Penulis : Wicaksono Wicaksono
Tadi pagi, di studio yang dingin oleh lampu sorot dan sunyi oleh harapan yang patah, seorang penyiar program olahraga Kompas TV berdiri kaku di depan kamera.
Ini bukan siaran pertandingan Liga Inggris atau MotoGP seperti biasanya. Kali ini, ia mengakhiri siaran bukan dengan semangat, tapi dengan suara bergetar dan mata berkaca. โTak terasa inilah akhir perjalanan panjang Kompas Sport Pagi selama hampir 12 tahun โฆโ katanya.

Tangisnya pecah, mengiringi kata-kata perpisahan yang tak pernah ia bayangkan akan diucapkan dalam momen seperti ini.
Ia menyeka air mata, menarik napas panjang. Kata-kata tertahan di tenggorokan. Kamera terus merekam, tak ada naskah yang bisa menyelamatkan keheningan itu.
Tim produksi di ruang kontrol ikut terdiam. Mereka tahu, bukan hanya satu karier yang berakhir hari itu, tapi sebuah babak dalam sejarah jurnalisme televisi yang terpaksa berhenti.
Sang penyiar itu mungkin salah satu dari ratusan karyawan Kompas TV yang harus berpamitan karena kebijakan ๐ณ๐ช๐จ๐ฉ๐ต๐ด๐ช๐ป๐ช๐ฏ๐จ–yang kabarnya sudah beredar di beberapa WAG pekan lalu.
Gelombang pemutusan hubungan kerja itu menghantam banyak liniโNews, Programming, Teknik, hingga Sales & Marketing.
Mereka yang selama ini bekerja dalam senyap di balik layar, kini keluar dengan luka terbuka: kehilangan pekerjaan, kehilangan panggung, kehilangan mimpi.
Penyusutan karyawan, meski dibungkus dalam bahasa korporat yang tenang, adalah letusan dari tekanan panjang yang dialami hampir semua media.
Penurunan belanja iklan, efisiensi anggaran pemerintah, dan pergeseran perilaku publik ke platform digital membentuk badai sempurna. Media berita, perlahan-lahan, dipreteli daya hidupnya.
โ๐๐๐ ๐ข๐ค๐ง๐ ๐ฅ๐๐ค๐ฅ๐ก๐ ๐ฌ๐๐ค ๐ก๐ค๐จ๐ ๐๐๐๐ฉ๐ ๐๐ฃ ๐๐ค๐ช๐ง๐ฃ๐๐ก๐๐จ๐ข, ๐ฉ๐๐ ๐ข๐ค๐ง๐ ๐ฅ๐ค๐ฌ๐๐ง ๐๐ก๐ค๐ฌ๐จ ๐ฉ๐ค ๐ฉ๐๐ค๐จ๐ ๐ฌ๐๐ค ๐๐๐ฃ ๐ข๐๐ฃ๐๐ฅ๐ช๐ก๐๐ฉ๐ ๐ง๐๐๐ก๐๐ฉ๐ฎ ๐๐ค๐ง ๐ฉ๐๐๐๐ง ๐ค๐ฌ๐ฃ ๐๐ฃ๐๐จ.โ โ Jay Rosen, New York University.
Kebijakan ๐ณ๐ช๐จ๐ฉ๐ต๐ด๐ช๐ป๐ช๐ฏ๐จ, istilah halus yang dipilih korporasi, bukan cuma soal menyusutkan organisasi. Ia menyusutkan cakrawala informasi. Setiap nama yang hilang dari daftar redaksi berarti satu suara rakyat yang mungkin tak lagi terdengar. Jurnalisme bukan mesin pencetak klik, melainkan penjaga muruah demokrasi.
Ketika negara menyunat belanja iklan dan memilih konten internal yang lebih murah, ketika masyarakat makin terpikat oleh narasi viral di TikTok ketimbang laporan investigatif berdurasi 5 menitโmaka media yang tidak laku bukan berarti tidak penting. Ia justru sedang menjadi korban.
“๐ฟ๐๐ข๐ค๐๐ง๐๐๐ฎ ๐ฌ๐๐ฉ๐๐ค๐ช๐ฉ ๐๐ค๐ช๐ง๐ฃ๐๐ก๐๐จ๐ข ๐๐จ ๐ก๐๐ ๐ ๐ ๐๐ค๐๐ฎ ๐ฌ๐๐ฉ๐๐ค๐ช๐ฉ ๐ ๐๐ก๐ค๐ค๐๐จ๐ฉ๐ง๐๐๐ข.โ โ Victor Pickard, Democracy Without Journalism?
Dulu, seorang jurnalis berkompetisi lewat liputan. Kini, algoritma yang menentukan siapa yang tampil di layar. Tidak peduli apakah ia jurnalis, selebgram, atau pemengaruh yang tidak pernah turun ke lapangan. Selama ia menarik, ia akan menang. Dalam arena seperti ini, redaktur manusia kehilangan kuasa, dan media kehilangan arah.
Bahkan pemerintah pun terbujuk. Gubernur, menteri, hingga lembaga negara kini membanggakan konten media sosial internal mereka yang “hemat anggaran”. Tapi seperti kata Noam Chomsky:
“๐๐๐ ๐จ๐ข๐๐ง๐ฉ ๐ฌ๐๐ฎ ๐ฉ๐ค ๐ ๐๐๐ฅ ๐ฅ๐๐ค๐ฅ๐ก๐ ๐ฅ๐๐จ๐จ๐๐ซ๐ ๐๐จ ๐ฉ๐ค ๐ก๐๐ข๐๐ฉ ๐ฉ๐๐ ๐จ๐ฅ๐๐๐ฉ๐ง๐ช๐ข ๐ค๐ ๐๐๐๐๐ฅ๐ฉ๐๐๐ก๐ ๐ค๐ฅ๐๐ฃ๐๐ค๐ฃ.โ
Jika yang ditayangkan hanya apa yang mereka pilih sendiri, siapa yang akan mengabarkan sisi lain dari realitas?
Sudah saatnya publik sadar bahwa media adalah infrastruktur demokrasi, bukan hanya industri. Pemerintah bisaโdan seharusnyaโmendorong keberlanjutan media dengan kebijakan afirmatif: mulai dari insentif pajak, skema hibah publik, hingga program literasi yang membuat masyarakat kembali percaya pada jurnalisme.
Media pun tak bisa hanya meratap. Dunia sudah berubah. Model bisnis lama tak bisa dipertahankan terus-menerus. Kini saatnya membangun ulangโberbasis komunitas, platform digital yang mandiri, dan kemitraan strategis yang tidak mencederai independensi.
Kompas TV mungkin sedang surut. Tapi semangat jurnalismenya harus tetap menyala. Para jurnalis yang kini kehilangan kantor bisa menjadi ๐๐ง๐๐๐ก๐๐ฃ๐๐๐ง ๐ค๐ ๐ฉ๐ง๐ช๐ฉ๐.
Mereka bisa mengisi kekosongan itu melalui kanal alternatif. Media bukan gedung. Ia adalah keyakinan bahwa kebenaran harus terus ditemukan dan disampaikan.
Dan bagi kita, publik, inilah saatnya untuk tidak hanya menjadi konsumen informasi, tapi penjaga dari ruang-ruang sunyi yang makin banyak ditinggalkan. (*)









