Dampak Efisiensi Anggaran 2025: Mahasiswa Khawatir, Pemerintah Janji UKT Tak Akan Naik

Menteri Keuangan Sri Mulyani tegaskan efisiensi anggaran pendidikan 2025 tidak boleh pengaruhi kenaikan UKT. Simak dampaknya bagi mahasiswa dan solusi pemerintah!

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa efisiensi anggaran di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) tidak boleh berdampak pada kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi.

Dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen RI, Jumat 14 Februari 2025, Sri Mulyani menjelaskan bahwa efisiensi anggaran difokuskan pada pengurangan biaya operasional seperti perjalanan dinas, seminar, alat tulis kantor (ATK), serta kegiatan seremonial. “Efisiensi ini tidak boleh mempengaruhi keputusan perguruan tinggi mengenai UKT,” tegasnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani

Dampak Efisiensi Anggaran pada Pendidikan Tinggi

BACA JUGA:  UMM Malang, Universitas Islam Terbaik Dunia 2021

Meskipun pemerintah berkomitmen untuk menjaga kestabilan UKT, efisiensi anggaran tetap menimbulkan kekhawatiran. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, mengungkapkan bahwa program Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (BOPTN) mengalami pemotongan sebesar Rp3 triliun dari pagu awal Rp6,018 triliun.

“Jika BOPTN dipotong separuh, ada kemungkinan perguruan tinggi harus menaikkan uang kuliah,” kata Satryo dalam rapat dengan Komisi X DPR RI, Rabu 12 Februari 2025. Selain BOPTN, program bantuan untuk Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTNBH) juga terkena pemotongan anggaran sebesar 50 persen.

Upaya Pemerintah Menekan Dampak Efisiensi

Untuk mengurangi dampak negatif efisiensi anggaran, pemerintah melakukan berbagai upaya. Satryo menjelaskan bahwa pihaknya mengusulkan pengurangan potongan anggaran dari 50 persen menjadi 30 persen. “Kami berusaha agar potongan tidak terlalu besar, sehingga perguruan tinggi tidak terpaksa menaikkan uang kuliah,” ujarnya.

BACA JUGA:  3 Januari 2022, Simulasi Pembelajaran Penuh

Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk terus memantau dan meneliti anggaran operasional perguruan tinggi. Tujuannya adalah memastikan bahwa layanan akademik dan pengabdian masyarakat tetap berjalan optimal. “Perguruan tinggi harus tetap menjalankan tugasnya dalam mendidik mahasiswa dan melayani masyarakat,” tambah Sri Mulyani.

Respons dari Komisi X DPR RI

Komisi X DPR RI, yang membidangi pendidikan, turut memberikan perhatian serius terhadap kebijakan efisiensi anggaran ini. Anggota komisi tersebut berharap agar pemotongan anggaran tidak terlalu besar, sehingga tidak membebani mahasiswa dan masyarakat.

BACA JUGA:  Percepat IPM, Lombok Timur Galakkan Program Paket B dan Paket C

“Dengan posisi ini, saya berharap bapak-ibu di Komisi X dapat memperjuangkan agar pemotongan tidak mencapai Rp14,3 triliun, tetapi hanya Rp6,78 triliun,” ujar Satryo. Harapannya, dengan pengurangan tersebut, dampak negatif terhadap mahasiswa dan perguruan tinggi dapat diminimalisir.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Efisiensi anggaran di sektor pendidikan memang menjadi tantangan tersendiri. Di satu sisi, pemerintah perlu mengoptimalkan penggunaan anggaran negara. Di sisi lain, kualitas pendidikan tinggi harus tetap terjaga tanpa membebani mahasiswa.

Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan efisiensi ini tidak boleh mengorbankan hak mahasiswa untuk mendapatkan pendidikan yang terjangkau. “Kami akan terus memastikan bahwa efisiensi anggaran tidak menghambat layanan akademik dan pengabdian perguruan tinggi kepada masyarakat,” tegasnya. (editorMRC)