Gara-gara Iklan Dikuasai Platform Asing, Presiden Jokowi Gelisah Masa Depan Industri Media Nasional

MATARAMRADIO.COM –  media konvensional di Indonesia sedang mengalami masalah dan tantangan berat, terutama menyangkut dominasi platform asing yang menguasai hamper 60 %  belanja iklan media massa saat ini.

Hal itulah yang mengundang keprihatinan Presiden Joko Widodo dan menyampaikan kegelisahannya dengan realitas industri media konvensional di Indonesia yang menderita di era digital saat ini. “Keberlanjutan industri media konvensional menghadapi tantangan berat, saya mendengar banyak mengenai ini bahwa sekitar 60 persen belanja iklan telah diambil oleh media digital terutama platform-platform asing, ini menyedihkan,” kata Jokowi pada acara Peringatan Hari Pers Nasional 2023, di Gedung Serbaguna Pemerintah Provinsi Sumatra Utara, di Kabupaten Deli Serdang, Kamis (9/2).

Jokowi lantas menyinggung usulan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate yang mengajukan izin prakarsa mengenai rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang kerja sama perusahaan platform digital dengan perusahaan pers untuk mendukung jurnalisme yang berkualitas.

BACA JUGA:  Pemerintah Berikan Keringanan Biaya Kuliah, Ini Syaratnya!

Namun, dia melanjutkan ada usulan lain dari menterinya tersebut yaitu rancangan Perpres tentang tanggung jawab perusahaan platform digital untuk mendukung jurnalisme yang berkualitas.

“Saran saya [menkominfo] bertemu [perwakilan pers] kemudian dalam satu bulan ini harus selesai mengenai Perpres ini, jangan lebih dari satu bulan. Saya akan ikut nanti dalam beberapa bahasan mengenai ini,” katanya.

Menurut Jokowi, upaya kerja sama akan memberikan jalan tengah khususnya bagaimana upaya dari media konvensional agar tetap bertahan sebagai pilar demokrasi Indonesia.

“Sekali lagi, sekitar 60 persen belanja iklan telah diambil oleh media digital terutama platform asing. Hal ini mengartikan sumber daya keuangan media konvensional akan makin berkurang terus. Larinya pasti ke sana [asing] dan sebagian sudah mengembangkan diri ke media digital tetapi dominasi paltform asing dalam mengambil belanja iklan ini telah menyulitkan media dalam Negera kita,” jelas Jokowi dikutip MATARAMRADIO.COM dari ASIATODAY.

BACA JUGA:  NTB Jadi Tuan Rumah Kejuaraan Dunia MXGP 2022

Selain platform asing, Jokowi menyebutkan isu utama dunia pers di Indonesia saat ini bukan lagi mengenai kebebasan pers melainkan pemberitaan yang bertanggung jawab.

“Pers sekarang ini mencakup seluruh media informasi yang bisa tampil dalam bentuk digital. Semua orang bebas membuat berita dan sebebas-bebasnya. Sekarang ini masalah yang utama, menurut saya adalah membuat pemberitaan yang bertanggung jawab,” ujar Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi menyebutkan, saat ini masyarakat kebanjiran berita dari media sosial dan media digital lainnya, termasuk platform-platform asing dan umumnya tidak beredaksi atau dikendalikan oleh kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Media konvensional yang beredaksi pun menjadi semakin terdesak dalam peta pemberitaan

BACA JUGA:  Kerusuhan Supporter Arema Vs Persebaya: 127 Orang Meninggal Dunia

“Algoritma raksasa digital cenderung mementingkan sisi komersial saja dan hanya akan mendorong konten-konten recehan yang sensasional sekarang ini banyak sekali, dan mengorbankan kualitas isi dan jurnalisme otentik. Ini yang kita akan semakin kehilangan. Hal semacam ini tidak boleh mendominasi kehidupan masyarakat kita,” ujarnya.

Lebih lanjut, Presiden Jokowi juga menyoroti isu kedaulatan dan keamanan data dalam negeri yang harus menjadi perhatian bersama.

Presiden Jokowi memandang data sebagai new oil yang harganya tak terhingga. Presiden Jokowi pun mengingatkan agar semua pihak mewaspadai pemanfaatan algoritma bagi masyarakat.

“Para penguasa data bukan hanya bisa memahami kebiasaan dan perilaku masyarakat, dengan memanfaatkan algoritma, penguasa data dapat mengendalikan preferensi masyarakat, ini yang kita semua harus hati-hati. Hal ini harus menjadi kewaspadaan kita bersama. Hati-hati dan waspada mengenai ini,” tandasnya. (EditorMRC)