengelolaan dana Bansos dilakukan dalam rangka pencegahan dan pemberian advis. “Kebanyakan pejabat ragu dalam menggunakan anggaran untuk keperluan penanganan Covid-19. BPKP juga membuka layanan pengaduan dalam hal pengelolaan dan penyaluran dana bantuan tidak hanya dari pemerintah pusat tapi juga JPS Gemilang”, ujar Dessi.
Dijelaskannya, beberapa hal yang dilakukan audit adalah progress klaim biaya perawatan pasien Covid 19, distribusi almatkes dan pemanfaatan bantuan PCR Kit. Di bidang sosial, sudah ada 11 kabupaten/ kota yang diaudit untuk sinkronisasi data penerima bantuan. Cleansing Data ini untuk menganalisa kualitas data dari yang salah, tidak lengkap, tidak akurat atau memiliki format salah dalam basis data. Di program pemulihan ekonomi, BPKP mengaudit akuntabilitas dalam penggunaan anggaran penyertaan modal negara.
Di bagian lain Kepala Dinas Pariwisata NTB, Lalu Mohammad Faozal mengingatkan, pariwisata NTB bisa terus mengalami penurunan jika tak menemukan langkah kongkrit dalam pemulihan pariwisata. Ia berharap beberapa pasar utama seperti Asia, Eropa Timur dan beberapa negara lain yang sudah membuka “border” untuk pariwisata, peluangnya harus ditangkap oleh pemerintah daerah.
Faozal mengusulkan, dengan tetap mengusung tema wisata sehat dan aman sebagai produk, ia mengapresiasi Langkah Polda NTB yang menggelar lomba Kampung Sehat yang dapat dipadukan dengan pembukaan desa desa wisata di NTB.“Sudah 70 persen desa wisata didukung kesiapannya menerima wisatawan dengan lomba Kampung Sehat Polda. Ada 35 destinasi wisata utama juga yang akan dilakukan penguatan CHS setelah tiga gili dan TNGR”, urai Faozal.
Saat ini, sudah 7840 karyawan yang di PHK di sektor pariwisata. Masalah lain seperti kredit macet dan gangguan Kamtibmas menjadi persoalan bersama tak hanya Dinas Pariwisata.
Hadir pula dalam pertemuan tersebut, Gubernur NTB, Kapolda NTB, Danrem 162 WB, Kepala Dinas Kesehatan dan perwakilan MUI NTB serta beberapa kepala dinas dan lembaga.(Editor MRC)