MATARAMRADIO.COM – Republik Rakyat China atau Tiongkok diprediksi akan mendominasi persaingan geopolitik
antara dua kekuatan dunia, China dan Amerika Serikat (AS). Kedua negara maju ini terus bergerak menunjukkan dominasinya diberbagai dimensi.
Namun spekulasi pun bermunculan politisi Amerika Serikat (AS) yang menyebut potensi China untuk mendominasi teknologi mutakhir yang sensitif menjadi salah satu ancaman geopolitik terbesar dalam beberapa dekade mendatang. Bahkan dominasi itu tak bisa dibendung oleh Amerika Serikat sekalipun.
Presiden China Xi Jinping telah mewaspadai jika AS akan memblokir kebangkitan China. Karena itu, dalam pekan ini, dia akan memaparkan rencana untuk mencapai swasembada yang lebih besar.
Pada sesi sidang tahunan legislatif China pekan ini, para pemimpin tertinggi Partai Komunis akan menyepakati cetak biru kebijakan lima tahun untuk mengurangi ketergantungan pada Barat untuk komponen penting seperti chip komputer.
Begitu juga dengan teknologi kendaraan hidrogen hingga bioteknologi. Dorongan untuk memobilisasi anggaran triliunan dolar itu akan membantu China melampaui AS sebagai ekonomi terbesar di dunia dalam dekade ini selain memperkuat tujuan Presiden Xi Jinping untuk mengubah negara tersebut menjadi negara adidaya.
“Hal terpenting adalah besarnya ambisi ini dan bahkan lebih besar dari apa pun yang pernah dilakukan Jepang, Korea Selatan, atau AS,” kata Barry Naughton, profesor di Universitas California, San Diego sepedti dikutip dari Bloomberg, Selasa (2/3/2021).
Naughton merupakan salah satu peneliti ekonomi China terkemuka di dunia. Dia mengatakan, ambisi China adalah mendorong ekonomi melalui gerbang revolusi teknologi.
Perlombaan untuk mengembangkan teknologi paling canggih telah memicu ketegangan antara AS dan China sejak beberapa dekade yang meningkatkan standar hidup di seluruh dunia.
Sekarang, kedua negara bertujuan untuk sama-sama swasembada di bidang-bidang strategis selain dan didorong oleh ketakutan yang lain ingin membalikkan sistem politik mereka.
AS melihat kebebasan berbicara dan demokrasi sebagai hal yang penting untuk kemakmuran, sedangkan China menempatkan aturan satu partai di atas kebebasan individu untuk memberikan pertumbuhan ekonomi.
Hal yang dipertaruhkan Xi adalah lebih dari sekadar meningkatkan taraf kehidupan 1,4 miliar orang China, yang merupakan kunci pembenaran Partai Komunis untuk secara efektif melarang oposisi politik. Dia juga ingin menunjukkan bahwa partai tersebut dapat memainkan peran yang sukses dalam memandu ekonomi, terutama setelah presiden Donald Trump yang sebelumnya berusaha merusak legitimasinya untuk memerintah dan menghancurkan perusahaan Huawei Technologies Co dan Semiconductor Manufacturing International Corp, produsen microchip terbesar di China.
Keyakinan Beijing dalam sistem politiknya telah tumbuh setelah dengan cepat mampu mengatasi Covid-19 dengan membatasi pejabat lokal dalam berbagi informasi yang memungkinkannya menyebar ke seluruh dunia.
Ekonomi China Terus Tumbuh
Para ekonom memperkirakan ekonomi China akan tumbuh 8,3 persen tahun ini, dibandingkan dengan 4,1 persen untuk AS.
“Pandemi sekali lagi membuktikan keunggulan sistem sosialis dengan karakteristik China,” kata Xi tahun lalu seperti dilansir AsiaToday.
Akan tetapi, AS sekarang mencari sekutu untuk membantu menggagalkan ambisi Xi dengan menolak akses Beijing ke teknologi utama dan menopang pasokan barang strategisnya sendiri.
Pekan lalu Presiden AS Joe Biden mengumumkan program kajian rantai pasokan semikonduktor, farmasi, logam tanah dan baterai berkapasitas tinggi sebagai bagian dari rencana yang lebih luas untuk mengungguli China yang mencakup belanja infrastruktur senilai US$2 triliun.“Jika kami tidak bergerak, mereka akan menggilas kami,” kata Biden kepada wartawan pada Februari setelah melakukan panggilan telepon pertamanya dengan Xi.
Dari 2014 hingga 2019, pemerintah China mengumpulkan setidaknya 6,7 triliun yuan (US$1 triliun) dalam serangkaian dana modal ventura untuk mengambil alih saham di perusahaan teknologi tinggi, menurut perkiraan dari Naughton di University of California, San Diego.
China juga telah mengumumkan rencana untuk menginvestasikan US$ 1,4 triliun dari tahun 2020 hingga 2025 untuk teknologi tinggi (MRC/AT/Bloomberg)