MATARAM RADIO.COM, Mataram-:Pada 7 Agustus 1994, sekitar 100 jurnalis dan kolumnis berkumpul di Sirnagalih, Bogor, Jawa Barat, mendeklarasikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) lewat penandatanganan “Deklarasi Sirnagalih”.
Dikutip dari berbagai sumber, AJI lahir sebagai perlawanan komunitas pers di Indonesia terhadap kesewenang-wenangan rezim Orde Baru. Pemerintah yang dikendalikan Soeharto membelenggu pers.
Pada 21 Juni 1994, Majalah Detik, Tempo, dan Editor dibredel pemerintah karena kritis terhadap penguasa. Pemerintahan Soeharto mengontrol ketat pers dan menjadikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai satu-satunya organisasi pers.
AJI lahir juga sebagai perlawanan karena PWI saat itu dianggap menjadi alat kepentingan Soeharto untuk mengontrol pers dan tidak betul-betul memperjuangkan kepentingan jurnalis.
Masa Orde Baru, AJI masuk dalam daftar organisasi terlarang. Punggawanya pun harus melakukan operasi bawah tanah menjalankan organisasi. Bahkan, tiga anggota AJI yaitu Ahmad Taufik, Eko Maryadi, dan Danang Kukuh Wardoyo, ditangkap aparat dan dipenjara. Tapi itu justru membuat perlawanan makin menjadi-jadi hingga terjadi demonstrasi.
AJI diterima secara resmi menjadi anggota IFJ, organisasi jurnalis terbesar dan paling berpengaruh di dunia yang bermarkas di Brussels, Belgia, pada 18 Oktober 1995
Setelah Soeharto tumbang di tangan rakyat, pers mulai bebas dan bertumbuhlah banyak media. AJI terus berkembang dan kini tetap konsen memperjuangkan kemerdekaan pers, profesionalisme jurnalis, upah layak pekerja media, serta melakukan advokasi. ( MRC)