Oleh:
Ir. Lalu Muh. Kabul, M.AP
Ketua Koalisi Kependudukan Kabupaten Lombok Timur
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 atau dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 merupakan agenda pembangunan global yang disepakati oleh negara-negara didunia untuk diimplementasikan hingga tahun 2030. SDGs mencakup tujuh belas tujuan dimana yang menjadi tujuan pertama adalah menghapus kemiskinan. Implementasi SDGs di Indonesia tidak hanya menjadi ranah pemerintah pusat, juga pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Oleh karena itu, angka kemiskinan dijadikan sebagai salah satu indikator utama dalam RPJMD Lombok Timur 2018-2023. Angka kemiskinan Lombok Timur yang ditargetkan dalam RPJMD 2018-2013 yakni menurunkan angka kemiskinan dari 16,05 persen pada tahun 2019 menjadi 15,55 persen pada tahun 2020 atau dengan target penurunan sebesar 0,50 persen poin. Berdasarkan data BPS Lombok Timur (2020) capaian angka kemiskinan Lombok Timur mengalami penurunan dari 16,15 persen pada tahun 2019 menjadi 15,24 persen pada tahun 2020 (per Maret 2020 sebelum pandemi Covid-19) atau terjadi penurunan sebesar 0,91 persen poin. Artinya, capaian penurunan angka kemiskinan Lombok Timur telah melampaui target yakni hampir dua kali lipat dari target yang ditetapkan dalam RPJMD.
Capaian penurunan angka kemiskinan sebesar 0,91 persen poin yang dicapai Lombok Timur pada tahun 2020 menempatkan Lombok Timur berada pada peringkat tercepat kedua dalam laju penurunan kemiskinan dari 10 kabupaten/kota di NTB. Disisi lain, capaian penurunan angka kemiskinan tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 (0,40 persen poin) dan lebih tinggi dibandingkan rata-rata capaian dalam sepuluh tahun terakhir (0,86 persen pon). Dalam pada itu, capaian Lombok Timur dalam penurunan angka kemiskinan dipicu oleh beberapa faktor. Pertama, keberhasilan dalam pengendalian inflasi sehingga inflasi dalam periode Maret 2018 hingga Maret 2019 sebesar 2,30 persen mengalami penurunan menjadi 1,33 persen dalam periode Maret 2019 hingga Maret 2020.
Dengan turunnya inflasi, maka daya beli warga masyarakat termasuk warga miskin terutama dalam memenuhi kebutuhan pokok tetap terjaga sehingga tidak tergerus oleh kenaikan harga. Dalam pada itu,William Easterly dan Stanley Fischer (2017) dalam karyanya “Inflation and the Poor” menyatakan bahwa inflasi dan kemiskinan memiliki korelasi positif, artinya jika inflasi naik maka angka kemiskinan juga naik dan demikian sebaliknya jika infasi turun, maka angka kemiskinan juga turun. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penurunan inflasi di Lombok Timur diikuti dengan turunnya angka kemiskinan.
Kedua, Nilai Tukar Petani (NTP). NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima terhadap indeks harga yang dibayar petani. NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan daya beli petani. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. NTP mengalami peningkatan dari 103,03 pada Maret 2019 menjadi 107,52 pada Maret 2020 (BPS Lombok Timur, 2020). Peningkatan NTP berarti petani termasuk petani gurem yang tergolong miskin mengalami peningkatan daya beli. Ketiga, sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar (27,06 persen) terhadap perekonomian Lombok Timur.
Merujuk pada data BPS Lombok Timur (2020) bahwa sektor pertanian juga merupakan sektor lapangan usaha yang menyerap tenaga kerja terbesar (40,12 persen) disusul perdagangan (21,86 persen), industri (14,21 persen), jasa (14,18 pesen) dan lainnya (9,64 persen). Upah tenaga kerja dalam periode Februari 2019 hingga Februari 2020 mengalami peningkatan sebesar 6,58 persen. Dengan adanya peningkatan upah maka daya beli tenaga kerja termasuk warga miskin tetap terjaga utamanya dalam memenuhi kebutuhan pokok. Keempat, sinergi pemerintah pusat, daerah dan desa dalam penanggulangan kemiskinan.
Di Lombok Timur, program penggulangan kemiskinan dari pemerintah pusat pusat seperti Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH) oleh pemerintah daerah disinergikan dengan bantuan sosial, jamkesda bagi warga miskin, rehab rumah bagi warga miskin, Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK), labelisasi “warga miskin” sehingga warga PKH yang telah mampu secara ekonomi menjadi sadar untuk tidak lagi mengaku miskin, dan infrastruktur. Berbagai infrastruktur yang telah dibangun dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan seperti infrastruktur pendidikan, infrastruktur kesehatan, infrastruktur ekonomi berupa jalan termasuk jalan usaha tani , jaringan irigasi, dan lain-lain.
Dengan berakhirnya salah satu program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah pusat yakni Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), maka kegiatan pemberdayaan pasca PNPM dilakukan oleh desa. Kegiatan PNPM seperti simpan pinjam dalam bentuk dana bergulir (revolving fund) pasca PNPM oleh desa kemudian diintegrasikan kedalam unit usaha BUMDes. Kedepan, sinergi tersebut hendaknya makin diperkuat secara terpadu agar percepatan penanggulangan kemiskinan yang dilakukan tidak hanya untuk mencapai target yang ditetapkan dalam RPJMD, melainkan juga untuk mencapai tujuan SDGs 2030. (**)