Sebelum mengunyah tulisan ringan ini lebih jauh, izinkan saya mengutip penerangan Daniel M. Rosyid, seorang Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya (mudah-mudahan benar beliau yang menulis). Satu nukilan yang selain informatif juga membangkitkan inspirasi kelombokan yang amat luar biasa. Tulisan yang berjudul KRI Nanggala: Tumbal Laut Selatan? yang saya jumpai di platform media sosial berbunyi begini:
Ada arus laut yang sangat kuat dari Samudra Pasifik Utara ke Laut Selatan yang melewati Selat Makasar lalu Selat Lombok. Di selat Lombok dengan kedalaman 300m dan lebar 35km debitnya mencapai 3 juta meter kubik perdetik.”
Sebenarnya saya tidak terkejut dengan nukilan di atas. Saya sudah mengetahuinya cukup lama. Namun karena saya tidak memiliki ilmu kelautan, jadi saya tidak dapat menarasikan pengetahuan itu menjadi ilmu pengetahuan lalu saya distribusikan kepada masyarakat, terutama sekali seperti biasa, untuk membangkitkan semangat kesasakan dan juga meletupkan rasa cinta orang NTB kepada selat yang pendiam di permukaan dan melumat barah di dasar itu. Jadi pengetahuan tak lebih dari seonggok pertanyaan yang susah juga menjumpai jawaban.
Meskipun pengetahuan itu pertama sekali saya dapati dari Maulana, namun saya ingin mengawalinya dari cerita seorang sahabat dekat saya yang asli Sumbawa, seorang alumnus Hubungan Internasional, Univeristas Hasanuddin, Makassar.
Ia selalu menyindir saya karena orang Sasak kebanyakan hanya mencerap permukaan selat Lombok. Tergoda oleh indah biru latar belakang gunung yang ada di Sumbawa. Namun amat sedikit mengetahui yang, di dalam selat Lombok sana, aliran kapal bawah laut tak pernah sepi. Ia menggambarkan yang, di sana juga ada semacam dermaga, landasan atau pun sejenis pangkalan yang amat luas untuk kapal selam besar bersandar.
Sambil melipat bibir menyengat batin kesasakan saya, ia mengatakan yang, bahkan negara adidayalah penguasa di bawah selat Lombok itu. Keadaan sudah berlangsung lama. Sejak perang dunia pertama hingga dunia kedua, sampai sekarang. Kapal selam asing berseliweran tanpa orang Sasak mengetahuinya. Maka jadilah saya berfikir, “orang Sasak dikuasai baik dari dalam maupun luar pertiwi mereka”.
Sahabat Sumbawa saya tersenyum. Sebab ia tahu, saya tak mungkin dapat berbuat apa-apa. Selat Lombok ialah medan pertarungan perdagangan, kekuatan, ekonomi, hingga politik global. Dengan begitu, cinta orang Sasak kepada Lombok tidak dapat mengubah selat Lombok menjadi milik mereka. “Saratnya, mudah saja,” katanya. “Orang Sasak harus bermental adidaya sebagaimana mereka yang menguasai selat Lombok itu.”
Waduh sarat yang amat berat. Bermetamorfosis dari mental inlander, inferior menuju kuasa, superior saja, orang Sasak sangat lamban, apalagi tiba-tiba dituntut menjadi adidaya. Kami akhirnya selalu menyudahi perbincangan dengan sama-sama menggelengkan kepala dalam senyap. Seolah diskusi itu mengambang di atmosfer ketidakpastian dan ketidakmungkinan.
