Penalaran Abduktif

Pada hakekatnya, selama ini; ada dua jenis penalaran yang lazim dikenal yakni penalaran deduktif dan induktif. Selain kedua jenis penalaran itu, sebenarnya; ada satu lagi jenis penalaran yang belum banyak dikenal orang yaitu penalaran abduktif.

Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan berupa pengetahuan. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan perasaan. Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar (Suriasumantri, 2001). 
      Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu yakni bersifat logis dan analitis. Sehingga, cara berpikir yang tidak bersifat logis dan analitis  tidaklah termasuk penalaran. Selama ini, ada dua jenis penalaran yang lazim dikenal yaitu penalaran deduktif dan induktif. Selain kedua jenis penalaran itu, terdapat jenis penalaran ketiga yang disebut penalaran abduktif yang dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce (1839-1914), seorang ahli filsafat Amerika Serikat. Penalaran deduktif oleh Aristotels disebut “anagṑgḕ” atau “synagṑgḕ” (Psillos, 2011). Disisi lain, penalaran induktif oleh Aristoteles dan Plato disebut “epagṑgḕ”. Sedangkan, penalaran abduktif oleh Aristoteles disebut “apagṑgḕ”. 

BACA JUGA:  Lara Duka Gili Trawangan


       Penalarandeduktif merupakan cara berpikir yang bertolak dari pernyataan bersifat umum untuk menarik sebuah kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme yakni penarikan kesimpulan dari premis atau data. Contoh: Semua kacang yang terdapat dalam sebuah kantong adalah berwarna putih kemudian dari kantong tersebut diambil sebuah kacang dan warnanya adalah putih, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kacang tersebut adalah berwarna putih. Dalam penalaran deduktif jika premis yang mendukung kesimpulan adalah benar, maka penarikan kesimpulan juga benar. Dan teori kebenaran dalam penalaran deduktif ini dikenal dengan teori koherensi. Dalam penalaran deduktif, jika premis adalah benar, maka kesimpulan yang ditarik juga pasti benar. Tidak mungkin menarik kesimpulan yang salah dari premis yang benar.                  
       Selain penalaran deduktif juga dikenal penalaran induktif, yakni merupakan cara berpikir dalam menarik sebuah kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus khusus. Dalam pada itu, penalaran secara induktif dimulai dari berbagai fakta (bukti) yang bersifat khusus untuk menarik pernyataan sebagai kesimpulan yang bersifat umum. Contoh: Ada sebuah kantong berisi kacang yang samasekali warna kacang tersebut tidak diketahui kemudian dari kantong tersebut diambil sebuah kacang ternyata berwarna putih, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa semua kacang dalam kantong tersebut adalah berwana putih. Penarikan kesimpulan secara induktif bersifat kemungkinan yakni memiliki kemungkinan benar dan juga salah tetapi tidaklah seratus persen salah dan tidak juga seratus persen benar. 

BACA JUGA:  Dari Keadilan Retributif ke Keadilan Restoratif


       Dalam pada itu, jenis penalaran ketiga adalah penalaran abduktif. Jika, penalaran induktif bersifat klasifikatif, maka penalaran abduktif bersifat eksplanatif atau penjelasan. Contoh: Jika ditemukan sebuah kacang berwarna putih disekitar sebuah kantong yang berisikan kacang berwarna putih, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kacang itu berasal dari kantong tersebut. Penalaran abduktif menjelaskan fakta (bukti) yang disebutkan dalam premis. Dalam pada itu, penalaran abduktif oleh Charles Peirce dimaknai sebagai kajian atas fakta (bukti) dan merancang sebuah teori untuk menjelaskan fakta tersebut (Watson, 2005). Istilah abduktif berasal dari kata “abduco” (bahasa Latin) artinya kembali dimana penalaran abduktif berangkat dari kesimpulan dan kembali ke premis. Herbert Simon peraih nobel ekonomi tahun 1998 menggunakan istilah “retroduktif” untuk penalaran abduktif.(*)

BACA JUGA:  Selao