MK Putuskan Pemilu Nasional dan Lokal Dipisah, Bawaslu Minta Proses Pemilu Harus Tetap Bisa Diprediksi

Putusan MK pisahkan Pemilu nasional dan lokal, Bawaslu minta tahapan tetap jelas, DPR belum putuskan langkah lanjut.

Putusan itu menyatakan bahwa Pemilu nasional yang meliputi pemilihan presiden (Pilpres), DPR, dan DPD akan digelar terlebih dahulu. Sedangkan Pemilu lokal, seperti pemilihan DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan Pilkada, akan diselenggarakan paling cepat dua tahun dan paling lama dua setengah tahun setelah pelantikan presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif nasional.

Bawaslu Ingatkan Proses Pemilu Harus Bisa Diprediksi

Menanggapi putusan penting ini, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menekankan pentingnya menjaga kejelasan dan kepastian dalam tahapan Pemilu.

“Pemilu itu, election itu predictable in process, unpredictable in result, jadi predictable-nya harus dalam proses bisa diprediksikan,” ujar Rahmat Bagja dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (4/7/2025).

Bagja menyampaikan bahwa meskipun hasil Pemilu tidak dapat ditebak, prosesnya harus tetap jelas dan terstruktur agar tidak menimbulkan kebingungan atau ketidakpastian, baik bagi penyelenggara maupun peserta Pemilu.

Bawaslu Soroti Preseden Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023

Dalam forum yang sama, Bawaslu juga menyinggung kembali Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial. Putusan ini dinilai mengubah jalannya Pemilu secara mendadak karena memungkinkan Gibran Rakabuming Raka—yang saat itu belum memenuhi syarat usia—untuk maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.

BACA JUGA:  Hadiri Muktamar I NWDI, Gubernur NTB Ungkap Rahasia Sukses Organisasi Masa Depan

“Kan aneh dengan tiba-tiba putusan 90 ini model of tahapan, pada saat tahapan tiba-tiba MK memutus seperti ini terjadi perubahan tentang syarat calon,” ujar Bagja.

Bagja mengungkap bahwa putusan tersebut keluar saat tahapan Pemilu sudah berlangsung, sehingga memicu kegaduhan publik dan memaksa Bawaslu serta KPU harus cepat menyesuaikan langkah.

“Nah itu membuat Mas Hasyim kemarin dan Pak Afif pada saat itu saya sempat ‘mas ini harus kita tindak lanjuti karena kalau kita tidak lanjuti menjadi persoalan besar ke depan’,” kenangnya.

Ia pun menyarankan agar Mahkamah Konstitusi lebih menahan diri dalam memutus perkara yang menyangkut syarat pencalonan atau tahapan pemilu agar tidak mengganggu integritas dan keteraturan proses demokrasi.

Bawaslu Tunggu Langkah Pemerintah dan DPR

Terkait putusan terbaru pemisahan Pemilu nasional dan lokal, Bawaslu menyatakan posisinya sebagai pelaksana teknis yang tidak bisa mengambil sikap sendiri tanpa dasar hukum yang jelas.

“Kalau kami tergantung juga dari pemerintah dan DPR kenapa? Karena pemerintah dan DPR yang akan menentukan hasil dari putusan MK menjalankan putusan MK. Bawaslu tidak bisa menjalankan putusan MK karena harus ada Undang-Undangnya terlebih dahulu,” jelas Bagja.

Ia mengakui bahwa memang ada beberapa putusan MK yang bisa langsung dijalankan tanpa revisi undang-undang, namun dalam kasus ini, diperlukan landasan hukum yang lebih jelas dan spesifik.

BACA JUGA:  Diskusi Bersama Pelaku Seni, Dubes Iqbal Dorong Sekolah Tinggi Kesenian Hadir di NTB

“Walaupun kadang-kadang ada sifat putusan MK itu bisa dilaksanakan tanpa aturan, ada juga dengan aturan. Ada beberapa contohnya putusan demikian,” tambahnya.

DPR Masih Lakukan Kajian, Belum Tentukan Sikap

Di sisi lain, DPR RI menyatakan masih dalam tahap kajian dan koordinasi terkait bagaimana cara melaksanakan putusan MK ini. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa belum ada keputusan resmi karena beberapa aspek masih perlu ditelaah secara konstitusional.

“Jadi gini, keputusan MK ini bukan sekali ini aja, sudah beberapa kali yang belum dilaksanakan oleh DPR. Ada untuk Pilpres misalnya yang harus kita bikin rekayasa konstitusinya, kemudian ada ini juga yang kita bikin rekayasa konstitusinya,” ungkap Dasco.

Dasco, yang juga menjabat Ketua Harian DPP Partai Gerindra, menilai bahwa langkah hati-hati DPR sudah tepat karena harus mempertimbangkan aspek hukum, politik, dan teknis pelaksanaan pemilu yang terpisah tersebut.

“Kita masih mencari formula yang pas agar seluruh putusan MK yang belum dijalankan bisa terakomodasi,” tegasnya.

Tantangan Pelaksanaan Pemilu Terpisah

Pemilu serentak sebelumnya digelar agar efisien dari sisi biaya, logistik, dan mobilisasi sumber daya**, meski diakui banyak menimbulkan beban kerja berlebih pada penyelenggara pemilu. Kini, dengan model pemilu terpisah, tantangan baru pun muncul.

BACA JUGA:  Akhir Pekan Skuad Mi6 adakan Road Show Mapping Isu Strategis dan Kemanusiaan di Sumbawa - Mbojo

Pemilu nasional dan lokal yang dipisahkan bisa memberi ruang lebih baik dalam menyerap aspirasi lokal, tapi juga berpotensi memperpanjang dinamika politik di tingkat nasional dan daerah. Hal ini bisa memicu biaya politik yang lebih besar dan memperpanjang ketegangan politik di tengah masyarakat.

Menanti Revisi Undang-Undang Pemilu

Putusan MK bersifat final dan mengikat. Namun untuk implementasi teknis, revisi terhadap Undang-Undang Pemilu** menjadi langkah tak terhindarkan. Banyak pihak menanti apakah DPR dan pemerintah akan segera merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, atau akan membuat regulasi baru sebagai dasar hukum pelaksanaan Pemilu terpisah.

Bawaslu sendiri berharap agar setiap perubahan sistem Pemilu tetap menjunjung prinsip kepastian hukum, efisiensi, dan integritas proses demokrasi**.

Jaga Prediktabilitas, Wujudkan Demokrasi Berkualitas

Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 membuka babak baru dalam sistem demokrasi Indonesia. Namun, Bawaslu mengingatkan bahwa kunci utama keberhasilan Pemilu bukan hanya pada hasil, tetapi pada prediktabilitas prosesnya.

Jika tahapan tidak dirancang secara matang, maka kepercayaan publik terhadap pemilu bisa terganggu. Maka dari itu, semua pihak mulai dari MK, DPR, pemerintah, hingga penyelenggara pemilu, perlu bersinergi agar proses demokrasi berjalan jujur, adil, dan sesuai aturan main. (editorMRC)