Sebenarnya, jauh sebelum sindiran sahabat Sumbawa saya itu, Maulana sudah sering menyitir masalah selat Lombok. Pertama sekali melalui cerita, di mana, sebenarnya sejak tahun 1500an, Gelgel Bali sudah sangat ingin menguasai Lombok. Namun sayangnya, strategi mereka keliru. Merasa diri mempunyai pasukan yang kuat dan armada laut yang hebat, Gelgel malah datang menyatroni Lombok dari timur. Tempat di mana, selat Lombok diam-diam namun mematikan. Akhirnya, Gelgel tak pernah berhasil menyentuh daratan Lombok karena terhalau oleh arus deras selat Lombok. Gelgel kalah oleh nature dan nurture yang bernama selat Lombok itu.
Kedahsyatan selat Lombok makin terbukti, ketika malah pada tahun 1600an, Bali bagian Karangasem sudah dapat mendarat di bagian barat Lombok. Kenyataan ini membuktikan yang, terdapat perbedaan atmosfer dan spiritualitas kelautan Lombok di bagian barat dan bagian timur. Bahkan, kalau merujuk buku “Kupu-kupu Kuning” versi Karangasem Bali, mereka tidak mempunyai kesulitan yang berarti untuk mendaratkan sampan di daratan Lombok bagian barat. Selain itu, moda transportasi laut yang mereka gunakan juga tidak sebesar yang dipakai oleh Gelgel. Maka jelas, rahasia kedalaman dan pelangi sejarah laut Lombok itu ada di bagian timur, bukan di bagian barat.
Menyadari betapa pentingnya kedudukan laut bagi orang Sasak, atau bagi peradaban Lombok, Maulana tak henti-henti menyinggung tentang selat Lombok. Maulana seolah ingin menegaskan dua perkara penting. Pertama, Lombok adalah pulau istimewa. Letak geografisnya penuh rahasia. Diperlukan ilmu pengetahun untuk mengungkap segala rahasia alam Lombok. Meskipun secara geografis, Maulana menggambarkan yang pulau Lombok seumpama pohon beringin. Jadi yang nampak sebagai tempat tinggal ini ialah daun dahan beringin yang rimbun di bagian atas. Sedangkan di kedalaman laut sana, ada tiang atau pokok pohon yang memancar ke dasar bumi.
Disebabkan karena pulau Lombok seolah bertiang tunggal, maka banyak dijumpai lubang dan lorong yang amat dalam. Kalau tiang atau pokok pohon ini ditabrak oleh sesuatu yang besar, misalnya, kapal selam, maka besar kemungkinan patah dan berakibat tenggelamnya pulau Lombok ke dasar lautan. Namun oleh Mualana, beliau selalu meyakinkan yang Lombok tidak akan binasa. Bencana dapat saja terjadi, tetapi kehancuran itu dapat dihalau.
Perkara kedua yang penting ialah hal tersebut di atas disebabkan oleh ada sebuah batu yang ditugaskan oleh seorang Wali Allah atas izin kekuasaan Yang Maha Tinggi untuk menjaga Lombok. Batu itu ialah peronda, ialah guardian, ialah security yang menjaminkan keadaan Lombok. Guardian yang tak henti menjalankan kewajiban sejak ditugaskan hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Guardian itu berkeliling tanpa henti mengelilingi Lombok sepanjang zaman.
Untuk menegaskan kedudukan penting Lombok dengan guardian tersebut, bahkan pada bait-bait awal masterpiece maulana, “Wasiat Renungan Masa: Pengalaman Baru”, beliau menulis begini:
Sayid Abdullah shahib ayahanda
Di Perang-Bali Congah-Praya
Limpahkan pula batu berguna
Sambil memberi nasihat cinta
Dewi mengirim sebuah kelapa
Tinggi pohonnya lima ribu depa
Batu keliling tugasnya menjaga
Pulau Lombok selama-lamanya
Dapat dipinjam sehari semalam
Setelah itu kembali menyelam
Berkeliling terus siang dan malam
Semoga barakat tetap tergenggam
Maulana menyebut guardian itu dengan dua istilah, “Batu Berguna” dan “Batu Keliling”. Sayid Abdullah ialah seorang Wali Alloh yang mempunyai hubungan erat dengan Maulana. Dialah yang menugaskan batu tersebut. Dalam sudut pandang yang mitis, Maulana juga menyitir Dewi, yang dimaksudkan ialah Dewi Anjani.
