Polemik seputar pemekaran wilayah kembali menghangat di linimasa. Tidak saja soal wacana pemekaran provinsi dan kabupaten kota, tetapi juga pemekaran desa kelurahan hingga dusun dan lingkungan. 

Motivasi para penggagasnya juga beragam. Berbagai argumentasi dan alasan diwacanakan. Ada yang ingin pemekaran wilayah karena menuntut keadilan dalam hal pemerataan pembangunan dan layanan birokrasi yang cepat, mudah dan terjangkau. Pulau Sumbawa dengan wilayah yang luas sudah lama menghendaki berpisah dengan provinsi induk, Nusa Tenggara Barat dan berjuang membentuk provinsi sendiri yakni Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) yang hingga kini belum ada titik terang juga. Demikian juga dengan wacana membentuk daerah otonomi baru yakni Kabupaten dan Kota, hingga merembet ke pemekaran kecamatan, desa, lurah , lingkungan kampung.

Di Kabupaten Lombok Timur, wacana untuk pemekaran wilayah Kabupaten sudah lama digulirkan bahkan Panitia Pemekaraan Wilayah Kabupaten Lombok Selatan (KLS) tetap eksis hingga sekarang. Para penggagas dan pendirinya pun tidak main-main. Sebagian besar diantaranya adalah petinggi partai, Penguasa wilayah hingga politisi aktif di Senayan. “Kita optimis Kabupaten Lombok Selatan akan terwujud, ini soal waktu,”ujar seorang Politisi Senayan yang enggan disebut namanya.

BACA JUGA:  Hadiri Muktamar I NWDI, Gubernur NTB Ungkap Rahasia Sukses Organisasi Masa Depan

Menurutnya, bila melihat dukungan Pemda setempat dan kegigihan para penggagasnya yang didukung masyarakat luas di wilayah Lombok Timur bagian selatan itu, pihaknya sangat optimis Kabupaten Lombok Selatan akan terwujud. “Kita tetap sabar menunggu hingga  kran pemekaran wilayah kembali dibuka Pemerintah Pusat,”katanya.

Tak mau kalah dengan rekan-rekannya di wilayah Selatan, sejumlah tokoh masyarakat dan aktivis pergerakan di Lombok Timur bagian utara juga mengambil ancang-ancang. Bahkan mereka bersepakat membentuk Gerakan Masyarakat (Gema) Selaparang yang tujuan jangka pendeknya ingin mengkawal pemerataan pembangunan di di wilayah Lombok Timur bagian Utara. ”Tidak bisa kita pungkiri tujuan jangka menengah dan panjang dari gerakan ini akan mengarah ke usulan pembentukan daerah otonomi baru, Tetapi saat ini kita harus realistis, sebelum moratorium dibuka semua upaya akan sia sia dan hanya akan menambah beban pemerintah daerah, ” jelas Ahdar Arya Sutha, Ketua Gerakan Masyarakat (Gema)  Selaparang.

Gema Selaparang, lanjut Ahdar, ingin fokus pada tujuan jangka pendek bagaimana menyuarakan dan mengkawal pemerataan pembangunan serta menawarkan konsep pembangunan berkesinambungan di wilayah Lombok Timur bagian utara yang kaya akan potensi sumber daya alam  dan Sumber Daya Manusia tersebut.

BACA JUGA:  PJ Gubernur Lantik Drs. H. Fathurrahman, M.Si Jadi PJ Sekda NTB

Seperti diberitakan sebelumnya bahwa Gerakan Masyarakat Selaparang di deklarasikan oleh tokoh masyarakat dan pemuda di wilayah Lombok Timur bagian utara.

Deklarator Gema Selaparang ini adalah pentolan aktivis Lombok Timur diantaranya Lalu Syaparuddin Aldi , Ahdar Arya Sutha, Asri Mardianto, Royal Sembahulun, Bambang Dwi Minardi, Lalu Lukman, Mukti Ali, Eros Amaq Leave, dan beberapa tokoh masyarakat dan pemuda setempat.

Lain lagi di Lombok Tengah yang juga mulai mewacanakan pemekaran wilayah yakni usulan daerah otonomi baru Kota Praya.  Bahkan  anggota DPRD NTB dari PDI Perjuangan Ruslan Turmudzi mewacanakan pula pemindahan ibukota Nusa Tenggara Barat ke Kabupaten yang  mengusung slogan Bumi Tatas Tuhu Trasna.

“Kiranya para pengambil kebijakan agar mencermati ulang mana yang menjadi skala prioritas, layak dan tidak layak. Diperhitungkan kembali segala resiko yang mungkin timbul di belakang hari. Bahwa, apapun alasannya, kepentingan publik adalah hal yang utama, bukan untuk memenuhi syahwat oknum elit dan kelompok kepentingan yang haus kekuasaan dan jabatan”.

Demam pemekaran pun kini merambah ke desa hingga dusun dan kampung. Sebagian kalangan menyebutnya demam usulan pemekaran desa dan dusun sebagai imbas dari kebijakan Pemerintah menggelontorkan anggaran trilyunan rupiah untuk pembangunan desa.  Rata-rata setiap desa menerima dana desa (DD) antara  Rp 900 juta hingga milyaran tergantung jumlah penduduk dan luas wilayah sebuah desa.  Belum termasuk Anggaran Dana Desa (ADD) yang bersumber dari APBD Kabupaten setempat. Fantastis!

BACA JUGA:  Alhamdulillah, Pasien Sembuh Covid 19 di NTB Bertambah Jadi 88 Orang

Belakangan, dana desa dan anggaran dana desa juga menuai masalah karena tidak sedikit disalahgunakan oknum pejabat desa dan kroninya untuk memperkaya diri alias korupsi dana desa. Semangat menghabiskan dana desa untuk sebagian besar proyek fisik juga dinilai mulai menggerus semangat gotong rotong warga desa yang sekarang  ditengari mulai terkikis fenomena proyek desa.

Maka, terkait berbagai wacana pemekaran wilayah di daerah ini. Kiranya para pengambil kebijakan agar mencermati ulang mana yang menjadi skala prioritas, layak dan tidak layak. Diperhitungkan kembali segala resiko yang mungkin timbul di belakang hari. Bahwa, apapun alasannya, kepentingan publik adalah hal yang utama, bukan untuk memenuhi syahwat oknum elit dan kelompok kepentingan yang haus kekuasaan dan jabatan. (Editor MRC)