MATARAMRADIO.COM, Mataram – Pakar Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram DR Kadri M Saleh menyampaikan pandangan dan kajian kritis terhadap agenda pemberlakuan digitalisasi penyiaran yang ditengarai membebani konsumen termasuk para praktisi TV lokal.
Menurutnya semangat migrasi siaran televisi dari analog ke digital seharusnya hanya untuk peningkatan kualitas siaran. “Tidak boleh berefek pada siaran berbiaya tinggi, baik bagi konsumen maupun bagi TV lokal. Oleh Karena itu biaya sewa kanal tidak boleh melebihi biaya ISR (Izin Stasiun Radio,red) dan IPP (Izin Penyelenggaraan Penyiaran,red) saat mereka bersiaran TV analog,”jelasnya kepada MATARAMRADIO.COM, Sabtu (1/5).
Sebagai Pakar komunikasi media dan politik NTB yang selalu terlibat dalam berbagai kegiatan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) Televisi yang digelar KPID NTB periode awal, DR Kadri menyebutkan, sepengetahuannya migrasi TV analog ke digital merupakan amanat Undang-Undang Omnibus Law atau Cipta Kerja yang ditargetkan tuntas paling lambat pada 2 November 2022. “Artinya saat ini sedang disiapkan opsi terbaik sehingga menguntungkan semua pihak,”ulasnya.
Disebutkan, terkait dengan migrasi TV dari analog ke digital, ada dua hal yang menjadi lokus perhatian, yaitu konsumen media dan produser atau operator media. Konsumen mendapat keuntungan dengan kualitas siaran, tetapi mereka harus memiliki Set Top Box atau STB. “Bahkan saya dengar pemerintah akan mensubsidi pengadaan ini bagi masyarakat yang tidak mampu,”ungkapnya.
Lalu bagaimana dengan operator pemegang lisensi multiplekser atau provider MUX. “Ini juga setahu saya masih difinalkan skemanya apakah menggunakan single MUX atau multi/hybrid MUX. Bila menggunakan multi MUX maka banyak pihak yang bisa terlibat sebagai pemegang lisensi, tetapi bila single MUX maka akan ada penguasa tunggal lisensi.,”jelasnya.
lewat implementasi TV digital,lanjut DR Kadri, peluang terbaginya frekuensi semakin banyak, dan TV Lokal tidak lagi terkonsentrasi mengurus atau disibukkan dengan urusan transmisi siaran karena hal tersebut sudah ditangani oleh penyedia MUX. “TV lokal tinggal kosentrasi untuk menyiapkan konten terutama konten lokal yang lebih berkualitas sehingga mereka bisa meraup keuntungan dari sponsor,”harapnya.
Ia juga tidak sependapat dengan asumsi yang menyebutkan kehadiran TV digital akan mengancam keberagaman isi siaran dan tergerusnya konten-konten lokal dalam siaran televisi. Sebab, menurutnya, setiap perubahan kebijakan dari pemerintah haruslah disikapi secara kreatif oleh pemilik TV lokal sehingga mereka bisa mengkapitalisasi kebijakan tersebut menjadi keuntungan bagi komunitas TV lokal. “Konglomerasi dalam setiap usaha apapun tidak bisa dihindari, tetapi bukan berarti TV lokal tidak bisa ambil bagian dari arus konglomerasi tersebut. Paling tidak tetesan ‘rezeki’ konglomerasi dari konglomerat media dapat dinikmati oleh TV lokal,”pungkasnya. (EditorMRC)