Sebagaimana yang dituturkan di atas, Dewi Anjani mengirim atau menanam pohon kelapa yang amat tinggi. Tugas pohon kelapa dan batu ialah sama. Menjaga Lombok. Pohon kelapa menjaga dari dalam atau daratan sedangkan batu menjaga dari luar atau lautan.
Saya menyadari, diperlukan penelitian yang mendalam dan lengkap untuk dapat menemukan hubungan antara informasi sahabat Sumabwa saya dengan siratan Maulana. Karena itu, hingga kini, saya pun belum dapat menemukan jawaban pasti secara ilmu pengetahuan. Namun bagaimanapun, saya juga tidak dapat menyangkal yang, baik informasi dari sahabat Sumbawa saya itu maupun siratan jelas yang digugus oleh Maulana sama-sama berkedudukan penting untuk mengonstruksi ilmu pengetahuan tentang Lombok.
Karena itu, sejauh ini saya hanya meyakini (satu formulasi pengetahuan yang masih abstrak), pertama, pasti ada data valid yang diketahui oleh sahabat Sumbawa itu. Kedua, Maulana pasti mempunyai landasan, memiliki dasar yang kuat yang, dapat dipercaya diyakini, dapat juga dibuktikan ketika menyirati pohon kelapa dan batu yang menjaga Lombok.
Latar belakang Maulana sebagai ulamak dan manusia yang memiliki ke”awas”an yang di atas rata-rata, merupakan rujukan yang sangat kuat untuk mempercayai yang, pohon kelapa dan batu benar ada dan merupakan pintu dari pesan besar tentang Lombok. Sebuah pulau yang memiliki kekayaan alam tersembunyi melimpah ruah dan menampilkan sinar kecantikan yang tidak akan habis memesonakan dunia.
Keyakinan saya tentang apa yang disirat oleh Maulana itu, meskipun masih abstrak dari sudut ilmu pengetahun, semakin kuat dan tak terbantahkan ketika merujuk Mardigu WP dalam salah satu videonya yang menjelaskan secara gamblang yang, dunia ini memiliki tujuh selat utama (termasuk Suez dan Penama) dan empat di antaranya berada di Indonesia. Satu dari empat selat terbesar di dunia ada di Lombok, yakni selat Lombok. Yang lainnya ialah selat Sunda, Makassar, dan selat Malaka.
Mardigu mengatakan yang 40 persen distribusi perdagangan Australia keluar masuk melalui selat Lombok, termasuk selat Makassar. Namun yang kita jumpai pergerakan keluar masuk perdagangan Australia tersebut tak pernah dilihat oleh orang Sasak. Satu pergerakan perdagangan yang tak pernah henti. Terus dan terus bergerak meskipun orang Sasak sedang tidur dan terjaga sekalipun.
Lantas apa kaitannya dengan KRI Nanggala-402? Akhrinya saya ingin mengatakan, di samping ikut berduka secara mendalam, tergerak dalam diri saya satu harapan untuk orang Sasak membuka mata, membuka telinga, membuka akal, membuka hati yang, ratusan tahun mereka menjadi orang Sasak, hingga kini mereka belum menyadari bahwa di sekeliling kehidupan mereka diselimutpayungi oleh kekayaan dan kekuatan yang tiada habis-habisnya.
Sasak memerlukan lompatan ilmu pengetahuan dan kekuatan struktur peradaban untuk mereka dapat menikmati pulau Lombok, tanpa hanya menjadi penonton dan penyambung lidah para penikmat Lombok.
Tercerahkan dalam kedukaan karena tragedi KRI Nanggala-402: Asing diraja, Lombok dikuasa.
Malaysia, 24/04/2021